Spencer Elden, 30 tahun, sebetulnya tidak bisa mengingat momen ketika fotonya menjadi bagian dari sejarah musik dunia. Dia baru berusia empat bulan, ketika seorang fotografer sobat ortunya memotret Spencer berenang di sebuah kolam kawasan Pasadena, California, Amerika Serikat.
Foto tersebut, menampilkan sosok Spencer yang masih bayi tersenyum saat berenang, terpilih menjadi sampul Nevermind, album kedua band Nirvana yang menjadi sensasi rock n roll pada awal dekade 90’an. Album itu membuat mayoritas anak muda berbagai negara gandrung pada grunge, mengakhiri popularitas hair metal, hingga menyulut fenomena sosio-kultural yang membentuk pola pikir pesimistik generasi X yang terasa dampaknya sampai sekarang.
Spencer tentu ikutan populer, karena sosoknya menjadi ikon yang diingat para penggemar Nirvana. Foto Spencer diedit, menjadi terkesan mengejar lembaran uang dollar yang ditarik kail ikan. Penis Spencer yang terpampang jelas di sampul Nevermind, sekaligus menjadi hal lain yang kerap disinggung penggemar Nirvana saat bertemu dengannya.
Namun, popularitas foto bayinya, dan tentu saja penisnya, lambat laun membuat Spencer masygul. Dia menggugat sekaligus Geffen Records selaku label rekaman yang merilis Nevermind, sang fotografer Kurt Weddle, dua personel Nirvana yang masih hidup—Dave Grohl dan Krist Novoselic—serta janda mendiang Kurt Cobain, yakni Courtney Love. Total ada 15 individu dan perusahaan yang dia mintai ganti rugi.
Seperti dilansir oleh BBC, Spencer diwakili pengacaranya meminta ganti rugi senilai US$150 ribu kepada semua pihak terkait di produksi album Nevermind atas dugaan “eksploitasi seksual”. Orang tua Spencer dulu hanya dibayar US$200 oleh Weddle untuk foto tersebut.
“Sampul album [Nevermind] menampilkan anak-anak dengan cara yang provokatif secara seksual, demi meraup ketenaran, mendorong penjualan album tersebut, sekaligus memancing agar ada ulasan dari media,” demikian salinan gugatan Spencer yang diajukan ke Pengadilan Federal California. Gugatan itu telah didaftarkan pada 25 Agustus 2021.
Dalam salinan gugatan, aspek problem kesehatan mental Spencer turut dimasukkan sebagai kerugian imateriil. “Identitas dan nama asli [Spencer] selamanya akan terkait dengan eksploitasi seksual komersial yang dia alami sebagai anak di bawah umur. Fotonya terlanjur didistribusikan dan dijual ke seluruh dunia sejak dia masih bayi hingga hari ini,” demikian pernyataan kuasa hukum spencer kepada pengadilan.
Spencer menolak diwawancarai media atas motivasinya baru menggugat sekarang setelah 30 tahun berlalu dari perilisan Nevermind. Dia dulunya sempat merasa bangga, dan bersedia memeragakan ulang pose itu (meski tidak sambil telanjang) untuk perayaan ulang tahun rilis Nevermind ke-10, dan ke-20. Spencer juga mengaku foto itu membuat karirnya sebagai pegiat seni rupa di California terdongkrak.
Menurut catatan the New York Times, Spencer mulai berubah pikiran terhadap popularitas foto bayinya sekitar 2016. Dalam wawancara dengan beberapa media, seperti GQ dan New York Post, dia mengaku lama-lama risih “karena saya ikut terkenal untuk momen yang sama sekali tidak bisa saya ingat.”
Selain itu, Spencer pernah menyinggung kalau memang popularitas fotonya langgeng, seharusnya dia dapat kompensasi lebih. “Saya sih inginnya tiap orang yang sudah melihat foto penis saya semasa bayi membayar,” kata Spencer.
Melalui pernyataan terpisah, Robert Y. Lewis selaku pengacara Spencer menilai kliennya dirugikan dalam banyak aspek sehingga berhak menggugat kapanpun. Salah satunya, karena foto Spencer diedit, mengesankan dia mengejar duit. “’Klien saya jadi memiliki citra seperti pekerja seks anak yang sedang berupaya meraih uang dollar,” demikian kata Lewis seperti dikutip CNN.
Selain itu, tidak pernah ada klausul pemberian hak dari ortu Spencer terhadap Weddle untuk menggunakan foto tersebut ke medium lain, seperti sampul album musik.
Pengacara Spencer lainnya, Maggie Mabie, mengklaim Spencer yang kini tinggal di Los Angeles tak bisa bekerja normal akibat stres dengan efek popularitas foto bayinya di sampul album Nevermind selama 30 tahun terakhir. Dia terpaksa menjalani terapi psikologis dan itu yang melandasi gugatan ini.
“Klien saya nyaris tidak pernah bertemu orang yang belum pernah melihat alat kelaminnya,” kata Mabie seperti dikutip the New York Times. “Foto di sampul album itu adalah pengingat abadi bagi [Spencer] kalau dia sudah tidak punya privasi. Hak privasinya seakan tidak berharga di mata dunia.”