“Jangan takut,” kata Ahmed al-Mansi, berusaha menenangkan kedua putrinya yang panik mendengar suara bising pesawat tempur di atas rumah mereka di Jalur Gaza. “Main saja, ya. Jangan takut. Gak ada apa-apa, kok.”
Dalam sebuah vlog, dua anak perempuan dan seorang bocah laki-laki tampak memamerkan pakaian dan mainan baru yang dihadiahkan sang ayah untuk merayakan Idul Fitri. Kegembiraan menyelimuti mereka kala itu. Namun, dua hari kemudian, ayah berusia 35 itu tewas dalam serangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Gaza tak seluas Kota Semarang, tapi merupakan salah satu wilayah terpadat di dunia. Dalam serangan yang berlangsung 11 hari awal tahun ini, kota tersebut dihantam sekitar 1.500 rudal. Gedung-gedung dan rumah runtuh karenanya.
Sebagai balasan, Hamas melancarkan ribuan roket ke Israel, yang sebagian besar berhasil dicegat sistem pertahanan Kubah Besi Israel.
Perangnya dipicu putusan Mahkamah Agung Israel yang menentukan nasib keluarga Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki. Rupert Colville selaku juru bicara PBB untuk divisi hak asasi manusia mengatakan, potensi pengusiran keluarga Palestina dan menyerahkan rumah mereka kepada pemukim Israel melanggar “hukum humaniter internasional dan [tindakan ini] termasuk kejahatan perang”.
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 260 warga Palestina dan 13 orang Israel. Dalam episode teranyar Source Material, kami mengungkap konsekuensi kemanusiaan yang tragis dari konflik Israel-Palestina melalui kematian seorang ayah.