Berita  

Mendalami Seluk Beluk Pasang Susuk, Praktik Klenik yang Tetap Lestari di Jawa

mendalami-seluk-beluk-pasang-susuk,-praktik-klenik-yang-tetap-lestari-di-jawa

Jika ada satu hal belum tercapai bagi Blarak* yang usianya mencapai 97 tahun, itu adalah mati. Melewati masa kecil di zaman penjajahan Jepang, lalu mencicipi pahitnya status tahanan politik, hingga bekerja jadi kuli bangunan di ibu kota, Blarak hanya ingin menghabiskan masa tua dalam damai. Masa tuanya di Wonogiri memang damai, tapi kematian tak datang sesuai harapan.

“Sejak simbah putri meninggal tahun 2012 lalu, simbah [Blarak] berkali-kali bilang dia sudah capek sekali hidup. Dia bahkan sudah menyiapkan pakaian dan menggali liang lahatnya sendiri sejak 10 tahunan yang lalu,” tutur Lembayung*, cucu Blarak kepada VICE.


Menurut Lembayung kakeknya tergolong manula sehat, semasa berusia 70-an masih sanggup naik gunung. Blarak juga rajin bersepeda keliling desanya dan tidak pernah sakit. Baru awal 2020 lalu, kesehatannya menurun. Saat itu Blarak meminta Lembayung dan seluruh keluarga berkumpul. Ia merasa ajalnya sudah dekat dan minta didoakan bersama. Berbulan sejak pertemuan keluarga itu, ajal ternyata tak kunjung menjemput.

“Simbah lalu mulai berhalusinasi sering ngobrol sama yang sudah mati, begadang berhari-hari. Kami mulai curiga. Ternyata kata orang pintar yang kami panggil, simbah memang belum bisa meninggal karena masih ada susuk di badannya,” cerita Lembayung.

Kasus Blarak bukan hal langka buat masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur. Susah meninggal dikenal sebagai salah satu risiko memasang susuk di badan seseorang. Jika sudah begitu dibawa ke dokter pun tak akan mempan, terpaksalah dukun atau pinisepuh jadi rujukan.

“Saya sering ‘menjemput’ orang yang susah meninggal. Biasanya saya pakai pukulan telak terakhir untuk menghilangkan susuk, tidak ada japa mantra-nya itu,” kata Dadap*, pinisepuh asal Blitar yang kerap mengatasi kasus macam, saat ditemui VICE di rumahnya

Dalam bilik mungil sebelah ruang tamunya, Dadap biasa menangani pasien lewat berbagai jasa klenik yang ia kuasai, terutama seputar susuk. Secara umum, susuk adalah praktik memasukkan benda asing yang ‘dititipi’ kekuatan gaib ke tubuh seseorang, demi mencapai tujuan tertentu. Biasanya susuk terbuat dari logam mulia, seperti emas, permata, baja murni, dan perak. “Asal bukan besi, karena besi bisa berkarat,” kata Dadap.

Meski susuk populer berupa jarum, bentuk tak terlalu penting, melainkan jenis materialnya. Semakin murni logam yang dipakai nyusuk, menurut Dadap, semakin lebur ia di badan. Ukuran pun tak harus presisi.

Di beberapa kota Jawa Timur, susuk berbentuk jarum emas banyak tersedia di toko-toko perhiasan. Harganya terbilang murah, antara Rp30 ribu-Rp50 ribu per buah. Namun, untuk pasiennya, Dadap biasanya memesan khusus ke tukang sepuh emas langganan agar kemurniannya terjaga.

Selain logam, ada praktik susuk lain menggunakan material organik. Misalnya dengan bilah bambu kecil, kumbang Samber Lilen (Chrysochroa fulminans, dengan kulit hijau mengkilat), serta bunga kantil. “Saya bisa aja nyusuk pakai barang hidup, tapi hukumnya tidak boleh. Saya enggak berani, risikonya [dari sisi klenik] terlalu besar,” ujar Dadap sambil menjentikkan rokoknya di asbak.

Dadap, pinisepuh asal Blitar yang memiliki kemampuan memasang susuk ketika diwawancara VICE di rumahnya.jpg
Dadap, pinisepuh asal Blitar yang memiliki kemampuan memasang susuk ketika diwawancara VICE di rumahnya.

Dadap punya kemampuan nyusuk sejak berusia 22 tahun. Ilmu itu diwarisi sang kakek yang merupakan pinisepuh kepercayaan desanya. “Dulu saya cucu yang paling mbeling [nakal] jadi mungkin dia khawatir, makanya ilmu dikasih ke saya,” ujarnya.

Dulunya Dadap pemimpin sebuah kelompok silat dan mengaku rutin nyusuk tubuh anak buahnya sebelum bertanding di kompetisi maupun tanding di jalanan. Namun kini, ia paling tidak mau nyusuk anggota perguruan silat. “Saya takut kekuatannya dibuat main-main”.

Pasien susuk Dadap saat ini datang dengan berbagai kepentingan yang bisa dikelompokkan ke tiga kategori besar: yaitu pengobatan, kekuatan, serta pengasihan. Kepentingan ini yang menentukan posisi dan jumlah pemasangan susuk di tubuh.

Untuk tujuan pengobatan, susuk umumnya dipakai mengobati gejala ringan, seperti masuk angin, nyeri sendi, dan kecapekan. Susuk jarang digunakan mengobati penyakit berat atau disabilitas, karena sifatnya memaksimalkan hal yang telah dimiliki seseorang, bukan memunculkan kemampuan yang tak ada sebelumnya.

Susuk untuk kekuatan paling banyak dipakai orang-orang dengan pekerjaan mengandalkan fisik. Misalnya kuli bangunan, kuli angkut, preman, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebelum berangkat ke luar negeri, bahkan petinju. Tujuannya sebagai penambah tenaga dan perlindungan dari sakit maupun ancaman luar. “Saya sering lihat acara tinju di TV itu, wah ada petinju Indonesia yang tangan dan badannya itu penuh susuk semua. Pantas saja jagoan” ujar Dadap tertawa.

Selain mereka, biasanya susuk jenis ini juga dipakai untuk memaksimalkan kemampuan, dipasang di bagian tubuh tertentu yang digunakan. Misalnya seorang tukang kendang memasang susuk di jari-jarinya, atau atlet bola di kakinya. Fungsinya bisa diibaratkan kode cheat dalam game. “Biasanya ngendang 2 jam capek, kalau pakai susuk 2 hari pun enggak masalah,” ujar Dadap.

Sementara bagi Klaras*, mahasiswi 21 tahun asal Kediri yang bercerita ke VICE, susuk yang ia pakai berfungsi jadi pelindung. Setelah tiga tahun sering dihantui mahkluk ghaib yang mengganggu hidup dan kesehatan mentalnya, Klaras memasang 20 susuk di tubuhnya. Setelah beberapa waktu, gangguan berkurang dan ia merasakan susuknya keluar satu per satu.

Tentu yang lebih banyak dikenal masyarakat adalah susuk pengasihan. Susuk ini memunculkan daya tarik kharismatik yang membuat orang lain terpesona ketika berurusan dengan pemakainya. Penggunanya biasanya sosok yang kerap berinteraksi dengan orang banyak, seperti artis, biduan, sales, hingga pekerja seks. Tak hanya membuat fisik makin atraktif, susuk pengasihan biasanya membuat deal pekerjaan lebih gampang atau makin laris usahanya. “Kalau cuma skincare-skincare itu, orang Jawa udah lama bisa,” tambah Dadap.

“Paling umum dipasang di wajah, biasanya di dekat alis, dagu, atau pipi. Karena orang kan kalau pertama ketemu yang dilihat roman mukanya, “ ungkap Dadap. Meski begitu, Dadap pernah memasang di bagian tubuh lain, seperti payudara, pantat, bahkan di kelamin, tergantung permintaan.

Kepada saya, Dadap menunjukkan caranya memasang susuk di tubuh. Ia menjelaskan pada dasarnya susuk dimasukkan di empat unsur dalam tubuh manusia, yaitu kulit, daging, tulang, dan sumsum.

Jika susuk berbentuk jarum, bisa langsung dimasukkan lewat pori-pori. Namun jika bentuk lain, Dadap akan mengambil jarum kecil yang telah ia sterilkan dengan cara dipanaskan di ujung rokok yang menyala, lalu ditusukkan sedikit hingga keluar setitik darah. Jika sudah begitu, ia akan mengucurkan sejumput air jeruk nipis di atasnya.

Di tahap ini Dadap melakukan hal tidak bisa dinalar, yaitu dematerialisasi. “Susuk saya pegang, sampai dia lentur dan agak cair, lalu saya tekan dengan jempol di lubangnya itu sampai dia masuk habis. Biasanya setelah itu agak bantat 1-2 hari, lalu hilang enggak ada bekasnya,” kata Dadap sembari memeragakan proses itu di dahinya.

Punggung dan tulang punggung, tempat yang juga paling banyak dipasangi susuk terumata untuk tujuan kekuatan dan perlindungan..jpg
Punggung dan tulang punggung, tempat yang juga paling banyak dipasangi susuk terumata untuk tujuan kekuatan dan perlindungan.

Susuk yang dipasang Dadap, dalam jangka waktu tertentu berubah jadi cairan dan keluar dari tubuh bersama air kencing atau keringat. Ini akan terjadi jika tugas sudah selesai. Durasi pemakaian susuk pun bermacam sesuai kesepakatan. Bisa seminggu, setahun, bahkan seumur hidup.

Pemasangan susuk diklaim tak meninggalkan jejak fisik apapun, sehingga tak bisa dideteksi. Hanya mereka dengan sensibilitas dan kepekaan yang biasanya bisa mendeteksi pemakai susuk. Itupun sangat sulit dipastikan, sebab meski tak pamali untuk menceritakan, kebanyakan pemakai susuk merahasiakan hal ini. Susuk sejak dulu sampai sekarang dianggap tabu, apalagi jika dibenturkan dengan dogma agama.

Berkaca pada pengalaman kakek Blarak, efek samping Susuk juga membuatnya punya kesan negatif tersendiri. Susuk hanya bisa keluar dengan tiga cara. Pertama, susuk melebur lalu keluar dalam bentuk cair, seperti cara Dadap. Kedua, jika masih berwujud, susuk hanya bisa dicabut oleh orang yang memasang atau orang dengan “mahzab” ilmu yang sama. Ketiga, lewat operasi medis, tapi cara ini paling jarang dilakukan karena biasanya susah dideteksi.

“Mengeluarkan susuk dalam bentuk wujud itu kurang efisien. Harusnya dicairkan aja biar keluar sendiri, tidak berat tenaganya,” ujar Dadap. Menurutnya, kesaktian si dukun pemasang juga memengaruhi kondisi susuk di tubuh, “Kalau masuk wujud, keluar wujud, itu ilmunya [masih] cetek. Sekali masuk harusnya melebur.”

Sebetulnya, dibanding klenik lain, susuk termasuk praktik sederhana. Tak ada syarat khusus wajib ditempuh. Keampuhan susuk hanya perlu dirawat dengan mematuhi pantangan, biasanya menghindari beberapa jenis makanan, seperti pisang emas yang pohonnya berwarna kemerahan, daun kelor, kluwih, jantung pisang, dan daging tertentu. Berbeda dari santet, keampuhan susuk pun tidak terbatas geografi, sebab kekuatannya menubuh.

Hingga saat ini, belum ada penjelasan ilmiah mengenai cara kerja susuk, minimal kolerasi antara logam mulia dan fungsi tubuh, hingga kerugian medis bila seseorang memakai susuk. Keampuhan susuk sebatas dibuktikan lewat klaim para pemakai. “Secara tidak langsung, seperti ada tambahan tenaga, yang jelas itu kekuatan dari alam dihantarkan lewat susuk itu,” urai Dadap.

Penjelasan yang sedikit menyerempet topik ini muncul di jurnal The Charming Tale of Charm Needle, yang menyebut bahan emas di jarum susuk bersifat biokompatibel dan non-korosif dengan jaringan tubuh manusia. Sementara jika dicampur tembaga, maka ia berfungsi meningkatkan kekerasan atau kelenturan jarumnya.

Tenaga medis sendiri mengakui adanya praktik pasang susuk, karena sering terlihat di hasil rontgen. Dokter gigi biasanya yang sering menemukannya, sebab pekerjaan mereka kerap mengharuskan memindai wajah pasien. Fenemona ini dalam medis disebut corpus alienum atau benda asing di tubuh. Pada September 2020, fenomena ini sempat viral saat ditemukan ratusan susuk di hasil rontgen seorang pasien.

Adapun menurut dr. Listya Paramita Sp.KK yang membuka praktik konsultasi estetika di Yogyakarta, injeksi logam mulia ke tubuh manusia tak ada gunanya dari kacamata medis. “Mungkin [logam] mengubah respons orang, tapi kan tidak mengubah struktur kulit atau bentuk muka sama sekali,” ujarnya ketika dihubungi via zoom. “Kalau mau injeksi pun, harus dengan jumlah tertentu dan dalam bentuk yang bisa diserap tubuh. Nah kalau jarum, gimana tubuh bisa nyerap? Enggak make sense,” lanjutnya.

Satu-satunya fungsi susuk yang diakui dan digunakan tenaga medis adalah sebagai alat kontrasepsi. Batang plastik seukuran korek api yang diisi hormon progrestasional dosis rendah diimplan ke tubuh perempuan, untuk menunda kehamilan jangka panjang.

Bagaimanapun penampilan menarik kini jadi kebutuhan semua orang. Pangsa pasar industri skincare di Tanah Air nilainya saat ini ditaksir mencapai Rp85,6 triliun. Susuk bisa dibilang alternatif klasik atas ekspansi industri perawatan dan perbaikan penampilan yang makin digemari penduduk Indonesia. Apalagi biaya pemasangan susuk relatif bersaing dibanding operasi plastik, laser treatment, injeksi botox, filler, tanam benang, dan lainnya.

Bagi Listya, teknologi medis perawatan tubuh sudah sangat advance dan lebih bisa dibuktikan secara ilmiah dibanding susuk yang mengandalkan keyakinan pada klenik. “Bentuk wajah kurang panjang, pipi kurang tirus, pori-pori besar, kusam, semua bisa dibenerin dengan medis. Jelas bahan dan cara kerjanya. Meski memang tidak sebentar dan mahal ya, karena teknologinya impor,” urainya.

Dadap mengakui kentalnya dimensi klenik membuat susuk sulit diakui manfaatnya oleh kalangan medis. “Susuk itu bukti ilmuwan dari tanah Jawa, hanya orang-orang yang mengerti yang punya ilmunya. Orang pintar enggak bisa percaya susuk, bagi mereka segalanya harus pakai logika. Memang tidak masuk akal, tapi buktinya ada,” imbuhnya.

Terlepas dari kontroversinya, hingga kini susuk masih jadi solusi bagi banyak orang menghadapi berbagai tantangan hidup. Menurut Dadan, pasiennya dari tahun ke tahun tak pernah berkurang. “Di Jawa, kalau kamu punya teman 100, saya berani bilang, 30 sampai 40-nya pasti pakai susuk.”

Setelah melalui sesi pengobatan alternatif, Lembayung melihat kakeknya tak lagi banyak meracau. Beberapa minggu usai diterapi paranormal, Blarak akhirnya berhasil memenuhi keinginan terakhir. Dia meninggal di kasur rumahnya dalam damai. “Kakek cuma pesan enggak mau nisannya dikijing, ia mau ditanami pohon saja,” ujar Lembayung.

Dari si orang pintar itu, Lembayung jadi tahu kakeknya memasang susuk di punggung dan di kaki. Barangkali itu rahasia umur panjang dan kebugaran kakeknya. Sebelum meninggal, susuk harus dikeluarkan agar penggunanya bisa meninggal alami. Menurut Dadap, karena saat lahir tubuh manusia itu bersih, maka harus bersih juga ketika pulang kembali ke haribaan sang pencipta.

Melihat pengalaman kakeknya, Lembayung mengakui keampuhan produk klenik ini. Meski begitu, ia yang kini bekerja di Jakarta sebagai staf lembaga swadaya tidak tertarik memakai susuk.

“Kalau efek cantiknya sih pengin ya, tapi risiko belakangnya itu aduh, aku tidak mau hidup terlalu lama.”

*Nama sebagian narasumber disamarkan demi menjaga privasi mereka


Titah AW adalah jurnalis lepas yang bermukim di Yogyakarta. Follow dia di Instagram