Keterampilan multibahasa yang memungkinkan orang beralih dari satu bahasa ke bahasa lain atau mencampur berbagai bahasa kerap kali dianggap lebih sebagai masalah daripada sebagai kelebihan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para penutur multibahasa sering diberi label dengan istilah-istilah yang merendahkan seperti pengguna “bahasa gado-gado” untuk orang Indonesia yang ‘mencampuradukkan’ bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam suatu percakapan. Penggunaan bahasa campur-campur di Indonesia juga dikenal dengan istilah ‘bahasa gaul’ dan ‘bahasa Jaksel (Jakarta Selatan)’.
Berbagai penelitian telah mendokumentasikan penggunaan istilah-istilah serupa di negara lain. Misal, ada istilah bahasa rujak di Malaysia, amulumala di Nigeria, dan tuti futi di komunitas penutur Punjabi di India.
Ada juga istilah yang mungkin terdengar lebih netral seperti Singlish (Singapura), Japlish (Jepang), Franglais (Prancis/Kanada), Taglish (Filipina) dan Hinglish (India) untuk mencap mereka yang “mencampuradukkan” banyak bahasa.
Beberapa orang berpendapat bahwa praktik multibahasa semacam itu mencerminkan ketidakmampuan seseorang untuk berpikir secara terstruktur dan sistematis. Sistem pendidikan formal juga umumnya memandang praktik bahasa tersebut sebagai penghalang bagi keberhasilan akademik siswa karena diyakini memperlambat proses pembelajaran.
Namun, banyak penelitian yang telah membuktikan sebaliknya.
Berlawanan dengan pendapat umum di atas, penelitian menunjukkan bahwa praktik multibahasa tidak memiliki efek buruk pada prestasi akademik siswa. Bahkan, penggunaan pendekatan multibahasa di ruang kelas telah terbukti penting dalam meningkatkan prestasi akademik siswa dan bahkan menutup kesenjangan prestasi antara siswa yang tinggal di kota dan di desa.
Penelitian juga telah menunjukan bahwa kemajuan akademik siswa multibahasa, khususnya dalam kemampuan membaca dan matematika, dua sampai tiga kali lipat lebih besar daripada teman-teman mereka yang hanya menggunakan satu bahasa.
Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa keterampilan multibahasa dapat memberi siswa keunggulan akademis.
Pertama, keterampilan multibahasa membantu siswa mengaktifkan pengetahuan awal (prior knowledge) mereka, yang memberikan efek positif dalam proses penguasaan pengetahuan baru.
Pengetahuan awal di sini mengacu pada pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh siswa sebelumnya di konteks sekolah maupun di rumah.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pengetahuan awal sangat bermanfaat dalam memahami pengetahuan baru. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya peneliti dan praktisi pendidikan yang berusaha menjembatani kesenjangan pengetahuan di antara konteks rumah dan sekolah.
Pengetahuan awal memainkan peranan penting dalam meningkatkan prestasi akademik terutama karena pengetahuan awal dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa, menarik perhatian mereka, dan membantu mereka untuk menafsirkan, mengevaluasi, dan menginternalisasi informasi baru.
Dengan kata lain, kegagalan untuk mengaktifkan pengetahuan awal ini kemungkinan akan mengakibatkan siswa kehilangan motivasi dan kurang aktif dalam proses pembelajaran.
Satu pertanyaan terkait mungkin muncul sehubungan dengan penjelasan ini: bagaimana kita mengaktifkan pengetahuan awal ini?
Di sinilah keterampilan multibahasa di kelas memainkan peranan penting.
Pengetahuan awal diformulasikan lewat kemampuan bahasa siswa, yang meliputi pembentukan kata, frasa, dan kalimat dari bahasa pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Sederhananya, untuk mengaktifkan pengetahuan awal siswa secara optimal, guru harus memanfaatkan seluruh kemampuan berbahasa siswa.
Menerapkan aturan keharusan menggunakan satu bahasa saja di kelas hanya akan mengaktifkan pengetahuan yang tertanam dalam satu bahasa tersebut. Hal ini akan sedikit menyulitkan siswa dalam memproses dan memahami pengetahuan baru.
Kedua, keterampilan multibahasa membantu membangun hubungan antara siswa dan guru, yang merupakan hal penting dalam peningkatan prestasi akademik. Saat ini sudah semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa hubungan yang baik antara guru dan siswa berkontribusi positif pada pembelajaran dan prestasi akademik siswa.
Hal ini terutama karena hubungan yang baik antara guru dan siswa adalah kunci untuk mempertahankan keterlibatan aktif dan minat siswa dalam pelajaran yang diajarkan.
Berdasarkan hasil penelitian, praktik multibahasa terbukti efektif dalam membangun dan memelihara hubungan semacam itu. Misalnya, sebuah penelitian menemukan bahwa praktik multibahasa di kelas membantu siswa untuk membangun hubungan yang baik dengan guru mereka yang kemudian membantu mereka memahami materi dengan lebih baik.
Keterampilan multibahasa memungkinkan guru dan siswa menggunakan banyak strategi untuk membangun komunikasi dan hubungan yang bermakna satu sama lain.
Misalnya, humor, candaan dan gurauan terbukti dapat menjadi sumber yang kaya yang dapat digunakan siswa di kelas untuk membangun “rumah aman” (safe house), tempat mereka dapat dengan leluasa mengekspresikan identitas mereka dan pada saat yang bersamaan mengikuti kegiatan kelas.
Hal-hal seperti itu umumnya dipelajari melalui berbagai bahasa yang mereka peroleh di luar kelas.
Ketiga, keterampilan multibahasa membantu meningkatkan kondisi mental siswa, yang merupakan faktor kunci keberhasilan pembelajaran. Kondisi mental memainkan peran penting dalam peningkatan prestasi akademik. Emosi positif membantu meningkatkan atensi, kegigihan dan fokus siswa.
Tanpa memperhatikan kondisi mental ini, siswa akan merasa dikucilkan secara sosial karena latar belakang dan identitas sosial budaya mereka tidak diakui. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa toleransi terhadap penggunaan keterampilan multibahasa di sekolah memiliki efek positif pada kondisi mental siswa yang akhirnya membantu meningkatkan prestasi akademik mereka.
Hal ini terkait dengan fakta bahwa bahasa dan emosi berhubungan erat. Semakin banyak bahasa yang digunakan seseorang, semakin mudah ia mengekspresikan emosinya.
Dengan demikian, penggunan bahasa siswa yang kaya di ruang kelas kemungkinan akan membantu mereka mengembangkan emosi dan mental mereka.
Selain itu, kesejahteraan siswa multibahasa terkait dengan rasa memiliki yang lebih kuat terhadap lingkungan sekolah. Ini kemudian membantu mereka membangun hubungan dengan teman-teman dan guru-guru mereka.
Hubungan positif ini menciptakan interaksi positif yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Akhirnya, kondisi ini akan membantu mereka meningkatkan prestasi dan pencapaian akademik mereka.
Rasman adalah dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Yogyakarta. Beberapa penelitiannya mencakup topik pendidikan multilingual, identitas multilingual, dan kebijakan bahasa
Artikel ini pertama kali tayang di The Conversation Indonesia dengan lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya di sini.