Boston Dynamics bersama sejumlah perusahaan robot lainnya telah menandatangani surat terbuka yang menyatakan dengan tegas, tidak akan mengizinkan produknya dijadikan senjata.
“Akan muncul risiko baru dan masalah etika yang serius apabila kita mempersenjatai robot yang dapat dikendalikan dari jarak jauh atau secara otonom, tersedia secara luas dan mampu menjangkau lokasi yang sebelumnya tidak dapat diakses,” demikian isi surat terbuka tersebut.
Perusahaan berjanji tidak akan melengkapi robot dan perangkat lunak ciptaan mereka dengan senjata, serta tidak akan mendukung pihak mana pun yang menjadikan robot sebagai senjata. Bila memungkinkan, semua perusahaan ini akan “mempelajari baik-baik” berkas permohonan pelanggan calon pelanggan guna menghindari penyalahgunaan di kemudian hari, dan mengembangkan langkah preventif guna meminimalisir potensi pelanggaran etik.
Surat terbuka dirilis di tengah tumbuhnya kekhawatiran akan hadirnya robot pembunuh. Pasalnya, belakangan ini, semakin banyak robot komersial yang dimodifikasi agar memiliki kemampuan membunuh, seperti drone yang dapat menjatuhkan granat, atau bahkan robot anjing mirip keluaran Boston Dynamics yang disulap menjadi penembak jitu. Dalam video yang beredar Juli lalu, seseorang memasang senapan mesin ringan pada robot anjing yang dapat melepaskan tembakan ke arah target. Lalu ada robot anjing yang dilengkapi granat berpeluncur roket (RPG).
Namun, setelah menuangkan janji-janji itu, perusahaan menegaskan akan mengecualikan “teknologi yang saat ini digunakan negara untuk menjaga keamanan dan menegakkan hukum.” Padahal, teknologi inilah yang menjadi alasan masalahnya kian genting.
Robot masih bisa membunuh walaupun tidak dilengkapi senjata. Boston Dynamics bahkan telah menguji kemampuan pengintaian robot ciptaannya, Spot, dalam misi tempur pasukan Angkatan Darat Prancis. Perusahaan itu juga mengembangkan humanoid tanggap bencana Atlas bersama Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), agensi di bawah naungan Departemen Pertahanan AS yang mengembangkan teknologi untuk keperluan militer. Bukan hal mustahil apabila robot-robot ini dimanfaatkan sebagai pelengkap senjata.
Contoh nyatanya sudah terlihat di sejumlah negara. Israel memasang sistem turet berbasis AI (kecerdasan buatan) yang akan menembakkan peluru berujung busa untuk membubarkan kerumunan warga Palestina di Tepi Barat. Badan imigrasi AS menggunakan mesin deportasi ciptaan Palantir untuk memantau gerak-gerik imigran. Amerika juga menghancurkan hidup rakyat Yaman dengan serangan drone-nya. Terlepas dari kegunaannya untuk menjaga ketertiban dan keamanan negara, teknologi semacam ini dapat merugikan dan membahayakan hidup manusia.
“Boston Dynamics semakin berkomitmen untuk tidak mempersenjatai robot, dan kami telah menyatakan ini dalam prinsip etika perusahaan, serta syarat dan ketentuan penjualan produk kami. Robot kami hanya boleh dipergunakan sesuai hukum, dan tidak untuk menyakiti atau mengancam manusia dan binatang. Kami juga melarang penggunaan robot sebagai senjata, atau dilengkapi senjata,” juru bicara Boston Dynamics memberi tahu Motherboard. “Kami akan memastikan pelanggan dan mitra kami memahami ini, dan kami akan mengambil tindakan yang tepat untuk mengurangi risiko penyalahgunaan produk kami.”
Langkah ini memang bagus untuk mencegah pemanfaatan robot sebagai senjata dan alat perang di masa depan, tapi juga menimbulkan sejumlah pertanyaan baru, khususnya bagaimana perusahaan akan memastikan pemilik robot tidak melanggar persyaratan yang telah ditetapkan.
Ini juga menimbulkan pertanyaan penting tentang sikap perusahaan yang tidak ikut menandatangani surat terbuka. Akankah mereka memegang komitmen serupa? Seperti yang telah kita ketahui, perusahaan selain Boston Dynamics tampak tak masalah jika robot anjingnya “yang menggemaskan” dijadikan alat pembunuh.