Masyarakat sipil Ukraina berbondong-bondong terlibat aktif mendukung militer negaranya menahan gempuran Rusia. Salah satu caranya adalah meracik bom molotov bermodal botol alkohol, untuk menyerang tank-tank Negeri Beruang Merah.
Pembuatan molotov dilakukan warga Ibu Kota Kiev dan Kota Dnipro, yang saat ini tengah menjadi titik pertempuran sengit antara militer kedua negara. Jurnalis foto di lapangan berhasil merekam aktivitas relawan bawah tanah mencampur bensin dan polisterine ke dalam botol-botol bekas minuman beralkohol.
Secara kekuatan militer, Ukraina jelas kalah jauh dari Rusia. Namun hingga hari ke-4 operasi militer Kremlin, kota-kota strategis di Ukraina tak kunjung berhasil diduduki tentara Rusia. Padahal, beberapa pengamat menyatakan target Vladimir Putin adalah tentaranya berhasil merebut Ibu Kota Kiev dalam dua hari operasi.
Jenderal Alexander Syrsky, dari Komando Pertahanan Kiev, mengklaim situasi ibu kota “sangat terkendali”.
“Berbagai upaya dari tentara pendudukan Rusia berhasil kami gagalkan, dan tidak sedikit alutsista mereka yang berhasil dihancurkan oleh tentara Ukraina,” ujarnya.
Menjelang akhir pekan lalu, pemerintah Ukraina mengajak masyarakat melakukan perang semesta mempertahankan tanah air. Warga yang ingin menjadi relawan dipersilakan mengambil senapan di markas komando tiap kota, dengan syarat menunjukkan paspor. Sebagian lagi, seperti terekam dalam seri foto ini, memakai taktik lain untuk melawan balik menggunakan molotov.
Pemerintah Ukraina turut menyadari pentingnya rakyat melawan dengan segala cara, sehingga akun-akun resmi negara di aplikasi Telegram membagikan resep pembuatan bom molotov.
Salah satu pabrik bir di Kota Lviv menyambut rencana tersebut dengan tangan tersebut. Bahkan, manajemen pabrik mengumumkan mereka menghentikan produksi bir untuk sementara waktu, demi menyuplai pasokan bahan baku bom molotov untuk warga.
Merujuk data terakhir dari PBB, korban konflik Rusia-Ukraina selama empat hari mencakup 240 warga sipil, dengan 64 di antaranya tewas. Sebanyak 160 ribu orang terpaksa mengungsi. Data lain dari pemerintah Ukraina mengklaim korban tewas mencapai 352 orang, dengan 14 di antaranya anak-anak. Kementerian Pertahanan Rusia, melalui jubir Igor Konashenkov, turut mengakui ada banyak tentaranya yang tewas “secara heroik” dalam upaya merebut ibu kota Kiev. Meski begitu, Kremlin tidak menjabarkan berapa orang dari militer mereka yang tewas sepanjang operasi berlangsung.
Kemampuan Ukraina mempertahankan negara mereka dari serbuan armada darat, laut, maupun udara Rusia membuat reputasi Presiden Volodymyr Zelenskyy meroket. Media internasional menjuluki Zelenskyy, mantan komedian tenar di industri televisi Ukraina, berhasil menunjukkan kepemimpinan yang brilian untuk mengobarkan semangat rakyatnya, di tengah risiko dibunuh militer Rusia.
Tekanan pada Rusia turut menguat, karena berbagai negara Eropa mengikuti langkah Inggris dan Amerika menjatuhkan sanksi ekonomi kepada perbankan Rusia. Swiss, negara yang selama ini rutin bersikap netral dalam konflik internasional, mengumumkan rencana turut membekukan aset-aset petinggi Kremlin untuk mencegah perang terus berlangsung.
Adanya berbagai tekanan itu membuat potensi gencatan senjata menguat. Presiden Zelenskyy mengumumkan pada Senin 28 Februari 2022 pagi waktu setempat, delegasi Ukraina akan bertemu wakil Rusia di dekat perbatasan Belarusia membahas kemungkinan gencatan senjata “tanpa syarat apapun.” Tawaran dialog dari Rusia sebelumnya ditolak oleh Zelenskyy, karena Rusia dia anggap mematok berbagai prasyarat mustahil, termasuk agar dia mundur dari posisi presiden.