Berita  

Meski Jokowi Bela 75 Pegawai KPK, Tes Kebangsaan yang Jadi Polemik Terus Disorot

meski-jokowi-bela-75-pegawai-kpk,-tes-kebangsaan-yang-jadi-polemik-terus-disorot

Presiden Joko Widodo akhirnya turut bersuara mengenai polemik yang terjadi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa pekan terakhir. Lewat pernyataan resmi pada Senin (17/5), Jokowi mengatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) “harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis”. Tapi, menurut presiden, perubahan status pegawai itu tidak pernah diniatkan pemerintah untuk melemahkan KPK.

Akibat proses peralihan status itu, faktanya, ada 75 pegawai yang dinyatakan gagal dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), salah satunya penyidik senior Novel Baswedan. Mereka terancam diberhentikan dari KPK dan memicu kritik berbagai kalangan, apalagi kemudian muncul laporan sebagian dari 75 orang ini sedang menangani kasus besar.


Jokowi pun menegaskan kegagalan dalam tes tersebut “tidak serta-merta menjadi dasar untuk memberhentikan” pegawai KPK yang sebagian sudah senior dan berpengalaman menyidik kasus korupsi kakap.

“Kalau dianggap ada kekurangan, saya menganggap masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi,” kata Jokowi, dalam siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Ia mengaku sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi, bahwa pengalihan status tersebut “tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN”. Oleh karena itu, Jokowi meminta para pimpinan KPK dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) agar segera “merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes”. 

Sebelumnya, langkah Ketua KPK Firli Bahuri yang mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Tes Wawasan Kebangsaan dikritik banyak pihak. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa mereka yang gagal tes harus menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan, sembari menanti keputusan berikutnya. Ini kemudian dikhawatirkan berujung kepada pemecatan.

Novel, sebagai salah satu pegawai KPK yang dikenal sangat vokal, menyebut ia dan 74 orang lainnya akan terus melawan. Dia menilai tes tersebut tidak bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam tubuh lembaga antirasuah itu, melainkan untuk “singkirkan 75 pegawai KPK yang kritis dan berintegritas”.

“Ini upaya terakhir untuk mematikan KPK. Alasan utama 75 pegawai protes karena setiap upaya untuk mematikan KPK harus dilawan, dan memberantas korupsi adalah harapan masyarakat,” kata Novel lewat Twitter pada Minggu (16/5).

Beberapa waktu sebelumnya, Novel juga mencuitkan soal kejanggalan menjadikan hasil TWK sebagai dasar untuk membuat nasib ia dan rekan-rekannya tidak jelas. Apalagi ada yang masih terlibat dalam penanganan korupsi. Novel sendiri adalah salah satu penyidik yang menangani kasus bansos Covid-19 dan simulator SIM. 

“Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bukan tes kompetensi atau tes untuk seleksi,” tulisnya. “Dalam UU 19/2019 dan Putusan MK jelas pegawai KPK menjadi ASN hanya bersifat peralihan yang tidak boleh merugikan pegawai KPK, tapi digunakan untuk singkirkan 75 pegawai, beberapa sedang tangani kasus besar.”

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut TWK itu sendiri tidak memiliki dasar hukum. “Selain bertentangan dengan hukum, melanggar etika publik, TWK yang digagas oleh Ketua KPK Firli Bahuri juga ditolak oleh banyak pihak,” kata Kurnia. “Semestinya pimpinan KPK periode ini malu karena selalu membuat gaduh akibat melahirkan kebijakan-kebijakan kontroversi yang tidak berdasar hukum.”

Salah satu yang memprotes keras adanya TWK dan konsekuensinya terhadap 75 pegawai itu adalah mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Sependapat dengan Novel, ia melihat TWK sebagai jalan untuk mengeluarkan orang-orang di dalam lembaga yang justru lantang menolak korupsi.

“Ini bukan soal lulus atau ga lulus, tapi tes yang bermasalah. Apalagi non-job pegawai tidak punya dasar hukum yang kuat. TWK kepentingan siapa?” tulis Febri lewat akun Twitter pribadinya.

Sementara, sampai hari ini Novel mengatakan bahwa Dewan Pengawas (Dewas) masih bungkam soal nasib mereka. “Tadi kami mendapatkan jawaban dari Ketua Dewas belum mengambil tindakan apapun, belum mengambil kebijakan, penilaian, atau keputusan apapun terkait SK yang dikeluarkan Firli Bahuri,” tuturnya.