Saya lahir dan tumbuh besar di Tuscany, sebuah wilayah di Italia yang berjarak kurang lebih satu jam berkendara dari Florence. Jadi sudah tidak diragukan lagi, saya seorang pencinta kuliner. Ragam kuliner di daerah tempat tinggalku, Pistoia, sayangnya kurang bervariasi. Rasa pun tidak sebanding dengan harganya. Menurut saya, La Fenice menjadi satu-satunya pilihan menarik di kota berpenduduk 90.000 jiwa. Pizzeria itu merupakan restoran bersejarah yang diambil alih oleh Manuel Maiorano sekitar tiga tahun lalu.
Sang pemilik menghadirkan aneka menu baru yang inovatif tanpa menghilangkan cita rasa aslinya. Maiorano suka berkreasi dengan adonan pizza Napoletana yang tebal, juga pizza Romana yang tipis dan renyah. Namun, ada satu hidangan yang menggelitik rasa ingin tahuku: pizza uramaki, yang tak lain tak bukan adalah pizza yang dibuat dari bahan-bahan sushi.
Bulu kuduk mungkin akan berdiri saat kamu membacanya. Seolah-olah pizza topping nanas dan boba belum cukup menakutkan, kini ada orang merusak masakan klasik Italia dengan resep yang aneh. Akan tetapi, percayalah pizza sushi tidak seburuk kedengarannya.
Maiorano terpikir menciptakan pizza uramaki ketika bisnisnya terdampak lockdown selama pandemi Covid-19. Orang jarang makan langsung di restoran, sehingga penghasilan mereka sepenuhnya bergantung pada layanan pesan antar.
Dia dituntut memutar otak supaya pelanggan tidak bosan memesan yang itu-itu saja. Dan jika diperhatikan, pizza dan sushi merupakan dua hidangan yang paling sering dipesan warga lokal. Dari situ muncullah ide mengombinasikan keduanya. “Menyantap pizza di rumah tidak senikmat makan langsung di restoran,” jelasnya saat diwawancarai VICE. “Karena itulah saya tertarik melahirkan masakan fusion yang mampu membangkitkan sensasi unik, tapi rasanya tetap enak meski sudah dingin.”
Tantangan terbesar bagi Maiorano yaitu mengganti uruchimai (nasi yang biasa digunakan untuk membuat sushi) dengan tepung. Dia memilih roti foccacia kukus demi mempertahankan rasa original, serta mencegah adonan pizza menjadi lembek setelah dingin. “Toppingnya mayoritas terbuat dari bahan-bahan asli Italia, tapi disusun sedemikian rupa hingga mirip sushi,” lanjutnya. Walaupun begitu, ia tetap memasukkan cita rasa Jepang di dalam menu unik ini.
Sejauh ini, restorannya menawarkan empat jenis pizza sushi. “Rosso di Sera” (secara harfiah berarti “Senja Merah” dalam bahasa Italia) terbuat dari salmon sashimi, keju Philadelphia, kacang almond panggang, guacamole dan serbuk lemon. “Marco Polo” terbuat dari tuna sashimi yang direndam kecap asin, rumput laut wakame, wijen, chive mayo dan pistachio. “Radici” terbuat dari beef tartare, bawang goreng, keju fondue pecorino, saus teriyaki dan sriracha. Yang terakhir ada “Ebi”, pizza berbahan tempura udang, saus asam manis, gelato stracciatella pedas dan salad jagung.
Maiorano tidak puas jika kreasi barunya sebatas pizza berasa sushi. Ia menginginkan hidangan yang punya keunikannya sendiri. “Hidangan ini paling nikmat disantap bersama koktail atau sampanye. Akan ada sensasi mengejutkan dalam mulutmu,” terangnya.
Dia berharap selain menggugah selera, inovasi restorannya mampu “mencairkan suasana”. Dengan kata lain, pelanggan tergugah untuk ngobrol dan bertukar cerita tentang rasanya sembari melahap pizza. “Biasanya saat membeli pizza, kamu cuma makan tanpa benar-benar menikmati teksturnya. Tapi dengan menu ini, kamu bisa mencicipi dan menceritakan seperti apa rasanya kepada orang lain. Suasana makan malam akan terasa lebih akrab.”
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Italy.