Berita  

Obat Bius Masih Menjamur di Toko Online, Ada Risiko Kejahatan

obat-bius-masih-menjamur-di-toko-online,-ada-risiko-kejahatan

Suatu pagi, sehari setelah saya mengulik alasan polisi cekatan mengurus perkara asusila, sebuah pesan masuk di grup WhatsApp dari teman yang membagikan temuannya di lapak online. Rupanya, teman saya baru menemukan produk yang diklaim ampuh bikin orang terlelap. Akan tetapi, alasannya memberi tahu kami bukan karena ada yang sulit tidur, melainkan ia terganggu dengan potensi obatnya disalahgunakan.

Penasaran, saya mengklik tautan yang ada di pesan untuk mencari tahu kenapa teman begitu khawatir melihatnya. Tautan itu lalu membawa saya ke laman produk merek Valerian yang diiklankan sebagai obat tidur alami. Rasa ingin tahu saya semakin tergelitik setelah membaca tulisan ‘Privasi Dijamin Aman’ di poster utama. Kira-kira apa maksudnya? Kenapa perlu ada tulisan itu?


lazada valerian.jpeg
Tangkapan layar dari laman produk di Lazada

Saya menggulir layar hingga ke kolom ulasan produk dan melihat-lihat tanggapan pembeli. Kebanyakan testimoni mengatakan obatnya manjur, namun ada ulasan yang paling mengusik benak saya. “Solusi paling tepat buat istri yang sering nolak diajak berhubungan. Seller is the best,” tulis pengguna bernama Agos sambil menyertakan foto perempuan tertidur. Adapula komentar dari Badrudin yang menulis, “Efeknya cuma 3 jam bos. Tapi oke baru kali ini dapat produk yang benar-benar ada reaksinya.” Beberapa komentar lain juga menyematkan foto perempuan terlihat tertidur.

Terlepas dari perempuan di foto istrinya atau bukan, artinya penggunaan obat ini bisa juga untuk orang lain. Merujuk pada komentar di atas, Valerian bisa membuat perempuan tiga jam tidak sadar. Tentu banyak hal yang bisa dilakukan dalam tiga jam tersebut.

Walau keterangan produk menyebutnya obat tidur, ulasan pembeli membuktikan tak sedikit yang menjadikannya alat membius orang. Saya pun kepikiran, apakah memang semudah itu mendapatkan obat bius di pasaran? Obat bius tergolong keras dan penggunaannya mesti sesuai anjuran dokter, sehingga seharusnya tidak dijual bebas.

Fakta di lapangan berkata lain. Kamu cukup berselancar di internet dan membuka berbagai e-commerce mainstream. Setelah membayar, obat bius siap meluncur ke rumahmu dalam hitungan menit. Kamu tak perlu repot-repot menyogok petugas apotek untuk mendapatkannya.

Tidak percaya? Saya sudah mencoba sendiri. Satu obat tidur merek Valerian yang diduga bisa ‘menidurkan’ para perempuan. Satu lagi zat chloroform, yang bisa membuat seseorang tidak sadar dengan cepat. Masih banyak versi tentang efek samping Valerian. Namun untuk chloroform, senyawa itu jelas bisa mematikan.

Baiklah, kita coba order Valerian yang tersedia di Lazada. Semua langkah seperti umumnya kita membeli barang di e-commerce. Mulai dari menentukan jumlah pembelian produk sampai membayar. Dan ya, lancar-lancar saja. Tidak ada kendala atau pertanyaan apapun, meski itu obat yang belum jelas juntrungannya.

Sembari menunggu obat datang, saya konsultasi dengan Adilia Tri Hidayati, teman yang berprofesi apoteker di apotek swasta Jakarta. Dia sangsi dengan kandungan obat yang tertera di deskripsi berupa calcium, ginseng, vitamin C, dan multivitamin. “Enggak mungkin isinya itu. Namanya valerian mestinya isinya valeriana officinalis, tumbuhan yang emang punya khasiat menenangkan,” katanya.

Keterangan mencantumkan obatnya diproduksi di Australia, tapi tidak ada tanda telah terdaftar BPOM. Meski obat herbal, tetap perlu izin dari BPOM untuk bisa beredar. “Kadang kalau yang belum terdaftar di BPOM, dia tidak mencantumkan kandungan yang sebenarnya dalam produk,” kata Adilia.

Saya juga bertanya dengan dokter Dwi Kartika Sari tentang obat Valerian. Dia mengaku ini pertama kalinya melihat obat valerian, yang tidak ditemukan referensi artikel berbahasa Indonesia. Kebanyakan referensi valerian berasal dari artikel berbahasa Inggris.

“Ada kemungkinan besar, ini enggak masuk secara resmi di Indonesia,” kata Kartika yang berpraktik di salah satu puskesmas di Magelang, kepada VICE.

Sepertinya informasi valerian dalam bahasa Indonesia masih sedikit. Dosen Fakultas Farmasi UGM, Ika Puspita Sari, memberikan dua artikel tentang valerian saat saya tanya dampak obat ini pada tubuh. Dalam artikel Healthline, tertulis akar valerian merupakan salah satu alat bantu tidur alami paling umum yang tersedia.

Kandungannya digunakan untuk memperbaiki pola tidur yang buruk, mengurangi kecemasan, meredakan gejala menopause, dan meningkatkan relaksasi. Dalam penggunaannya bisa dijadikan kapsul, ekstrak cair, atau teh. Tanaman ini banyak ditemukan di Asia dan Eropa.

Dalam beberapa percobaan skala kecil, dampak yang terjadi di setiap individunya berbeda antara satu pengguna dengan pengguna lain. Setidaknya peneliti mencatat empat dampak.

Pertama, dampak mimpi nyata bagi pengguna. Lantaran mengandung minyak esensial dan senyawa iridoid glikosida, yang dapat merangsang reseptor opioid dan produksi serotonin di otak. Hasilnya pengguna mendapatkan efek relaksasi dan meredakan gejala depresi. Berdasarkan alasan ini, akar valerian biasanya tidak direkomendasikan untuk orang yang kecenderungan mengalami mimpi yang tidak menyenangkan, karena dapat menyebabkan mimpi buruk.

Dampak lainnya berupa detak jantung yang cepat atau berdebar. Adapula potensi gangguan mulut dan pencernaan ringan hingga sedang. Percobaan penggunaan valerian juga menyebabkan peningkatan diare. Dampak terakhir berupa peningkatan sakit kepala dan gangguan mental. Namun, dampak-dampak ini masih perlu penelitian lebih lanjut.

Obat-obatan alternatif yang mengandung akar valerian juga bisa berdampak pada ensefalopati atau penyakit yang menyerang struktur atau fungsi otak sehingga mengganggu kesadaran penderitanya.

Perbincangan dengan beberapa narasumber sempat terpotong suara ‘pakeeeeet’ dari depan rumah. Valerian dari Lazada sudah sampai dengan selamat. Dengan harga Rp65.000, saya mendapatkan satu botol kecil.

Dari proses pemesanan hingga sampai di Jogja memakan waktu tiga hari. Alamat pengirim yang tercantum berasal dari Demak, Jawa Tengah. Saat mengecek riwayat pembelian di Lazada, pengiriman paket ini sempat gagal. Entah apa alasannya. Pengiriman baru berhasil pada percobaan kedua.

Setelah berhasil membeli valerian, ada produk lain yang sepertinya lebih berbahaya. Namanya Chloroform. Penemuan produk ini di Bukalapak sudah provokatif sejak dari poster dagangan. Dalam gambar itu, terlihat foto produk dan ilustrasi penggunaannya. Ilustrasi itu berupa seorang pria yang menutup hidung dan mulut perempuan dengan kain. Dalam gambar, perempuan nampak lemas dan tak berdaya.

Berbeda dengan Valerian yang secara kandungan masih simpang siur, Chloroform jelas obat keras yang dilarang peredarannya. Tidak perlu susah-susah mencari, bahkan di bungkus obat itu tertera kata ‘poison’ alias racun dengan warna merah.

bukalapak chloroform 2.jpeg
Contoh obat bius hirup chloroform

Tidak jauh berbeda saat membeli Valerian, traksaksi obat seharga Rp155.000 ini juga mudah. Bahkan secara waktu pengiriman, membeli Chloroform ternyata lebih cepat. Saat barang sampai, tertera alamat Jogja sebagai pengirim.

Saya langsung dicecar berbagai pertanyaan setelah memperlihatkan chloroform pada Dokter Kartika. “Kamu dapat dari mana?”, “Mau buat apa?”, dan segala pertanyaan lain yang mengisyaratkan obat ini punya efek bukan main. Saya menjelaskan duduk perkaranya, dan dari situ saya mengetahui chloroform biasa digunakan dalam praktikum. Kartika ingat saat SMA, dia menggunakan zat itu untuk membius hewan yang menjadi bahan percobaan praktik. Namun, dia tidak pernah melihat zat ini dipakai di rumah sakit. Menurutnya, produk ini terlalu berbahaya untuk dijual bebas, terutama di situs jual beli online yang tidak ada pengawasan dari ahlinya. “Takutnya buat kejahatan, buat nyulik orang,” tutur Kartika.

Dosen Ika mengungkapkan penggunaan chloroform pada hewan sudah dilarang. Penjualannya juga sangat dibatasi. Chloroform merupakan senyawa yang memiliki dampak menurunkan kesadaran yang bekerja dengan menekan sistem saraf pusat secara cepat. Apabila terhirup bisa membuat tidak sadar. Ika kembali memberikan beberapa referensi tentang chloroform.

Sebelumnya, chloroform digunakan dalam produksi refrigeran HCFC-22 (chlorodifluoromethane atau hydrochlorofluorocarbon 22) untuk digunakan dalam AC atau freezer supermarket besar. Penggunaan ini telah dilarang di peralatan tersebut sejak 2004.

Chloroform juga digunakan dalam formulasi pestisida sebagai pelarut dan perantara kimia di laboratorium. Dalam industri, chloroform dijadikan bahan pembersih sampai produksi pewarna. Bahan itu juga digunakan dalam alat pemadam kebakaran serta dalam industri farmasi dan karet. Penggunaannya tidak jarang pula dalam pembuatan plastik fluorokarbon, resin, dan propelan.

Di masa lalu, chloroform banyak digunakan untuk menginduksi dan memelihara anestesi medis. Penggunaannya sebagai obat bius dihentikan karena efek kesehatan yang merugikan.

Pada 2018, bocah tiga tahun di North Carolina, Amerika Serikat, tewas akibat keracunan chloroform. Saat diminta keterangan oleh pihak kepolisian setempat tentang bahaya senyawa itu, Profesor Kimia dari North Carolina Wilmington University, Pamela Seaton, menjelaskan chloroform dapat menyebabkan sesak napas, aritmia atau defibrilasi, hingga kematian.

“Seseorang seharusnya tidak bisa membelinya (chloroform) sembarangan,” terang Seaton dikutip media lokal. “Anda harus memiliki lisensi. Jika seseorang sampai bisa memilikinya, mereka mendapatkannya dari tempat kerja atau sumber lain.”

Ternyata Ika juga sering mendapatkan obat keras yang dijual secara bebas di e-commerce. Beberapa contohnya seperti meropenem dan fentanyl. “Lengkap kalau [saya] pas iseng cek toko online,” kata Ika. “Saya sering lapor dan ngodein ke BPOM.”

Saat VICE memberitahukan temuan obat ini, Lazada menegaskan pihaknya telah melarang keras penjualan barang terlarang jenis apapun di platform. Lazada menerapkan kebijakan dan proses pengawasan ketat untuk mencegah penjualan barang terlarang. Secara rutin, tim Lazada meninjau aktivitas penjual dan pelanggan untuk memastikan semua pihak mematuhi peraturan dan kebijakan yang berlaku.

“Selain itu, kami juga telah memblokir kata kunci terkait untuk mencegah barang terlarang bisa ditemukan di platform kami. Kami akan terus melakukan pemantauan ketat dan menurunkan barang yang melanggar peraturan di Lazada,” kata Lazada Indonesia dalam keterangan tertulis pada VICE.

Lazada mendorong pengguna untuk melaporkan toko yang terindikasi melanggar peraturan supaya lebih cepat ditindak.

Bukalapak juga menyatakan mereka secara rutin memonitor jenis barang yang dijual di platformnya. Bukalapak memastikan kepatuhan pada aturan yang berlaku. Mereka berharap bekerja sama dengan pengguna yang dapat melaporkan ketidakwajaran pada platform Marketplace Bukalapak melalui Live Chat BukaBantuan.

“Jika kami menemukan adanya pelapak yang terindikasi melanggar aturan, tentunya akan kami tindak dengan cara memblokir akun penjual dan atau barang yang melanggar tersebut,” kata VP of Marketplace Bukalapak, Dessy Kadriyani, dalam keterangan tertulisnya.

Dessy juga mengatakan, Bukalapak memiliki tim yang memantau secara berkala para penjual yang tidak mengikuti aturan, termasuk di dalamnya obat-obatan yang hanya boleh didapatkan dengan resep dokter.

Penjualan chloroform juga terlihat di Shopee. Namun saat hendak transaksi, ada keterangan penjual sudah tidak aktif selama lebih dari tujuh hari. Beralih ke Tokopedia, saat mencari beberapa kata kunci obat bius, muncul peringatan apabila itu obat keras. Mereka merekomendasikan untuk pencarian obat yang sudah terdaftar oleh BPOM.

Setelah menerima tanggapan dari Lazada dan Bukalapak, saya coba membuka lagi tautan yang sama, yang sebelumnya untuk membeli Valerian dan chloroform. Pada 27 November 2022, Valerian di Lazada sudah tidak tersedia. Namun, chloroform di Bukalapak masih tersedia. Setidaknya sejauh ini sudah terjual sembilan produk.

Saya juga penasaran mengecek obat yang sempat Ika sebut: meropenem dan fentanyl. Meropenem merupakan antibiotik atau antibakteri carbapenem golongan beta laktam. Untuk fentanyl masuk dalam kelas obat analgesik opiat (narkotika). Meropenem tersedia di banyak e-commerce, begitu pula halnya dengan beberapa jenis fentanyl (meski jumlahnya lebih sedikit).

Mendengar semua penjelasan ini, saya akhirnya memahami kekhawatiran temanku tadi. Kemudahan membeli obat bius di internet sangatlah berisiko, apalagi kalau produknya jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Meski iklannya sebatas mengatasi masalah tidur, bukan tidak mungkin obat semacam Valerian dijadikan alat melakukan kejahatan. Bahkan foto-foto yang dipakai pun menandakan “obat tidur” bisa disalahgunakan untuk memerkosa atau menculik perempuan.

Semua situs jual beli online memang sudah mengharamkan penjualan obat-obatan terlarang. Akan tetapi, selama kita sebagai pengguna memilih tutup mata dan bertindak seolah-olah produknya tidak ada, penjahat akan selalu diberi kemudahan untuk melancarkan aksinya. Karena akui saja, perusahaan e-commerce baru mengambil tindakan setelah menerima laporan dari pengguna. Mau bukti? Menjelang artikel ini dimuat, muncul berita pembunuhan satu keluarga di Magelang. Anak kedua yang diduga meracuni keluarganya mencampurkan racun di kopi dan teh. Dari mana anak itu mendapatkan racun? Toko online.