Kasus kematian satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat, mencapai kesimpulan akhir versi polisi. Polda Metro Jaya menyatakan penyelidikan resmi diakhiri pada 9 Desember 2022, setelah dipastikan kematian mereka terjadi secara alami, tanpa ada upaya perampokan, pembunuhan, atau tindakan sengaja lainnya.
“Penyidikan kami, baik dari Labfor, maupun melibatkan berbagai ahli tidak ditemukan adanya peristiwa pidana yang menyebabkan kematian empat orang di TKP tersebut,” ujar Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi, selaku Dirkrimum Polda Metro Jaya dalam jumpa pers di kantornya.
Meski penyidikan resmi diakhiri, Hengki mengakui tetap ada berbagai faktor kurang wajar dalam kematian berturut-turut empat orang di Kalideres. “Yang terjadi di Kalideres adalah kematian wajar dalam kondisi yang tidak wajar. Ini fenomena yang cukup unik bagi kami,” imbuh Hengki.
Satu keluarga yang meninggal ini terdiri dari empat orang. Ada sepasang suami-istri bernama Rudyanto Gunawan (71) dan Reni Margaretha Gunawan (68). Turut meninggal adalah anak mereka Dian Febbyana (40) dan ipar Budiyanto (69).
Penemuan korban pertama kali pada 10 November 2022 oleh Ketua Rukun Tetangga (RT) di Perumahan Citra Garden Satu Extension Kalideres. Sang ketua RT mencium adanya bau busuk. Setelah menghubungi polisi, rumah korban yang kala itu dikunci dibongkar paksa. Polisi menemukan para korban di ruangan yang berbeda. Namun kondisinya sama, meninggal dengan tubuh ‘mengering’.
Ketua Tim Asosiasi Psikologi Forensik Reni Kusumawardhani, yang membantu penyelidikan kepolisian, menilai kasus ini dipicu oleh ketertutupan keluarga ini, bahkan pada kerabat sendiri. Mereka mengalami problem keuangan sejak pandemi Covid-19, tapi enggan meminta bantuan pada kerabat maupun tetangga. Menurut Reni, lambat laun mereka pasrah dan membiarkan kondisi kesehatan tiap anggota keluarga memburuk.
Keluarga di Kalideres itu, dari catatan polisi, sudah lebih dari 20 tahun tidak bertegur sapa dengan keluarga sendiri yang masih tinggal di kawasan Jabodetabek. Ketika Rudi meninggal, misalnya, ditemukan catatan bahwa mereka tidak memakamkannya akibat ketiadaan biaya untuk mengurus penguburan secara layak.
“Alienasi atau mengasingkan diri mereka sejak lama sekitar 20 tahunan, sehingga komunikasi dengan kerabat sudah terputus. Ini menyebabkan mereka sungkan dan enggan untuk meminta pertolongan atau dukungan,” kata Reni.
Terkait dugaan bahwa keluarga tersebut menganut keyakinan klenik atau sekte fatalistik sehingga meninggal tanpa mau meminta bantuan orang lain, sosiolog yang dilibatkan polri cukup skeptis. “Kesimpulan saya mereka bukan penganut sekte apokaliptik. Mereka orang normal yang bisa meninggal karena penyakit dan lain-lain,” kata Sosiologi Agama, Jamhari, yang turut hadir dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya.
Hanya saja, satu orang yang meninggal bernama Rudy Gunawan memang tertarik dengan kajian agama serta klenik sejak mahasiswa. Hal itu terindikasi dari temuan buku-buku agama Kristen, Islam, Budha, serta n selembar kertas tertulis ayat-ayat alquran disertai minuman jeruk nipis di kamar mendiang Rudy.
“Mungkin saja mereka melakukan ritual keagamaan untuk mendapat kesembuhan karena mereka sedang sakit atau membantu masalah yang sedang dihadapi,” kata Jamhari. “Saya kira ini ritual biasa yang bisa dilakukan orang-orang yang lain.”
Salah satu saksi yang memberikan banyak informasi terkait kematian korban adalah mediator dan dua petugas koperasi simpan pinjam. Mereka sempat bertemu dengan Dian dan Budiyanto pada 13 Mei 2022. Dari keterangan sang petugas koperasi, polisi jadi mengetahui bila keluarga tersebut berada dalam kondisi ekonomi sulit.
Kala itu, mediator hendak menjadi perantara penggadaian rumah antara keluarga korban dan pihak koperasi. Setelah rumah yang ditaksir bernilai Rp1,2 miliar ini dianggap layak untuk digadaikan, mediator dan petugas koperasi ingin bertemu dengan pemilik rumah. Terutama mereka ingin bertemu dengan Reni yang namanya tertera di sertifikat rumah.
Saksi yang masuk rumah mencoba membangunkan Reni, namun tidak ada respons. Justru dia semakin curiga merasakan tekstur tubuh Reni yang lembut. Tanpa sepengetahuan Dian, saksi menyalakan senter di ponsel untuk melihat Reni lebih jelas. “Allahuakbar, ini sudah mayat,” kata Kombes Hengki menirukan keterangan saksi.
Dian, seingat saksi, menyanggah pernyatannya. Dian mengatakan apabila ibunya masih hidup. Dia masih rutin meminumkan susu dan menyisir rambut ibunya. Namun setiap kali menyisir, rambut Reni rontok.
Melihat hal ini, petugas koperasi mengajak kedua rekannya untuk pergi. Budiyanto mengejar petugas yang sudah keluar. Dia meminta agar mereka tidak memberi tahu siapapun kondisi yang ada di dalam rumah. Detail ganjil tersebut membuat banyak orang berteori, termasuk kemungkinan para korban menganut aliran tertentu, yang membuat mereka meninggal dalam sebuah ritual.
Kesimpulan polisi belum menjawab berbagai hal ganjil dari kasus ini. Misalnya, kenapa mereka tidak makan dan minum dalam waktu lama? Masyarakat sejak awal menyangsikan bila alasan ekonomi satu-satunya mengakibatkan para korban tidak bisa membeli makanan, dan akhirnya jatuh sakit.