Berita  

Menurut Media Korut, ‘Squid Game’ Adalah Potret Nelangsanya Jadi Warga Korsel

menurut-media-korut,-‘squid-game’-adalah-potret-nelangsanya-jadi-warga-korsel

Setelah meraih status sebagai tayangan di platform streaming Netflix yang paling banyak ditonton sepanjang sejarahnya, wajar bila banyak orang masih membicarakan serial Squid Game produksi Korea Selatan. Menariknya, salah satu yang turut membuat review serial TV populer tersebut adalah media propaganda di Korea Utara.

Pemerintah Korut sebetulnya melarang warga menyaksikan tayangan drakor yang dianggap dekaden dan mengajarkan nilai hidup materialistis. Nyatanya, redaksi situs berita Arirang Meari, yang bisa disebut sebagai media propaganda resmi Korut di Internet, tampaknya curi-curi kesempatan menonton Squid Game atas dalih kajian kebudayaan.


Artikel di situs tersebut mengulas Squid Game pada 12 Oktober 2021, menyebutnya sebagai potret menyedihkan kehidupan warga di Korea Selatan yang terjebak kapitalisme. “Di serial ini, bisa kita lihat bahwa warga Korea Selatan hidup dalam hukum rimba, korupsi, serta amoralitas di mana-mana,” demikian kesimpulan tim redaksi Arirang Meari.

Sebenarnya, ulasan itu tidak sepenuhnya keliru sih. Cerita sembilan episode Squid Game memang cukup gelap, menggambarkan para karakternya harus bertahan hidup dalam modifikasi permainan tradisional korea yang jadi sangat berbahaya. Para peserta lomba mematikan itu mayoritas adalah orang yang terlilit utang, dan berharap bisa meraih hadiah utama uang tunai amat besar.

Adanya perhatian dari media Korut ini menunjukkan Squid Game memang betul-betul populer. Dari catatan Netflix, jumlah penonton tayangan tersebut mencapai 111 juta orang, dalam waktu kurang dari sebulan.

Di mata redaksi Arirang Meari, serial Squid Game adalah metafora kehidupan warga Korsel yang nestapa, karena mereka harus bertahan hidup tanpa ada “perlindungan” negara, berbeda dari kehidupan “nyaman” penduduk Korut yang bebas dari praktik jahat kapitalisme.

“Tayangan ini menunjukkan bila masyarakat dibiarkan tidak teratur dan hidup seperti di rimba, maka mereka harus menghadapi kompetisi amat ekstrem,” demikian kesimpulan review situs Korut tersebut. “Orang miskin dalam masyarakat yang amat kompetitif, hanya akan menjadi pion kepentingan orang-orang kaya.”

Tentu, klaim sepihak media Korut itu patut dipertanyakan, mengingat negara tertutup itu beberapa bulan lalu menggelar program “pemberdayaan” anak-anak yatim piatu untuk bekerja di tambang milik negara.

Menjadi anggota redaksi Arirang Meari sebetulnya cukup menarik, bila kalian orang Korut. Mereka mendapat privilese untuk bisa menyaksikan tayangan dan hiburan mancanegara, tanpa risiko dihukum. Sekadar informasi, bila kepergok menonton acara TV Korsel, atau mendengarkan K-pop, warga Korut bisa didenda, bahkan dikirim kerja paksa.

Adapun situs Arirang Meari yang beroperasi sejak 2016 rutin mengulas tayangan-tayangan Korsel, atau film Amerika Serikat, untuk menunjukkan pada pembaca betapa lebih enak hidup di Korut.

Squid Game, North Korea, K-drama, Netflix
Cuplikan adegan “Squid Game”. Sumber: Netflix.

Pada September 2021, situs Arirang Meari membuat ulasan drakor lain D.P., yang menceritakan upaya kepolisian Korsel menangkap tentara yang desersi. Drakor itu menurut situs tersebut, menggambarkan betapa lemah militer Korsel, karena membiarkan korupsi merajalela di lembaga mereka.

Terlepas dari propaganda tersebut, Korut masih konsisten membuat manuver yang mengancam situasi keamanan Benua Asia. Awal pekan ini, negara tersebut menggelar pameran militer, memamerkan koleksi rudal hipersonik yang bisa menjangkau benua lain. Korut sampai sekarang enggan menghentikan riset senjata nuklir, dengan alasan negara mereka akan selalu terancam oleh Korsel dan Amerika Serikat, sehingga harus punya pertahanan yang kuat.

Follow Junhyup Kwon di Twitter.