Pada 2020, Korea Selatan menetapkan provinsi Gyeongbuk sebagai zona bebas regulasi bagi budidaya tanaman rami, menjadikannya pusat industri kanabis negara itu. Penduduk Andong sudah ribuan tahun menanam rami untuk dijadikan kain, sehingga wajar jika kota di provinsi tenggara itu menjadi pusat budidaya.
Zona khusus ini menjadi satu-satunya tempat yang mengizinkan petani berlisensi untuk bercocok tanam ganja sebagai komoditas ekspor dan tanaman obat.
Seperti negara-negara Asia Timur lainnya, Korsel memiliki peraturan ketat terhadap penggunaan ganja. Seseorang dapat dikenai hukuman hingga lima tahun penjara apabila tertangkap basah mengonsumsi atau mengedarkan ganja.
Namun, undang-undang tersebut telah diubah pada 2018, sehingga menjadikan Korsel negara pertama di Asia Timur yang melegalkan ganja medis. Zona Bebas Regulasi Gyeongbuk resmi diluncurkan tahun ini.
Kim Soo-bin merupakan salah seorang petani yang mengantongi izin menanam ganja medis di zona khusus Andong. Di sana, lelaki 28 tahun itu merintis startup Imagination Garden yang menerapkan teknologi cerdas dalam bertani.
Banyak rintangan yang dihadapi Kim selama menjadi petani ganja, baik dari pejabat publik maupun kenalannya. “Berhubung orang Korea masih mengaitkan ganja dengan narkoba, beberapa orang mengatai saya ‘pencandu’,” ungkap Kim ketika ditemui VICE World News di zona khusus. “Mereka kayak begitu karena kurang pengetahuan.”
Kim mengatakan, masih panjang perjalanan negara untuk memanfaatkan ganja secara medis.
“Saya tak bermaksud membuat argumen radikal. Saya tak mengatakan kita harus melegalkannya untuk keperluan rekreasi, tapi kita perlu menggunakan manfaat tanaman yang diketahui bagus untuk mengobati penyakit seperti Parkinson dan epilepsi.”
Kim mengungkapkan masih banyak peraturan dan pembatasan yang menghambat prosesnya.
Walaupun telah dilegalkan, praktiknya di lapangan jauh lebih kompleks. “Hukum terlalu lambat untuk mengikuti tingkat perubahan sosial,” ujarnya.
“Meski telah diizinkan untuk keperluan medis, pemerintah telah memberlakukan pembatasan lebih lanjut melalui aturan khusus,” Kang Sung-seok, pendeta aktivis yang mendirikan Organisasi Ganja Medis Korea, memberi tahu VICE World News melalui panggilan telepon.
“Pemerintah hanya mengizinkan pasien menggunakan obat dalam dosis kecil untuk beberapa penyakit. Pasien juga harus mendapat persetujuan dari dokter di rumah sakit yang jumlahnya sangat terbatas,” lanjutnya.
Selain itu, informasi publik masih menstigmatisasi tanaman ini. Pemerintah dan perusahaan media biasanya menambahkan kata sifat “halusinogen” setiap menyinggung tetrahidrokanabinol (THC), yang merupakan senyawa utama dari ganja.
Petani mengklaim istilah tersebut tidak ilmiah dan termasuk prasangka terbesar terhadap ganja.
“Keliru jika mengatakan senyawanya dapat menyebabkan halusinasi,” tutur Kim. “Yang saya maksud bukan ganja selalu bagus untuk kesehatan, tapi efek yang dihasilkan lebih bersifat relaksasi, bukan halusinasi.”
Kim berujar, sementara kebanyakan orang mengakui kegunaan komponen lain seperti kanabidiol (CBD), informasi yang diterima publik terkait THC tidak bersifat ilmiah.
Terlepas dari semua hambatan ini, Kim mengaku tetap bersemangat melihat pandangan terhadap ganja perlahan-lahan bergeser ke arah yang lebih baik.
“Setidaknya belakangan ini, orang Korea tak lagi menanyakan kenapa saya melakukannya. Hal ini berarti orang-orang setidaknya agak memahami beberapa senyawanya bagus untuk kita. Ini peningkatan yang signifikan.”
Berdasarkan survei yang dirilis bulan lalu, lebih dari satu dari tiga responden Korea sudah tahu atau pernah mendengar tentang efek medis dari ganja.
Untuk saat ini, petani muda itu ingin fokus mengoptimalkan kualitas dan kuantitas tanaman obat dalam berbagai kondisi melalui pertanian cerdas dan vertikal.
“Kami menerapkan teknologi modern untuk mencapai hasil yang sama sepanjang tahun dan menghemat biaya. Contohnya, kami telah mengatur cara memasok air ke kebun dan seberapa sering kami harus melakukannya, serta berapa lama dan berapa kali kami harus menyinari tanaman. Teknologinya gampang diterapkan jika kalian memahami sifatnya berdasarkan penelitian.”
Kebun yang dikelola Kim sepenuhnya berada di dalam ruangan. “Karena sifatnya, kami harus menanam rami di dalam ruangan,” kata Kim. “Serbuk sari mudah menyebar tertiup angin dan dapat diserbuki secara tidak sengaja. Ketika diserbuki, senyawa yang kami targetkan dari tanaman bisa habis.”
Dia dan timnya mengakali teknologi untuk menciptakan tanaman yang lebih pendek. “Kami sengaja membuat tanamannya jadi lebih pendek karena biasanya bisa tumbuh hingga tiga meter. Batang rami hanya berguna untuk dijadikan kain. Itu bukan komponen utama.”
Beberapa masih bersikap skeptis pada proyek ambisius tersebut.
Aktivis Kang mengutarakan penetapan zona khusus ini mengingatkannya pada sikap Korea Utara dalam menjalani ekonomi negaranya. “Pemerintah mengizinkan perusahaan mengekspor produk mereka dari daerah khusus, tapi secara realistis saya merasa itu tidak bisa bersaing dengan hasil dari negara lain yang tidak memiliki batasan dengan harga kompetitif.”
Kang berharap negaranya membuat perubahan yang lebih drastis di luar zona khusus dan proyek ambisius.
Kim yakin dengan masa depan produk yang dia tanam.
“Pasti ada dampak sosialnya ketika orang yang sakit bisa sembuh berkat tanaman ini,” ucapnya. “Pasien dan keluarga mereka pasti sudah putus asa. Bukankah bagus jika ini bisa memberi sedikit harapan atau bahkan bisa menyembuhkan pasien?”
Follow Junhyup Kwon di Twitter.