Kehidupan atlet sepakbola papan atas biasanya selalu diwarnai dengan kemewahan dan harta yang berlimpah. Hari-hari mereka tak pernah jauh dari kenikmatan duniawi. Semua yang mereka inginkan pun bisa diperoleh semudah membalikkan telapak tangan. Mendadak pengen pelesiran ke luar negeri? Mereka tinggal duduk manis dan terima beres karena sudah ada yang mengatur semuanya. Bahkan telah tersedia agen yang siap menuruti setiap permintaan mereka. Beberapa atlet terkemuka, khususnya di Eropa, menggunakan jasa agen semacam itu.
“Saat liburan bersama keluarga, mereka biasanya jalan-jalan ke pulau,” ungkap Jérémy Vosse, bos agen Premium Conciergerie yang terkenal di kalangan konglomerat Prancis. “Kalau bareng teman, kami akan menyarankan berlibur di Dubai atau Los Angeles, misalnya, atau menyewa vila di Miami.”
Vosse menyebut Dubai salah satu destinasi wisata favorit para pesepakbola, terutama ketika Prancis telah memasuki musim dingin. Suasana di Dubai cocok untuk “menghangatkan” badan, katanya.
Klien Premium Conciergerie cukup mengeluarkan uang sebesar €4.800 (Rp77,8 juta) per tahun untuk bisa menikmati layanan eksklusif Premium FC. Vosse menjamin setiap keinginan mereka akan terpenuhi dalam hitungan menit.
Agen menanggung semua biaya di muka, berapa pun harganya. Baru setelah urusannya beres, mereka akan menagih penggantian biaya kepada klien. “Jam mahal sekalipun akan kami belikan pakai uang kami,” tutur Vosse. “Kami nyaris tidak pernah menolak permintaan, kecuali misalnya menyediakan uang muka untuk beli properti.”
Mickael Daya, pendiri Élysée Conciergerie yang kliennya bukan cuma dari dunia sepakbola, mengibaratkan atlet kaya raya sebagai bocah yang kebanyakan duit. Permintaan mereka ajaib dan sulit dipahami. Contohnya seperti pemain sepakbola yang ngidam 10 unit Playstation 5 tak lama setelah dirilis. “Padahal TV di rumahnya cuma ada enam biji!” Daya berseru takjub. “Saat ditanya sisanya mau dikemanakan, dia bilang masing-masing unit harus terpasang ke televisi dan sebagian dipajang di tembok.” Rupanya, alasan sang klien beli lebih banyak yaitu supaya ada cadangan kalau salah satu PS miliknya rusak.
Atlet-atlet yang ditangani oleh Élysée Conciergerie sering memanfaatkan jasa agen untuk makan enak. “Kedengarannya mungkin aneh, tapi sebenarnya masuk akal kok. Kamu enggak akan bisa beli kaviar di (layanan pesan antar makanan) Deliveroo,” kata Daya sambil tertawa. Menurutnya, dia pernah memesan dua kilo kaviar dan mempekerjakan koki pribadi untuk pemain bola yang butuh camilan buat teman-temannya yang main ke rumah.
Tantangan terbesar yang sering dihadapi para agen yaitu menemukan koneksi yang tepat supaya pekerjaan mereka lebih cepat selesai. Tak jarang juga klien meminta sesuatu secara dadakan, seperti ketika Premium Conciergerie mempersiapkan pesta pernikahan anggota klub selama sembilan hari saja. “Saya sampai butuh bantuan lima orang, dan bekerja semalam suntuk setiap hari,” kenang Vosse.
Daya pernah mengalami hal serupa. Dia menceritakan tentang seorang atlet yang berencana menghadiri pesta dengan tema serba putih, tapi mobil Ferrari miliknya berwarna biru. Sang klien ingin mobilnya sudah berubah putih dalam empat hari. Padahal, proses pengecatan mobil butuh waktu setidaknya 72 jam, dan itu pun belum termasuk menemukan bengkel dan asuransi yang bagus. Tapi seperti yang kita ketahui, selama ada fulus, permintaan seaneh dan seribet apa pun tak menjadi masalah.
“Dia puas dengan layanan kami,” ujar Daya. “Keesokan hari, dia memberi tahu kami betapa keren hasil catnya. Tapi sekarang, dia butuh mobilnya kembali seperti sediakala.”
Kamu mungkin mengira hidup atlet sepakbola cuma untuk senang-senang, padahal kenyataannya tak selalu begitu. Profesi menuntut mereka untuk menjaga kebugaran tubuh dan menganut pola hidup sehat. Jatah istirahat dan makan serba dibatasi.
Walau permintaan klien Vosse relatif boros, dia memastikan kebanyakan pesepakbola punya komitmen tinggi terhadap rutinitas mereka masing-masing. “Kami sering mengatur perjalanan wisata untuk atlet dan pelatihnya, supaya mereka bisa tetap berlatih di sela-sela liburan,” terangnya.
Frédéric Rasera, peneliti yang mendalami sosiologi sepakbola, dengan cepat membantah stereotipe bahwa semua pemain bola hobi menghambur-hamburkan uang. Faktanya, tak banyak atlet profesional yang digaji besar, sehingga kemewahan ini dinikmati segelintir orang saja. Tahun ini, koran olahraga L’Équipe memperkirakan gaji kotor rata-rata yang diterima pemain liga utama Prancis sekitar €40.000 (Rp649 juta) setiap bulan — artinya setengah dari pemain berpenghasilan di bawah angka itu.
Selain itu, mereka paham pentingnya memutar uang, sebagai jaga-jaga kariernya tak bertahan lama. “Hanya karena mereka suka berpesta atau liburan, bukan berarti mereka tidak menginvestasikan uangnya,” tandas Rasera. “Mereka punya penasihat keuangan sendiri.”
Ditambah lagi, permintaan atlet sepakbola kerap mengisyaratkan seperti apa ekonomi mereka sebelum terjun ke dunia olahraga. Banyak pesepakbola profesional berasal dari kelas pekerja. “Mereka cuma ingin merasakan enaknya bersenang-senang, karena dulu tidak bisa seperti itu.”
Contohnya seperti klien Alexandre Alain dari Elite Career Lifestyle, yang memesan lusinan Big Macs dan McNuggets pakai pesawat. “Bagi sebagian besar orang, jet pribadi dan McDonalds kedengarannya tidak cocok sama sekali,” Rosera menimpali.
Namun, ada kalanya agen menolak permintaan para atlet tajir, apalagi jika keinginan mereka melanggar hukum dan termasuk perbuatan ilegal. “Saya akan memberi peringatan dua kali. Kalau mereka masih meminta hal-hal yang kelewat batas, saya akan memutus hubungan dan tidak mau bekerja untuknya lagi.”
Artikel ini pertama kali tayang di VICE France.