Berita  

Pedagang Malioboro Hendak Gugat Netizen yang Viral Protes Harga Pecel Lele Mahal

pedagang-malioboro-hendak-gugat-netizen-yang-viral-protes-harga-pecel-lele-mahal

Video viral wisatawan domestik mengeluh pecel lele di objek wisata Malioboro, Yogyakarta terlalu mahal rupanya bikin perkumpulan pedagang panas. Dalam sehari sejak video tersebut memancing perdebatan di internet, Paguyuban Lesehan Malam Malioboro langsung menyatakan sikap. Mereka keberatan dengan keluhan yang viral itu karena warung yang dimaksud secara administratif sudah keluar sedikit dari wilayah Malioboro. Karena itu, paguyuban lesehan memberi dua pilihan kepada wisatawan terkait: segera bikin klarifikasi atau mereka laporkan ke polisi.

“Teman-teman merasa dirugikan dengan statement mbaknya yang pengin viral itu mungkin. Teman-teman berencana kalau tidak segera ditarik atau klarifikasi akan kita gugat balik karena mencemarkan nama Malioboro, Itu di luar Malioboro tetapi yang disebut di Malioboro,” ujar Ketua Paguyuban Lesehan Malam Malioboro Sukidi kepada Kompas, hari ini (27/5).


Video tersebut diunggah akun TikTok @aulroket kemarin. “Makan pecel lele di Jogjakarta harganya ga masuk akal!” tulisnya. Perempuan di video tersebut menceritakan bagaimana ia merasa tertipu meski sudah menanyakan harga sebelum makan. Harga 20 ribu untuk seekor lele goreng dan 7 ribu untuk seporsi nasi ternyata belum termasuk lalapan dan sambal. Total, ia mengeluarkan 37 ribu yang menurutnya tidak setimpal untuk nasi lele goreng.

Di internet, keluhan ini mayoritas disambut dengan suara setuju. “Di malioboro emang mahal2 mas, orang Jogja aja jarang beli makan di sana. Kalau agak melipir ke daerah taman siswa, taman sari atau jalan parangtritis,” imbuh salah satu komentator.

Sukidi menyebut, warung yang dimaksud berlokasi di Jalan Perwakilan, salah satu gang yang bisa ditembus dari Jalan Malioboro. Ia menjelaskan, Jalan Malioboro dikelola UPT Malioboro di bawah Dinas Kebudayaan Yogyakarta, sedangkan Jalan Perwakilan diatur kecamatan setempat. Karena perbedaan wilayah administratif ini, Sukidi menganggap video tersebut sudah salah memberi informasi karena warung pecel lele yang mahal bukan di Malioboro.

Sejauh ini belum ada informasi apakah ancaman gugatan hukum dari paguyuban lesehan akan bikin pemerintah setempat turun tangan atau mengadakan mediasi.

Keluhan tentang harga yang lebih mirip pemalakan sudah bolak-balik terjadi di Yogyakarta. Rata-rata disebabkan oleh ketidakjujuran antara harga di menu dan di nota, atau karena harga tidak dipajang. Pada 2019 misalnya, pernah ada pengunjung yang protes ketika mobil parkir ditarif Rp35 ribu, padahal harga tertera di karcis hanya Rp10 ribu. Di tahun yang sama, seorang wisatawan lain keberatan dengan harga gudeg di lesehan depan Pasar Beringharjo, masih di Kawasan Malioboro. Keluhan serupa juga muncul beberapa kali pada 2017 dan membuat salah satu lesehan yang diadukan ditutup oleh UPT Malioboro. Pemerintah setempat sendiri sadar kejadian seperti ini memang langganan terjadi sehingga pada libur Natal dan Tahun Baru 2019 sampai dibentuk satgas yang menyamar untuk mendeteksi pedagang curang.

Menyinggung niat paguyuban pedagang membuka opsi jalur hukum, menurut kami sikap kayak gini malah bikin calon wisatawan antipati. Lebih adil jika yang ditindak adalah pedagang bersangkutan karena menjadi penyebab kekacauan. Apalagi jika alasan paguyuban karena warung terkait udah bukan di Jalan Malioboro. Yah, jelas enggak banyak wisatawan tahu cabang-cabang di sekitar Jalan Malioboro resminya sudah tak termasuk kawasan Malioboro.

Apabila alasan administratif itu dipakai, efeknya malah akan backfire ke penyedia jasa lain. Hotel yang namanya berembel-embel Malioboro, tapi lokasinya di Jalan Sosrowijayan atau Jalan Dagen, misalnya. Nanti kalau konsumen balas menggugat dengan alasan yang sama kan malah repot.