Anda mungkin pernah berada di situasi mendapat tekanan pertemanan, sehingga terpaksa lepas masker saat foto bareng demi estetika. Kalau pernah, sekarang saatnya kalian lebih tegas menolak. Pemerintah, lewat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, kembali mengeluhkan masih ada turis mengabaikan protokol kesehatan dengan mencopot masker saat berfoto, baik rame-rame maupun pas selfie. Soalnya tindakan ini udah divonis memperbesar peluang penularan virus.
Permintaan untuk lebih taat pakai masker kala selfie diucap Sandiaga saat melaporkan perkembangan program Kemenparekraf, dalam konferensi pers mingguan, disiarkan kanal YouTube Kemenparekraf, pada 20 September 2021. Saat dimintai evaluasinya terkait uji coba pembukaan 20 titik wisata di daerah-daerah berstatus PPKM Level 2 dan 3, Sandiaga bilang masih banyak turis yang memunggungi prokes.
“Yang perlu ditingkatkan juga tentang taat protokol kesehatan yang kadang-kadang mereka [turis] suka melepas masker. Apalagi pas foto, kalau lagi selfie-selfie, mereka suka lepas-copot gitu. Padahal, kita bilang enggak boleh dan ini kita harapkan makin disiplin penggunaannya,” ujar Sandiaga.
Masalah ini dianggap jadi kendala buat membuka tempat wisata sepenuhnya. Selain itu, sang mantan wagub Jakarta menyebut masih ada gangguan sinyal saat pengunjung menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Akibatnya, pengunjung kesulitan check-in. QR code kerap susah dideteksi sehingga bikin antrean mengular. Nah lho, gimana nih Pak Luhut yang baru aja usul agar PeduliLindungi jadi e-wallet sekalian?
Balik ke soal melepas masker saat foto, tren ini sebenarnya udah dikeluhkan pemerintah saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 selepas libur Lebaran tahun ini. Juru Bicara Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi waktu itu mengimbau masyarakat buat enggak buka masker saat berfoto. “Foto bersama cuma satu menit buka masker, padahal ada satu hal yang selalu mengintai kalau lengah,” ujar Nadia, Agustus lalu. “Peningkatan kasus yang sangat signifikan [bulan Juli 2021] yakni akibat lengahnya protokol kesehatan ditambah mobilitas yang tinggi [karena liburan].”
Praktisi kesehatan juga enggak pernah capek mengingatkan bahwa melepas masker demi foto yang lebih indah bukan tindakan bijak. Dokter Spesialis Paru Erlang Samoedro menyebut, membuka masker saat berfoto memperbesar risiko penularan karena ketika berfoto, ada kecenderungan orang tidak menjaga jarak. Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban sepakat juga. Kalau emang pengin lepas masker, Zubairi merekomendasikan foto sendiri aja lah.
“Kalau kita tidak memakai masker saat foto tersebut, tentu kita akan menjadi lebih mudah tertular karena enggak ada pelindung [sekalipun itu hanya beberapa detik]. Tapi kalau misalnya mau difoto, fotonya sendiri, itu enggak apa-apa. Asal yang memfoto itu jaraknya lebih dari dua meter, itu enggak apa-apa kalau foto sendiri,” kata Zubairi kepada CNN Indonesia. “Tapi kalau foto bersama-sama, [melepas masker] itu tidak boleh.”
Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menjelaskan, satu-satunya syarat apabila ingin aman melepas masker saat berfoto dengan orang lain adalah kita mengetahui status kelompok orang-orang tersebut. Harus dipastikan bahwa masing-masing tidak membawa virus dari orang lain, dan menyebarkan kepada orang lain di kemudian waktu.
“Kita [perlu] tahu dalam kelompok [foto] semua sudah divaksinasi penuh, sudah dites [swab] 3 x 24 jam terakhir, misalnya. Atau misal kita bertetangga dekat, dan tahu [kegiatan] sehari-hari dan status imunisasi masing-masing, ya enggak jadi masalah. Tapi, kan umumnya orang enggak tahu [kondisi orang lain],” kata Dicky saat dihubungi VICE.
Soal mengetahui betul status Kesehatan orang dekat kita, Dicky punya cerita menarik. Ia mengacu pada eksperimen social bubble yang sedang dilakukan Australia. Konsepnya, beberapa orang yang enggak tinggal serumah boleh bikin semacam kelompok terpantau yang saling update status kesehatan masing-masing. Dengan demikian, mereka bisa berinteraksi less prokes satu sama lain.
“Jadi satu kelompok tahu betul status imunisasi dan behaviornya. Di Australia juga [sudah diterapkan] pada anak sekolah. Jadi tiga anak sampai naik kelas juga bersama terus, boleh main ke rumahnya boleh, main bersama selalu bertiga di grup itu,” kata Dicky.
Di luar konteks eksperimen itu, ia mengingatkan bahwa penularan Covid-19 saat ini bisa berlangsung dalam waktu sangat singkat. “Jangankan lima menit [untuk membuka peluang penularan], data sekarang menyebutkan kurang dari semenit pun sudah cukup. Artinya saat ini, minimalisir lah potensi penularan itu. Jangan ambil risiko,” tutupnya.