Dahulu kala, asteroid berukuran raksasa menabrak sebuah planet di tata surya dan mengakibatkan terjadinya gelombang tsunami dahsyat. Peristiwa itu meninggalkan bekas permanen yang terlihat sampai sekarang.
Bukan, planet yang dimaksud bukanlah Bumi. Kami juga tidak sedang membicarakan benturan asteroid maha dahsyat yang menyebabkan kepunahan dinosaurus di masa lalu. Faktanya, Mars pernah mengalami peristiwa serupa sekitar 3,4 miliar tahun silam, ketika permukaan planet masih dialiri air yang bisa jadi menampung kehidupan mikroba.
Tim peneliti yang dipimpin Alexis Rodriguez, ilmuwan senior di Planetary Science Institute, telah menetapkan kawah Pohl sebagai lokasi jatuhnya benda langit. Kawah ini diyakini terbentuk oleh dampak benturan asteroid yang melesat dengan kecepatan 24.000 mil per jam.
Seperti yang dijelaskan dalam jurnal Scientific Reports, area di sekitar kawah Pohl berpotensi menjadi petunjuk penting terkait “kelayakhunian lautan Mars dan proses evolusi yang mungkin terjadi di dalamnya”. Para peneliti juga memberikan gambaran betapa dahsyatnya benturan itu, yang memicu megatsunami setinggi 243 meter.
“Seandainya kita ada di sana saat itu, badan kita bisa terlempar sejauh puluhan hingga ratusan meter ke udara ketika asteroid menghantam planet,” kata Rodriguez, memberi perumpamaan saat dihubungi Motherboard melalui telepon. “Ibaratnya seperti main trampolin.”
“Kemunculan kawah laut di Mars punya arti penting karena itu menunjukkan adanya potensi benturan,” lanjutnya. “Sistem hidrotermal yang terbentuk setelah tabrakan memiliki implikasi terkait kelayakhunian dan paleoenvironment (lingkungan pengendapan purba) planet.”
Temuan baru ini menghidupkan kembali misteri kehidupan Mars yang sempat diajukan oleh para ilmuwan dalam misi Viking 1, wahana antariksa NASA pertama yang menjelajahi permukaan Mars pada 1976. Mereka menemukan senyawa aneh di lokasi pendaratan Viking 1 yang dapat mengindikasikan adanya kehidupan. Namun, bukti-buktinya masih diperdebatkan.
Rodriguez dan rekan-rekan penelitinya memperlihatkan lokasi pendaratan Viking 1 berada di bekas tempat terjadinya megatsunami. Hasil pengamatan mereka tentunya menambah kepingan baru pada temuan Viking 1 yang penuh teka-teki.
“Kami mencocokkan data orbit dengan pengamatan di lapangan untuk memastikan lokasi pendaratannya [Viking 1] ada di endapan megatsunami,” Rodriguez menerangkan. “Dengan kata lain, seperti gambar-gambar yang diabadikan wahana antariksa pertama NASA, permukaan Mars terbentuk melalui proses yang berhubungan dengan laut: endapan megatsunami. Jadi ada relevansi sejarah dalam temuan kami.”
“Endapan laut yang dibawa gelombang bisa saja mengandung bukti, seperti jenis garam di laut dan jenis sedimen yang mendominasi stratigrafi wilayah tersebut,” lanjutnya. “Kita bisa mendapatkan banyak informasi menarik tentang Mars di awal pembentukannya.”
Skenario megatsunami mulai diusulkan sejak misi luar angkasa awal berhasil menangkap secara lebih detail tanda-tanda besar Mars pernah dilanda banjir. Alasan Viking 1 mendarat di lokasi tersebut karena wilayahnya sangat menjanjikan untuk mencari tanda-tanda kehidupan.
Pada 2019, sejumlah ilmuwan, termasuk Rodriguez, mengidentifikasi kawah benturan lain yang mengakibatkan megatsunami di wilayah yang sama sekitar tiga miliar tahun lalu. Tak seperti sisa-sisa megatsunami tua yang penampakannya lebih jelas, tim Rodriguez harus mengamati permukaan Mars dengan sangat teliti untuk menemukan kawah yang pembentukannya sesuai waktu terjadinya banjir.
Para peneliti mengesampingkan kawah-kawah terkubur yang usianya lebih tua dari lautan Mars, yang berarti tidak dapat memicu megatsunami. Mereka juga mengecualikan kawah-kawah yang terbentuk di atas megatsunami yang usianya lebih muda, karena kemunculannya terlalu terlambat kalau dilihat dari sejarah Mars. Pengamatan ekstensif berujung pada kawah Pohl yang paling cocok dengan kriteria yang ada.
“Ada dua target astrobiologi menarik yang muncul dari studi ini,” kata Rodriguez. “Pertama, temuan soal lokasi pendaratan Viking 1 dapat membantu menyelesaikan kontroversi di sekelilingnya.” Temuan penting kedua, dia menambahkan, berupa endapan lumpur di cekungan laut besar yang telah mengering.
“Ada kemungkinan vulkanisme lumpur ini didorong oleh keluarnya air laut yang terperangkap dalam sedimen, atau gas yang terkait dengan penguapan air laut. Hal ini memiliki implikasi astrobiologi yang sangat menarik,” pungkasnya. “Jadi ada banyak target yang bisa kita pelajari untuk memahami evolusi lautan Mars, potensi biokimianya, dan proses perubahan laut dari waktu ke waktu.”