Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan salah satu pegawai berinisial IGA terbukti mencuri emas 1,9 kg dari brankas penyimpanan barang bukti KPK. Emas yang disikatnya itu adalah barang bukti kasus mafia anggaran yang menjerat mantan pegawai Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.
Pada persidangan etik yang digelar Dewas, IGA yang menjabat pegawai satuan tugas Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi mengaku terlilit utang, sehingga nekat mencuri barang yang seharusnya ia jaga.
IGA dapat untung sekitar Rp900 juta dari menggadaikan emas milik negara. Hasil sidang etik memutuskan IGA dipecat dengan tidak hormat. “Sebagian daripada barang yang sudah diambil dan bisa dikategorikan pencurian atau setidaknya penggelapan itu digadaikan oleh yang bersangkutan karena yang bersangkutan memerlukan dana pembayaran uang,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers, dikutip Detik.
“Cukup banyak jumlahnya [utang] karena yang bersangkutan terlibat bisnis yang tidak jelas, forex itu.” Well, tampaknya boomer perlu sedikit pelurusan. Forex atau foreign exchange alias transaksi jual beli mata asing itu bisnis yang jelas dan diakui hukum.
Bisnis ini legal karena memiliki payung hukum UU 10/2011 dan berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Namun, seperti bisnis spekulasi pada umumnya, banyak orang yang bangkrut dalam menjalankannya. Selain IGA, pianis Kevin Aprilio disebut pernah merugi Rp8 miliar dan terlilit utang Rp17 miliar gara-gara main forex.
Balik ke kasus, Tumpak menyebut kasus udah masuk ranah pidana sehingga setelah IGA terbebas dari pekerjaannya, sidang hukum pidana atas dugaan pencurian sudah menanti karena kasus ini telah dilaporkan ke kepolisian.
Ngomong-ngomong soal pegawai KPK yang malah menyalahgunakan barang bukti, ingatan kita mau tak mau kembali pada kasus “Buku Merah”. Pada 2018 lalu, KPK menduga dua eks penyidiknya yang berasal dari Mabes Polri telah merusak barang bukti buku catatan keuangan bersampul merah atas nama Serang Noor IR dalam kasus korupsi pemimpin CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman.
Kedua penyidik, polisi bernama Roland Ronaldy (kini pejabat di Polda Jawa Barat) dan Harun, diduga menyasar buku tersebut karena catatan aliran dana di buku tersebut menyebut nama sejumlah petinggi Polri, salah satunya Mendagri dan eks Kapolri Tito Karnavian.
Pemeriksaan sempat dilakukan Direktorat Pengawasan Internal KPK untuk menemukan dugaan pelanggaran disiplin kedua pegawai. Namun, tiba-tiba Mabes Polri meminta kedua penyidik dikembalikan ke institusinya di tengah-tengah proses pemeriksaan. Alasannya, Mabes Polri butuh keduanya untuk ditugaskan.
“Dalam proses pemeriksaan, KPK menerima permintaan pengembalian pegawai dari Mabes Polri. Sehingga, saat itu kedua pegawai KPK tersebut dikembalikan ke instansi awal. Proses pemeriksaan tidak bisa lagi dilakukan sepenuhnya kalau statusnya bukan lagi pegawai KPK,” kata juru bicara KPK kala itu, Febri Diansyah.