Banyak orang menduga Non-fungible token (NFT) adalah produk seni kripto yang baru ngetren paling banter setahun belakangan. Padahal, produk eksklusif yang dikemas dalam pasar kripto mulai dipasarkan sejak beberapa tahun lalu, tapi memang perhatian publik tak semassif sekarang. Contohnya CryptoPunks, koleksi seri avatar dalam bentuk NFT yang masuk berita karena laku hingga US$1 miliar di pasar sekunder, sebetulnya sudah dijual sejak 2017. Demikian pula NFT legendaris lain seperti CryptoKitties atau MoonCats.
Bagaimanapun, meledaknya NFT di pengguna internet seluruh dunia selama beberapa bulan terakhir berdampak positif bagi NFT klasik. Salah satunya adalah EtherRock, NFT yang “dicetak” terbatas hanya 100 kopi saja, berupa gambar kartun batu. EtherRock sudah ditawarkan ke Internet sejak 2017, tapi harganya baru naik gila-gilaan pada akhir Juli 2021, setelah Gary Vaynerchuk menulis Twitter soal uniknya EtherRock. Vaynerchuk adalah influencer ternama di dunia kripto dan teknologi blockchain, sehingga banyak orang di komunitas ini terdorong berebut mendapatkan EtherRock yang tersisa.
EtherRock sendiri adalah proyek NFT yang terkesan main-main. Tidak ada hal yang istimewa dari gambar batunya. Paling yang unik, dari 100 NFT batu itu, ukuran dan warnanya tidak ada yang sama. Masalahnya, gambar batu itupun sumbernya cuma database clip art gratisan bebas royalti di Internet. EtherRock bisa dibilang menguji kewarasan siapapun untuk membelanjakan duit betulan bagi eksperimen NFT.
Kenaikan harga EtherRock sejak awal Agustus 2021, semakin membuktikan bahwa pasar kripto, termasuk di nilai mata uangnya, sangat dipengaruhi oleh “gorengan” influencer. Setelah Vaynerchuk menyinggung NFT gambar batu tersebut, harga termahal satu edisi EtherRock kini mencapai 95,2 Ethereum (ETH), setara Rp4,3 miliar bila pakai mata uang betulan.
Para pemilik lama EtherRock menjual koleksi mereka ke pembeli baru yang kalap, dan NFT ini langsung digoreng lagi di pasar sekunder. Sebanyak 581 transaksi EtherRock berlangsung sepanjang 2-14 Agustus 2021.
Salah satu pembeli yang lebih awal ikut arus memburu NFT gambar batu itu adalah Maximilian Zim, pemuda 25 tahun yang membeli EtherRock edisi #62 senilai 9 Ethereum (setara Rp360 juta). Dia mengakui mulanya terjangkit FOMO doang, makanya sampai keluar duit banyak demi NFT gambar batu.
“Awalnya aku mikir ini konsep NFT-nya goblok banget,” kata Zim. “Tapi lama-lama orang di komunitas kripto pada rame ngomongin, dan ternyata proyek ini udah jalan dari 2017, dan tinggal beberapa saja yang ‘minted’ akhirnya kena FOMO deh.”
Bagi orang seperti Zim, bukan soal kualitas seni atau idenya yang menentukan harga NFT. “Ibaratnya kita membeli peninggalan lukisan manusia gua,” tandasnya. “EtherRock adalah kepingan sejarah Internet yang abadi.”
Proyek EtherRock dijalankan oleh sekelompok developer anonim. Saat diwawancarai Motherboard, situs teknologi bagian dari VICE, salah satu developernya mengakui niat bikin NFT gambar batu ini awalnya sekadar main-main. “Selain iseng, kami saat itu cuma pengin belajar bahasa pemrograman Ethereum,” ujarnya.
Andai mereka tahu pasar kripto akan menggoreng 100 harga batu itu jadi segila sekarang, tim developer EtherRock mengaku akan “memikirkan konsepnya lebih menarik dan berbobot.”
Pembaca awam mungkin berpikir, “orang-orang di Internet ini udah pada gila ya menghabiskan uang banyak untuk NFT guyonan?”
Tapi, pertanyaan yang lebih tepat mungkin seperti ini: kenapa ya orang berduit di manapun, selalu menemukan cara untuk pamer? Sebab itulah hal yang melatari keputusan sebagian (atau malah mayoritas) pembeli EtherRock.
Ini produk terbatas, cuma ada 100 di dunia, dan kalian tidak bisa sembarangan mengaku punya juga, karena ada database Etherscan yang terbuka untuk publik. Sangat mudah melacak apakah seseorang betulan punya salah satu EtherRock yang tersisa di pasaran, dalam dompet mata uang kripto mereka.
“Suka tidak suka, pembeli NFT batu ini niatnya cuma pamer,” ujar Meltem Demirors, pegiat Bitcoin di Amerika Serikat. “Kalau orang mengaku punya NFT ini, berarti mereka bagian dari 100 yang eksklusif.”
Zim sendiri mengaku tidak menyesal. “Ini harus diakui adalah keputusan paling goblok sekaligus paling hebat pernah kubuat,” ujar Zim. “Tapi, mengingat harganya terus naik, aku pikir beli NFT ini tetap bisa dibilang keputusan yang benar.”