Berita  

Mari Mengingat Ga Masa-Masa PDKT atau Pacaran Sebelum Ada Internet?

mari-mengingat-ga-masa-masa-pdkt-atau-pacaran-sebelum-ada-internet?

Manusia pada hakikatnya gemar bernostalgia. Banyak dari kita merasa masa lalu jauh lebih indah daripada masa sekarang, terutama dalam urusan percintaan. Tak ada yang bisa menandingi rasa deg-degan menunggu doi membalas surat, atau diam-diam pergi ke wartel untuk ngobrol sama pacar.

Dengan adanya teknologi canggih, sekarang kita bisa terhubung dengan pujaan hati kapan saja dan di mana saja. Aplikasi kencan online juga memberikan kemudahan untuk berkenalan dengan orang baru dan menemukan orang yang tepat di kehidupan kita. Namun, segala kemudahan itu tak berarti pengalamannya lebih menyenangkan.


Sudah tak terhitung berapa banyak cerita menakutkan yang kita dengar seputar kencan online. Film dokumenter Netflix Tinder Swindler, yang menceritakan tentang penipu ulung berkedok cari pacar, semakin membuat kita waspada apakah orang yang nge-match dengan kita tukang catfish atau bukan. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cyberpsychology, Behaviour, and Social Networking menemukan hubungan yang semakin mengkhawatirkan antara penggunaan aplikasi kencan, kecemasan sosial dan depresi.

Melihat kenyataan ini, haruskah kita kembali ke cara lama — yang mana membangun suatu hubungan terasa lebih lambat tapi tampaknya lebih memuaskan daripada pengalaman kebanyakan orang belakangan ini? Inikah saatnya kita berintrospeksi diri dan sadar bahwa kita terlalu gegabah dan terburu-buru dalam urusan cinta? Apakah menantikan saat-saat bertemu gebetan jauh lebih mendebarkan ketika kita tidak dapat nge-stalk akun medsos mereka dan tidak bisa sering-sering menghubunginya?

VICE bertanya kepada enam orang dari sejumlah negara, seperti apa rasanya berpacaran sebelum dan sesudah internet mengambil alih hidup kita.

Rinko Ganeko, Jepang

image1.jpeg

Kami biasanya dicomblangin teman. Dulu belum ada telepon, jadi ruang kelas merupakan satu-satunya tempat cinta bersemi. Saya masih ingat betul betapa deg-degannya menunggu pacar masuk kelas dan duduk di sebelahku.

Selain itu, Hari Valentine merupakan momen terpenting bagi perempuan lajang di Jepang. Perempuan akan mempersiapkan makanan penutup kesukaan gebetan, lalu mengungkapkan perasaan lewat surat. Jika gebetan menyukaimu, mereka akan mengirim hadiah sebagai balasan kado Valentine sebulan kemudian. Di Jepang, 14 Maret dikenal sebagai White Day, meski tradisi ini sudah jarang dilakukan sekarang. 

Satu-satunya yang saya kurang sukai dari gaya berpacaran zaman dulu ialah tidak bisa ngepoin pasangan di dunia maya.

Balram Vishwakarma, India 

Balram.jpg

Berhubung koneksi jaringan belum bagus, kami cuma bisa mengandalkan kartu dan kado [untuk menarik perhatian gebetan]. Memberi hadiah yang bersifat material seperti boneka beruang mungkin terdengar cringe, tapi itu satu-satunya yang kami miliki dulu. Menelepon pacar pun tidak bisa lama-lama karena kami biayanya dihitung per detik. Sekarang orang bisa ngobrol hingga berjam-jam tanpa perlu takut tagihannya membludak.

Ditambah lagi, orang tua mengawasi kami dengan ketat. Kami sering mengganti nama pacar di ponsel agar tidak ketahuan. Contohnya, pacarku dulu mengganti nama saya jadi Bhavika. Kamu juga harus menunggu sampai mereka ngomong duluan buat jaga-jaga ayah ibu tidak menguping.

Andri Sumihar Simbolon, Indonesia 

andri4.jpg

Saya berpacaran dengan perempuan yang sekarang menjadi istri saya di era 90-an. Kami berkirim surat dua kali seminggu, setiap hari Rabu dan Kamis. Surat-menyurat merupakan sumber kebahagiaan saya dulu. Saya sampai hafal jam kedatangan tukang pos. Setiap melihat tukang pos datang membawa surat, saya buru-buru menghampirinya, tidak sabar ingin membaca surat. 

Telepon benar-benar suatu kemewahan di masa lalu. Saya rela mengantre panjang di telepon umum untuk teleponan sama dia. Saya sadar tidak bisa ngobrol lama karena meteran harga ada tepat di hadapan muka saya. Lucunya, semakin jujur saya mengungkapkan perasaan, semakin besar pula tagihan teleponnya. Karena itulah saya selalu mengingat-ingat apa saja yang ingin dibicarakan supaya tidak lupa.

Muktadir Rashid, Bangladesh 

received_407041437001512.jpeg

Saya ingat dulu kami selalu mengenakan pakaian berwarna terang di Dhaka. Kamu juga harus kreatif saat memberi kado. Pada 2006, saya mempersiapkan gaun untuk dihadiahkan ke pacar yang sekarang menjadi istri saya. Jadi bisa dibilang kamu perlu berusaha sungguh-sungguh mengekspresikan perasaan. 

Di Bangladesh, kami merayakan Valentine selama dua hari. Tanggal 13 Februari bertepatan dengan festival Basant (musim semi), sehingga pasangan kekasih akan berpakaian tradisional Bengali, menikmati kuliner lokal dan menyanyikan lagu-lagu daerah. Baru pada 14 Februari, kami merayakannya dengan gaya yang lebih kebarat-baratan.

Dulu, kampus menjadi tempat yang aman untuk berpacaran. Di sana, mereka tidak perlu khawatir jadi omongan orang karena bermesraan. Sekarang, polisi moral semakin meningkat dan segalanya menjadi lebih kaku. Istri saya bahkan bilang kalau saya tak lagi seperti dulu.

Selama pandemi, hal sederhana seperti ngobrol di kedai kopi sudah termasuk kencan. Saya merindukan masa-masa yang penuh warna dan semangat dulu.

Colt Delorge, Amerika Serikat 

IMG_0782.jpg

Saya mulai berpacaran setelah lulus SMA pada 2006. Biasanya kami dikenalkan teman atau tak sengaja berkenalan selama pesta. Saya ingat pernah sok-sokan menulis puisi, tapi saya tidak jago melakukan itu.

Lalu muncul MySpace, yang merupakan situs kencan populer pertama. MySpace sebetulnya diluncurkan pada 2003, tapi saya telat mengetahuinya. Situs ini memiliki keunikannya sendiri. Saya pernah berkenalan dengan perempuan [dari MySpace] dan mengajaknya main ke rumah. Dia menyanggupi.

Begitu saya membukakan pintu, saya berhadapan dengan perempuan yang sedang hamil besar — usia kandungannya sudah sembilan bulan! Dia lalu dengan santai memberitahuku, sengaja tidak menggunakan foto sedang hamil di MySpace. Meski sempat syok sedikit, kami menghabiskan waktu bersama dengan menyenangkan. Untungnya lagi, dia belum menikah.

Pan Wenqing, Singapura 

Pan.jpeg

Budaya kencan di Singapura kurang lebih mirip seperti negara-negara Asia Selatan lainnya. Bersepeda bareng, nonton di bioskop dan meluangkan waktu di luar rumah sangatlah penting.

Saat masih menggunakan pager juga menyenangkan. Kita bisa menggunakan perangkat ini untuk berkomunikasi, tapi pesannya terdiri dari bahasa alfanumerik. Kalian bisa menyatakan perasaan melalui angka. Saya keturunan Tionghoa, dan 5209 berarti “Aku cinta kamu”. Rangkaian angka ini sangat populer, bukan kode rahasia. Dulu kami benar-benar harus mengukur kata-kata kami, dan memastikan semuanya tersampaikan dengan ringkas.

Follow Arman Khan di Instagram.​​