Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia merasa sedang berkonflik dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pangkal masalahnya, anggaran operasional MPR untuk tahun anggaran 2022 dipangkas. Kemenkeu, sebagai bendahara negara, merasa perlu melakukan pengalihan pos anggaran dalam rangka penanggulangan Covid-19.
Alhasil, anggaran operasional MPR yang sempat mencapai Rp1,04 triliun tiga tahun lalu, untuk 2022 turun menjadi Rp695,7 miliar, merujuk laporan CNBC Indonesia. Anggaran itu turun dari rencana awal Rp750,87 miliar, mencakup belanja pegawai, belanja barang, hingga belanja modal MPR RI.
Jika melihat proses pembahasan APBN selama lima tahun terakhir, anggaran khusus untuk MPR sebetulnya kerap naik turun. Namun untuk kali ini, petinggi MPR merasa tidak terima, lantaran menkeu dianggap bersikap tidak sopan.
MPR mengklaim sudah mengundang Menkeu Sri Mulyani rapat beberapa kali untuk merundingkan pemangkasan anggaran. Karena satu dan lain hal, Menkeu tidak pernah menghadiri undangan rapat tersebut. Ketidakhadiran Sri Mulyani, menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, membuat muntab kolega-koleganya.
“Sudah beberapa kali diundang oleh Pimpinan MPR, Sri Mulyani tidak pernah datang. Dua hari sebelum diundang rapat, dia selalu membatalkan datang. Ini menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak menghargai MPR sebagai lembaga tinggi negara,” kata politikus Golkar akrab disapa Bamsoet itu, lewat keterangan tertulis.
Saking marahnya pada kebijakan pemotongan anggaran ini, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, yang sama-sama dari partai Golkar, mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Sri Mulyani dari posisinya sebagai bendahara negara.
Anggaran MPR yang dirumuskan Kemenkeu dianggap Fadel tidak memadai untuk menjalankan program-program lembaga mereka. Salah satu pos anggaran MPR yang paling terpotong adalah sosialisasi empat pilar kebangsaan, program yang rutin dikritik pengamat politik karena tidak jelas dampaknya.
“Kami di MPR ini kan pimpinannya 10 orang, dulu cuma empat orang kemudian 10 orang. Namun anggaran di MPR malah turun, turun terus,” kata Fadel, pada Selasa (30/11), seperti dikutip Kompas.com. Pemangkasan anggaran, ditambah ketidakhadiran Sri Mulyani diundang rapat MPR, menurut Fadel merupakan bukti menkeu tidak becus bekerja.
“Copot Sri Mulyani Indrawati, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” tandas Fadel. “MPR adalah sebuah lembaga tinggi negara, kita minta agar mendapatkan perlakuan yang wajar, dibandingkan dengan yang lain-lain.”
Desakan petinggi MPR agar Menkeu Sri Mulyani dicopot, mendapat kritikan balik dari lembaga swadaya Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi). Pasalnya, MPR seharusnya memperjuangkan anggaran lembaganya sejak fase pembahasan APBN antara Kemenkeu dan Badan Anggaran di DPR, yang berlangsung sejak awal tahun ini.
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menuding sikap Bamsoet dan Fadel “kekanak-kanakan.” Menurutnya Bamsoet Cs salah alamat bila menuding Sri Mulyani sebagai satunya-satunya penentu pengurangan pos anggaran MPR RI, mengingat DPR juga terlibat dalam diskusi APBN untuk 2022. Jika memang keberatan dengan penyusunan APBN, sudah ada jalur resmi yang bisa dipakai MPR untuk membahasnya di tataran DPR.
“Jangan manfaatkan lembaga untuk mengintimidasi pejabat lain, apalagi dengan alasan yang lebih terlihat sentimentil,” kata Lucius, saat diwawancarai CNN Indonesia.
Lucius sekaligus mengkritik kebijakan sosialisasi empat pilar kebangsaan yang jadi alasan MPR meminta anggaran dinaikkan. “Ini lebih terlihat seperti proyek-proyekan MPR saja. Sudah cukup lama sosialisasi empat pilar ini dilakukan MPR, mana hasilnya?” tandas Lucius.
Dihubungi terpisah oleh media, juru bicara Kemenkeu memastikan pemotongan anggaran MPR untuk 2022 terpaksa dilakukan, karena pemerintah perlu mendukung pos pengeluaran lain terkait Covid-19. Pos-pos itu misalnya penambahan bantuan sosial, bantuan UMKM, serta bantuan biaya perawatan masyarakat yang terpapar Covid varian Delta.