Dulu sebelum menikah, Aakriti selalu mengejar laki-laki yang hobi tarik ulur, sering kali dia melakukannya tanpa disadari. Bahkan suaminya sekarang pun termasuk tipe fakboi.
Bagi perempuan 29 tahun itu, yang meminta namanya disamarkan, tipenya adalah cowok cuek yang disukai banyak perempuan, tapi juga kasih kode mereka menginginkan dirinya.
Seperti yang dijelaskan dalam artikel VICE enam tahun lalu, istilah “fuckboy” berasal dari budaya kulit Hitam untuk menggambarkan tukang PHP yang sering menyakiti hati perempuan. Tapi belakangan ini, istilahnya kerap digunakan untuk semua laki-laki problematis.
Empat tahun lalu, Aakriti menikah dengan suaminya setelah enam tahun berpacaran. Selama mereka menjalin hubungan, dia mengungkapkan pasangannya susah diraih dan butuh perhatian lawan jenis. Akibatnya pernikahan mereka tidak dapat diselamatkan, dan sekarang dia menuntut cerai suami.
Meskipun Aakriti sadar dirinya terjebak dalam hubungan tidak sehat, jatuh cinta pada tukang PHP sudah menjadi kebiasaan yang sulit disingkirkan. Dia pribadi juga kurang tertarik pada cowok yang kelewat bucin dan terang-terangan mengekspresikan perasaan mereka. “Saya paling suka cowok yang bikin saya penasaran. Saya sering bilang ke teman, tidak seru kalau lempeng-lempeng aja. Ya, saya memang toksik,” tuturnya. Karena hal inilah Aakriti sampai terpikir, mungkin sudah takdirnya berakhir dengan laki-laki yang hobi mencampakkannya.
Namun, tahukah kamu? Ada alasan psikologis mengapa seseorang terus menaruh harapan pada mereka yang tak mampu memberi kepastian. Semua ini berkaitan dengan “attachment style”, atau cara kita menjalin hubungan dengan orang lain. Pasalnya, pola asuh yang diterapkan sejak kecil dapat memengaruhi gaya keterikatan anak begitu mereka beranjak dewasa, tidak terkecuali dalam hubungan romantis.
Teori keterikatan diciptakan oleh psikiater John Bowlby pada akhir 1960-an, tapi definisinya kemudian dikembangkan oleh psikolog Mary Ainsworth, yang membaginya menjadi tiga gaya: secure, anxious-avoidant attachment, dan anxious-resistant attachment.
Teori itu semakin berkembang, yang akhirnya kini terdapat empat gaya keterikatan pada orang dewasa: secure, anxious-insecure attachment, avoidant-insecure attachment, dan fearful atau disorganised-insecure attachment. Orang yang merasa “secure” atau aman umumnya menjalin hubungan yang lebih sehat daripada mereka yang memiliki gaya keterikatan lainnya. Walaupun begitu, orang dewasa yang gaya keterikatannya “insecure” masih bisa menjalani hubungan yang sehat selama mereka tidak membiarkan masa lalu mendiktekan hidupnya.
Psikiater Era Dutta menekankan pentingnya mengetahui gaya keterikatan untuk memahami alasan orang bisa naksir fakboi. Hal ini juga dapat membantu kita mengerti kenapa ada orang yang mudah sekali memainkan perasaan orang lain.
“Dalam kebanyakan kasus, fakboi memiliki gaya keterikatan avoidant yang membuat mereka tampak dingin dan cuek, gampang berubah suasana hatinya dan suka tarik ulur,” Dutta memberi tahu VICE. “Sifat misterius menjadi daya tarik mereka.”
Sebagian besar orang beranggapan orang berengsek tidak pantas dikasihani, dan mereka seharusnya dibuat sadar tindakannya tidak benar. Namun, bagi yang lain, perilaku fakboi bisa menandakan adanya trauma di masa lalu.
Riya, seorang social media strategist berusia 31, mengaku sering jatuh hati pada laki-laki manipulatif dan suka mengatur. Menurutnya, mereka sering merendahkannya dan membuatnya merasa harus bergantung pada pasangan. Mereka sama sekali tidak berperasaan, tapi tetap saja Riya tergila-gila pada fakboi.
Riya tahu mereka bukan cowok baik-baik, lantas mengapa dia masih menyukai tipe laki-laki seperti itu? Dia yakin hal ini bisa terjadi karena pemahamannya soal cinta telah dipengaruhi oleh karya sastra dan film problematis.
“[Kalau] kita memperhatikan konten yang ada di sekitar kita, kebanyakan [memperlihatkan] hubungan toksik sebagai hubungan ideal,” ujarnya. “Dari pengalaman pribadi, saya gemar menonton film romantis komedi yang menceritakan cowok keparat dapat cewek baik-baik, sedangkan cewek cantik jatuh cinta dengan cowok pendiam.”
Dari situlah, dia jadi berpikir “intensitas” seorang laki-laki bergantung pada kapasitasnya menyalurkan perasaan, dan kita mencintainya dengan harapan bisa “membimbing” mereka menjadi sosok yang lebih baik.
“Saya rasa kebanyakan orang suka fakboi karena ingin ‘memperbaiki’ mereka. Orang-orang seperti saya merasa bangga kalau berhasil mendapatkan hati ‘bad boy’ karena sebagian dari diri kita senang merasa sedih. Ibaratnya jatuh cinta belum lengkap kalau tidak mendengarkan lagu sedih.”
Riya mengamati betapa berbedanya sikap mereka saat memahami perempuan daripada ketika mereka memperlakukan perempuan sebagai manusia. “Mereka memahami kamu, tapi mereka [juga] tak segan memanfaatkan sisi dirimu yang paling rapuh. [Mereka akan] meng-gaslight dan memanipulasi perasaanmu hingga akhirnya kamu mempertanyakan harga diri,” katanya.
Psikoterapis Ashika Jain menyebut munculnya perasaan familiar juga menjadi alasan banyak hati terpincut fakboi. “[Saat kita] jatuh cinta pada mereka, alasannya sangat berkaitan [dengan gaya keterikatan yang kita miliki],” jelasnya. “Katakanlah seseorang dibesarkan di lingkungan yang tidak dapat diandalkan, dan mereka memiliki jarak emosional dengan orang tua. Perilaku ini kemudian mendasari cara mereka menjalin hubungan dengan orang lain.”
Jain menambahkan, manusia pada dasarnya mencari sesuatu yang familiar karena dapat memberikan rasa aman. Itulah sebabnya orang yang besar di lingkungan tidak stabil dan penuh gejolak cenderung tertarik pada pengalaman serupa karena mereka sudah terbiasa dengan hal itu. “Objektivitas tidak ada gunanya di sini. Mereka suka fakboi karena sudah tahu caranya menghadapi mereka, karena mereka mendapat perlakuan yang sama semasa kecil dulu.”
Anant, 24 tahun, membeberkan cowok gay sekali pun bisa bersikap licik. “Saat saya merasa diinginkan oleh laki-laki yang penuh percaya diri, saya siap melakukan segalanya untuk mereka,” ucap lelaki yang meminta namanya disamarkan. “Masa bodoh mereka memperlakukan saya seperti sampah dan bersikap dingin, yang penting saya bisa mendapatkan mereka.”
Anant masih ingat ketika dia mengemis pada pacar supaya tidak diputusin, padahal mereka baru jalan dua bulan. Bahkan sampai keluar kata-kata dari mulutnya, bahwa pacarnya bebas tidur sama siapa saja, yang penting mereka tetap pacaran. “Saya jadi kebiasaan melakukan itu mungkin karena dibesarkan oleh ayah tunggal yang jarang punya waktu untukku. Saya akhirnya memandang urusan cinta sebagai hubungan yang berat sebelah, sehingga saya selalu membuka pintu selebar-lebarnya untuk fakboi.”
Lalu bagaimana caranya supaya kita bisa menghentikan kebiasaan ini? Apa yang bisa kita lakukan agar tak lagi terjebak dalam perasaan familiar yang toksik? Jain menerangkan, kita harus terlebih dahulu menyadari pilihan ini tidak sehat dan tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Selanjutnya, kita perlu memahami konsekuensi yang akan dihadapi bila mengejar fakboi, serta dampak yang mungkin ditinggalkan oleh mereka dalam hidup kita. Bagian ini jelas yang tersulit, tapi penting bagi kita untuk mengetahuinya. “Kamu harus menyadari hubungannya tidak normal jika orang yang kamu taksir menuntut perhatianmu sepanjang waktu, atau mereka labil,” tegas Jain.
Kamu juga harus bisa membuka diri kepada orang lain.
“Saat kamu menemukan orang yang sehat [secara emosional dan mental] dan benar-benar baik kepadamu, latihlah dirimu hingga terbiasa menerima kebaikan itu. Jangan langsung curiga saat mereka ‘bersikap terlalu baik’,” kata Jain.
Berbagai cara dapat kita tempuh untuk menciptakan hubungan yang sehat. Terapi memang pilihan bagus, tapi Dutta menyarankan untuk membangun support system yang mampu membantu kita terbebas dari pola hubungan yang selalu melukai hati. “Rasanya mungkin seperti [mengalami gejala] putus obat. Kamu tidak sanggup hidup sendirian dan harus berada di sekeliling orang yang peduli denganmu, selalu mendukungmu, dan tidak menghakimi masa lalumu,” pungkasnya.
Follow Arman di Twitter dan Instagram.