Milisi Taliban melakukan proses sweeping terhadap orang-orang yang dianggap melanggar syariat Islam di berbagai daerah, salah satunya musisi. Dalam video yang mulai ramai beredar awal pekan ini, Taliban terlihat mengolok-olok pengamen yang menangis menyaksikan alat musiknya dibakar, sembari ditonton kerumunan massa.
Rekaman itu berasal dari Distrik Zazai Arub, di Provinsi Paktia, wilayah timur Afghanistan, diduga terjadi pada 15 Januari 2022. Sembari membakar drum dan harmonium, salah satu milisi memperingatkan orang-orang yang berkerumun mengenai larangan bermusik.
Si pengamen itu kemudian diseret ke tengah kerumunan, dipaksa meminta maaf pada massa agar tidak lagi bermusik, serta diminta menyebut diri “saya sampah masyarakat”. Nampak baju si musisi sobek-sobek setelah sebelumnya sempat dihajar para militan.
Di Afghanistan, mayoritas musisi turut menyambi jadi pengamen. Nafkah terbesar mereka berasal dari undangan memeriahkan acara pernikahan atau ulang tahun. Band cukup jarang, karena sebagian besar adalah musisi tunggal yang memainkan harmonium dan drum.
Profesi di bidang musik sempat diharamkan sepenuhnya ketika Taliban pertama kali berkuasa sepanjang kurun 1996 hingga 2001. Ketika rezim Islamis itu ditumbangkan Amerika Serikat, musisi bermunculan kembali di berbagai kota.
Taliban mengikuti tafsir sebagian mazhab dalam Islam yang mengharamkan musik. Alhasil, sepanjang dekade 1990-an, sempat terjadi razia besar-besaran musisi serta penghancuran kaset serta CD. Beberapa musisi lokal nekat tampil sembunyi-sembunyi untuk menghibur acara kecil. Namun tak sedikit dari mereka tertangkap dan akhirnya dihukum penjara serta cambuk.
Sejak tahun lalu Taliban kembali berkuasa di Afghanistan, karena pasukan Amerika Serikat meninggalkan negara itu. Kebijakan garis keras pelan-pelan bermunculan lagi, termasuk razia musisi.
Dalam video yang viral itu, salah satu prajurit Taliban mengumumkan pada warga bahwa setiap musisi akan bernasib serupa. “Memainkan alat musik adalah tindakan memalukan. Semoga Tuhan mengampuni kita semua,” ujar salah satu prajurit.
Sang musisi yang harmoniumnya dibakar tampak menangis sesenggukan, sembari mengutuk dirinya sendiri sesuai perintah prajurit Taliban. “Saya sampah masyarakat, semoga Allah melaknat saya,” ujarnya sembari menangis.
Selain larangan bermusik, Taliban kembali memunculkan watak konservatifnya dengan membatasi ruang gerak perempuan di ruang publik. Perempuan dilarang bepergian tanpa muhrim, serta aksesnya mendapat layanan kesehatan serta pendidikan dilaporkan mulai kembali merosot seperti era 90-an.
Pada 16 Januari 2021, ratusan perempuan menggelar unjuk rasa di Ibu Kota Kabul, memprotes tindakan prajurit Taliban menembak seorang ibu yang melintas di batas kota dan cekcok dengan seorang milisi. Pasukan Taliban menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan perempuan tersebut.