Penulis : Firman Jaya Daeli
Liputan4.COM—/Gunungsitoli—/ Penemuan, perawatan, dan pengembangan berbagai bentuk dan jenis “kebudayaan material fisik” merupakan sebuah dan serangkaian tantangan kebudayaan. Hakekat tantangan kebudayaan, pada dasarnya amat “bernilai, berarti, dan bermakna”. Kebernilaian, keberartian, dan kebermaknaan tantangan tersebut, dimengerti dan difahami karena pada dasarnya bersifat positif dan berdampak prospektif bagi kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Perihal kebernilaian, keberartian, dan kebermaknaan tantangan kebudayaan, juga dapat dimengerti dan difahami dalam terminologi kebudayaan. Hakekat sesungguhnya dan sejatinya dari terminologi tersebut, mengandung dan memiliki keluhuran, keadaban, dan kemuliaan. Terminologi tersebut, pada dasarnya meliputi dan mencakupi keseluruhan perihal pengembangan, penguatan, dan pemajuan nilai-nilai yang positif dan konstruktif.
Nilai-nilai yang dimaksud adalah sistem nilai (nilai-nilai) yang bermuatan, berorientasi, berwatak, dan berperilaku “membangun dan memajukan”. Ada nilai-nilai yang memotivasi, yang menyemangati, dan yang menguati bagi pembangunan kedaerahan, kebangsaan, dan kenegaraan. Dan juga bagi pemajuan kemanusiaan dan kemasyarakatan. Keseluruhan nilai-nilai berkebudayaan yang positif dan konstruktif adalah tantangan bersama dalam kehidupan berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kebudayaan material fisik, pada dasarnya dapat saling berdampingan efektif dan beririsan positif dengan kebudayaan nonmaterial (ide, gagasan, pemikiran, nilai-nilai, sistem nilai, dan lain-lain). Kedua formulasi dan artikulasi kebudayaan tersebut, juga merupakan hakekat kebudayaan. Dengan demikian, hakekat kebudayaan, sesungguhnya dan sebaiknya dibangun dan dimajukan secara menyeluruh dan mendasar dalam satu kesatuan hakekat kebudayaan yang utuh.
Kebudayaan pada gilirannya semakin dapat bertumbuh dan bergerak. Juga semakin dapat berjalan dengan kreatif dan inovatif. Kemudian berjalan dinamis dan dialektis untuk saling menumbuhkan dan saling menguatkan kualitas strategi kebudayaan. Penumbuhan dan penguatan atas kebudayaan, pada gilirannya berfungsi strategis untuk meletakkan dan menjadikan kualitas berkehidupan semakin berharkat dan bermartabat dalam spritualitas berkebudayaan.
Kebudayaan material fisik, pada dasarnya dapat ditemukan dalam berbagai bentuk dan jenis. Dan yang kemudian harus mendapat pelestarian, pemeliharaan, perawatan, dan pengembangan. Misalnya, antara lain : makam leluhur yang bersejarah ; desa/perkampungan/kawasan adat kebudayaan ; rumah/perumahan/gedung tradisional dan bersejarah ; kamar dan ruang rapat dan pertemuan adat kebudayaan yang bersejarah ; sumur/tempat permandian tua dan kuno ; dapur, peralatan dapur untuk memasak yang bersejarah dan bernilai adat kebudayaan ; beranda/teras rumah adat kebudayaan dan bersejarah ; patung dan berbagai “batuan” megalit, bersejarah, dan beradat kebudayaan ; bentuk dan jenis makanan dan pakaian adat tradisional kebudayaan yang bersejarah ; alat transportasi dan angkutan tradisional yang bersejarah ; peralatan dan perlengkapan perang dan tarian-tarian ; peralatan dan perlengkapan pernikahan/perkawinan dan berbagai ritual adat kebudayaan lainnya yang bersifat tradisional dan bersejarah ; peralatan dan perlengkapan kesenian serta kegiatan “sosial dan kultural” lainnya.
Kemudian ada juga dalam bentuk dan jenis : “fosil” manusia ; peralatan dan perlengkapan bersejarah lainnya ; benda-benda cagar budaya lainnya, kebudayaan fisik berkategori dan bersifat megalit, artefak, situs, dan lain-lain. Penemuan, perawatan, dan pengembangan berbagai bentuk dan jenis kebudayaan, pada dasarnya amat penting dan sesungguhnya sangat berpengaruh. Kebudayaan menjadi penting, strategis, dan berpengaruh karena kemudian bermanfaat atau berguna. Khususnya bagi penelitian, perumusan, dan pengembangan kebudayaan untuk semakin menghasilkan yang relevan dan terbaik bagi kehidupan yang berkebudayaan.
Tentu untuk semakin menguati dan memaknai kualitas dan kuantitas penemuan, perawatan, dan pengembangan kebudayaan, maka perlu didukung juga dengan faktor penting dan berpengaruh. Faktor tersebut adalah pendekatan studi akademik ilmiah keilmuan berbasis penelitian (riset). Kegiatan penelitian terutama dari kalangan ahli/pakar/ilmuwan arkeologi, antropologi, sosiologi, khususnya ilmuwan arkeolog. Tugas, tanggungjawab, dan peran arkeolog sangat penting untuk meneliti tingkat “keaslian dan kemurnian” serta kadar “ke-tua-an dan ke-umur-an” kebudayaan material fisik.
Konstruksi, substansi, dan narasi dari pendekatan studi akademik ilmiah keilmuan arkeologi dengan berbasis penelitian, pada dasarnya bersifat penting dan strategis. Lagi pula turut berpengaruh dan menentukan kualifikasi pernyataan dan obyektifikasi penilaian serta akurasi penyimpulan. Dengan demikian keseluruhan proses, metodologi, dan hasil penelitian terkait dengan penemuan, perawatan, dan pengembangan kebudayaan, pada gilirannya berpotensi menciptakan dan mengundang tingkat kepercayaan dan keyakinan yang semakin tumbuh dan terbangun.
Kemudian proses, metodologi, dan hasil penelitian, pada dasarnya juga berposisi mengukuhkan dan menumbuhkan keberadaan akar basis legitimasi studi akademik ; dan kekuatan akurasi ilmiah keilmuan yang kredibel dan akuntabel. Selanjutnya berposisi menunjukkan dan memastikan bobot faktual historis yang bernilai arkeologis tinggi dan kuat. Perihal tersebut karena didasarkan dan diselenggarakan dengan pendekatan studi akademik ilmiah keimuan yang berbasis penelitian arkeologis. Juga dengan dukungan pendekatan studi akademik ilmiah keilmuan historis, antropologis, dan sosiologis.
Hakekat dan kadar nilai arkeologis, akan semakin tinggi dan kuat lagi ketika didasari dan dikuati dengan pendekatan nilai historis dan sosiologis (kesejarahan dan kemasyarakatan, khususnya kesaksian dan penuturan tokoh-tokoh masyarakat, tua-tua adat, sesepuh-sesepuh budaya di kawasan setempat). Pendekatan nilai historis dan sosiologis, pada dasarnya bertumpu dan berbasis pada tradisi lisan (tutur-penuturan dan cerita kebajikan dan kejuangan leluhur dan keturunan yang bersifat turun temurun, yang disampaikan oleh para penutur dari kawasan setempat ; juga kesaksian yang bersifat langsung ataupun berkategori berjenjang dan bertingkat ; dan lain-lain).
Selanjutnya pendekatan nilai historis dan sosiologis, juga bertumpu dan berbasis pada tradisi tulisan. Perihal tradisi tersebut, misalnya, antara lain : dokumen yang bertaraf dan berkelas otentik dan konkrit ; berkas administratif yang terkait dan sesuai ; buku berupa tulisan arkeolog, sejarawan, sosiolog, antropolog, juga dari pengamat ; tulisan-tulisan lain lagi dalam berbagai kualifikasi, spesifikasi, dan karakteristik yang bernilai historis akurat ; dan lain-lain). Tentu masih ada lagi berbagai sumber tradisi tulisan yang dapat menjadi pedoman dan penuntun kebudayaan.
Penemuan, perawatan, dan pengembangan kebudayaan, menjadi relevan dan potensial berperan sebagai pengikat, penguat, dan pemakna kebudayaan. Relevansi tersebut diorganisasikan dan diselenggarakan dalam semangat membangun dan memajukan kehidupan bersama. Kemudian pada gilirannya merupakan dan menjadi tantangan kebudayaan bagi kepentingan kemanusiaan dan kebutuhan kemasyarakatan. Lagi pula merupakan dan menjadi tantangan bagi kebangkitan dan kemajuan daerah : dan bagi Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Tantangan kebudayaan, tentu mesti selalu bersifat dan berwatak kebudayaan yang inklusif (terbuka dan membuka diri, dialogis, tidak fanatik sempit) ; bersifat dan berwatak kebudayaan yang humanis, toleran, dan moderat ; bersifat dan berwatak kebudayaan yang demokratis, egaliter (setara), solider ; bersifat dan berwatak kebudayaan yang inisiatif, akomodatif, alternatif, solutif ; bersifat dan berwatak kebudayaan yang mempersatukan dan memperjuangkan ; bersifat dan berwatak kebudayaan yang membangun dan memajukan ; bersifat dan berwatak kebudayaan yang bergotongroyong ; dan lain-lain.
Tantangan kebudayaan semakin potensial untuk terwujud dengan rapi dan terbangun dengan baik. Kerapian dan kebaikan tersebut semakin membudaya ketika didekati dengan narasi “strategi kebudayaan”. Keseluruhan sifat dan watak kebudayaan diabdikan untuk kepentingan kemanusiaan dan kebutuhan kemasyarakatan. Juga demi untuk kemajuan daerah ; dan untuk keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan Indonesia dengan pendekatan strategi kebudayaan.
Postulat tantangan kebudayaan pada gilirannya kemudian harus senantiasa menjadi dasar pergulatan pemikiran dan pengabdian ; menjadi intisari perhatian dan pelayanan ; menjadi aspirasi dan orientasi pengorganisasian perjuangan dan pergerakan elemen dan komunitas organisasi kemasyarakatan (Ormas). Khususnya yang bersifat sosial dan kultural (organisasi yang berkegiatan sosial “kekeluargaan dan keturunan” dalam ranah atmosfir kebudayaan). Pergerakan dan pelayanan organisasi berdiri tegak dan berjalan lurus dalam lingkaran kebudayaan.
Perspektif tersebut merupakan pemikiran menyeluruh dan pertimbangan mendasar. Juga merupakan kerangka pergulatan dan pergumulan untuk masa kini dan masa depan. Khususnya berkaitan dan mengenai tantangan kebudayaan. Perspektif tersebut semoga merupakan dan menjadi titik pusat dan inti fokus organisasi. Dengan demikian elemen organisasi berbasis komunitas, harus setia pada dasar dan tujuan ; serta mesti taaf pada azas dan hakekat organisasi. Setia dan taat pada tugas, peran, tanggungjawab, dan komitmen untuk berjalan dan bergerak dalam ikatan jiwa dan etos semangat sosial kekeluargaan dan kebudayaan.
Keberadaan, kemantapan, dan kemajuan organisasi kemasyarakatan (Ormas) “Perkumpulan Keturunan Daeli” atau “Orahua Nga’oto Daeli” (OND) terletak pada kualitas pengorganisasian, penyelenggaraan, dan penggerakan organisasi. Juga terletak pada pendayagunaan keseluruhan sumber daya, berbagai modalitas, sejumlah potensi kekuatan, dan keseluruhan akses jaringan. Khususnya diabdikan untuk “membumikan dan mempraxiskan” serta mewujudkan dan merealisasikan program utama dan kegiatan pokok organisasi.
Organisasi sebagai elemen kekeluargaan dan komunitas kebudayaan, secara historis dan sosiologis berdasar dan berbasis pada kemurnian akar sosial dan akar kultural. Juga bertumpu dan berakar pada kebeningan hati nurani kemanusiaan dan kejernihan akal budi kemasyarakatan. Kemudian berdasar dan berbasis pada kebudayaan material fisik (penemuan, perawatan, dan pengembangan makam Tuada Daeli dan Tuada Gea serta Tuada Lainnya beserta sebagian peninggalan kebudayaan material fisik lainnya).
Pada tataran lain, organisasi juga selalu berdasar, berbasis, dan berakar pada kebudayaan nonmaterial. Konstruksi, substansi, dan narasi kebudayaan nonmaterial berupa dan berisikan berbagai ragam tradisi lisan dan tradisi tulisan. Tradisi kebudayaan tersebut mengandung dan memiliki nilai-nilai keluhuran, keadaban, dan kemuliaan. Lagi pula merupakan ide, gagasan, dan pemikiran kebudayaan yang bersifat humanis, ekologis, sosiologis, dan antropologis.
Kualitas dan kuantitas penemuan, perawatan, dan pengembangan berbagai bentuk dan jenis kebudayaan lainnya, tentu semakin menjadi tantangan kebudayaan yang serius, positif, kreatif, dan produktif. Penemuan, perawatan, dan pengembangan kebudayaan dengan berbagai kompleksitasnya, justru akan semakin baik dan bagus. Juga akan semakin menjadi tantangan kebudayaan yang mesti selalu dimaknai oleh organisasi. Untuk kemudian menjadi semakin berwarna, bernuansa, berwatak, bermakna, dan berkepribadian positif dalam kerangka membangun dan memajukan.
Tantangan kebudayaan pada awalnya dan dengan ukuran standarnya adalah tantangan kebudayaan untuk melakukan pencaharian, penelusuran, penemuan, pelestarian, perawatan, penataan, pengembangan, dan pembangunan, dan kebudayaan material fisik. Perihal tersebut meliputi dan mencakupi juga kegiatan lain. Termasuk tantangan untuk melakukan kegiatan pencaharian, penelusuran, penemuan, dan perumusan silsilah keturunan yang relatif utuh, akurat, jernih, dan obyektif – dalam semangat persekutuan seluruhnya dan persatuan semuanya.
Tantangan kebudayaan yang selanjutnya dan dengan bobot dinamikanya adalah tantangan untuk “mengkonfirmasi, mentransformasi, dan memaknai” penemuan, perawatan, dan pengembangan kebudayaan material fisik. Perihal tersebut melingkupi dan menyentuhi juga kegiatan yang memaknai tantangan nilai-nilai kebudayaan nonmaterial. Intisarinya adalah tantangan kebudayaan untuk melakukan kegiatan pencaharian, penelusuran, penemuan, dan perumusan adanya kandungan nilai-nilai kesejarahan, kejuangan, dan kebudayaan leluhur yang nilai-nilai tersebut bersifat dan berkategori baik, bajik, positif, dan konstruksi. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme ketika mencari, menelusuri, menemukan, dan merumuskan silsilah.
Pendalaman, pengembangan, dan pemetaan tantangan kebudayaan, pada dasarnya berkaitan dan berintikan pada “pertemuan dan perjumpaan” kebudayaan. Sesungguhnya dan sejatinya, kebudayaan material fisik dan kebudayaan nonmaterial memiliki irisan kesamaan. Kualitas irisan tersebut bertemu atau berjumpa pada kebersamaan untuk mentransformasi dan memaknai kebudayaan. Ada dan tumbuh hubungan erat dan menentukan serta keterkaitan kuat dan berpengaruh antara berbagai tahapan dan kebersamaan tantangan kebudayaan. “Instrumen pertemuan dan ruang perjumpaan” kebudayaan, senantiasa menjadi tantangan bagi organisasi. Terutama tantangan untuk membangun, menata, merawat, dan memelihara instrumen dan ruang kebudayaan tersebut.
Keseluruhan proses dan hasil dari kegiatan yang “mengkonfirmasi, mentransformasi, dan memaknai” tantangan kebudayaan adalah : adanya, tumbuhya, dan terbangunnya berbagai nilai-nilai berkehidupan, berwatak, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ada nilai-nilai kesejarahan, keadaban, keluhuran, kemuliaan, dan kebajikan dalam berkebudayaan. Kandungan substansi dan narasi dari segenap nilai-nilai tersebut diarahkan demi untuk kemanusiaan dan keutuhan ciptaan ; demi untuk kerakyatan dan kemasyarakatan ; demi untuk kebangkitan dan kemajuan daerah ; demi untuk keadilan, kemakmuran, kesejahteraan Indonesia.
Pemaknaan akan kegunaan dan kemanfaatan secara mendalam dan meluas dari penemuan, perawatan, dan pengembangan kebudayaan, terletak dan tergantung pada sejumlah perihal prinsipil. Pada dasarnya terletak dan tergantung pada lahirnya dan tumbuhnya serta pada terbangunnya dan berkembangnya : keniatan baik, kemauan kuat, keinginan keras, dan kebulatan tekad organisasi. Terutama dalam kerangka dan dalam kaitan dengan kualitas keberadaan, kemajuan, keutuhan, dan kesatuan civitas organisasi. Kualitas tersebut diabdikan untuk berfungsi, bertugas, bekerja, dan bertanggungjawab menyelenggarakan program dan kegiatan.
Intisarinya adalah kebermaknaan dan kebergunaan penyelenggaraan agenda kebijakan utama dan aksi kegiatan pokok dari organisasi. Sehingga dapat diperuntukkan untuk menanggapi, mengakomodasi, mewadahi, menghadapi, dan mengatasi tantangan kebudayaan. Kualitas dan kuantitas tantangan kebudayaan dalam kerangka dan dalam konteks organisasi, sesungguhnya dan sejatinya adalah juga merupakan dan menjadi tantangan bagi organisasi. Misalnya : tantangan untuk mengorganisasikan, menggerakkan, dan menggelorakan keseluruhan kekuatan yang berdampak tinggi dan kuat serta yang berpengaruh luas dan jauh. Perihal kekuatan tersebut misalnya : keberadaan dan ketersediaan sumber daya, modal dasar, potensi kuat, akses jaringan, energi positif, dan lain-lain.
Kemudian untuk diorientasikan dan diperuntukkan bagi kebaikan umum dan bagi kebajikan publik. Kebernilaian, keberartian, kebermaknaan dari keberadaan organisasi, terletak pada peningkatan, percepatan, dan pemusatan (fokus) pada penyelenggaraan tugas, peran, dan tanggungjawab utama dan pokok. Terutama untuk “mengkonfirmasi, mentransformasi, dan memaknai” nilai-nilai positif yang membangun dan memajukan dari penemuan, perawatan, dan pengembangan dan kebudayaan.
Dengan demikian, nilai-nilai tersebut kemudian mengarah, menuju, dan menjadi kawasan dan gugusan kebudayaan yang “berkehidupan dan menghidupkan”. Juga menjadi wahana yang berposisi sebagai “sebuah tanah lapang” dan “serangkaian atmosfir luas” yang sungguh-sungguh sangat bernilai, berdampak, berguna, dan bermanfaat. Khususnya bagi kemanusiaan dan bagi kemasyarakatan. Juga bagi pembangunan dan pemajuan daerah dan Indonesia berbasis kebudayaan.
Berdasarkan kerangka pemikiran dan bangunan pertimbangan mengenai penemuan, perawatan, pengembangan, pembangunan, dan pemajuan kebudayaan, maka makna kehadiran dan keberadaan organisasi, pada gilirannya menemukan relevansi dan urgensi. Organisasi semakin menjadi relevan dan urgen ketika membuka diri dan dengan rendah hati menjadikan dan menggerakkan organisasi untuk melayani dan mengabdi. Kerja pelayanan dan tugas pengabdian organisasi adalah untuk kepentingan umum dan kebutuhan publik. Kerja dan tugas tersebut bertujuan untuk membangkitkan dan memajukan keanggotaan dan komunitas secara menyeluruh. Juga untuk membangkitkan dan memajukan kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum.
Kualitas, profesionalitas, kapasitas, kapabilitas, integritas, kredibilitas, akuntanbilitas organisasi, harus senantiasa dan mesti semakin terawat dan terjaga. Prinsip-prinsip tersebut, selama menyertai dan sepanjang mewarnai kerja pelayanan dan tugas pelayanan organisasi secara internal dan eksternal, maka selama dan sepanjang tersebut pula keberadaan organisasi senantiasa dan semakin bernilai, berarti, dan bermakna.
Tantangan tersebut adalah tantangan bagi organisasi OND untuk mengkonfirmasi, mentransformasi, dan memaknai tantangan kebudayaan bagi kemanusiaan dan kemasyarakatan serta bagi Kepulauan Nias (Kepni). Dan bagi Indonesia Raya dengan ideologi dan falsafah Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan konstitusi UUD Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dengan semboyan dan etos Bhinneka Tunggal Ika.
Jakarta, 10 April 2022
“Salam Sehat Dan Sukses ; Salam OND ; Salam Indonesia Raya ; Ya’ahowu”
Berita dengan Judul: “Organisasi OND Dan Tantangan Kebudayaan Bagi Kemanusian & Kemasyarakatan Kepni – Indonesia” pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com. oleh Reporter : Juniria Zebua