Mantan perdana menteri Malaysia membuat pernyataan kontroversial yang memicu keheranan netizen Singapura sekaligus Indonesia. Mahathir Mohammad, dalam pidatonya pada 19 Juni 2022 dalam acara organisasi sayap kanan yang digelar di Kota Selangor, menyebut bahwa orang Melayu sudah terlalu lama bersabar dengan tidak menuntut hak mereka.
Salah satu contohnya, kata politikus 96 tahun itu, adalah kebesaran hati orang Melayu yang sampai sekarang tidak mengklaim wilayah Singapura dan Kepulauan Riau, meski secara historis pernah berkuasa di sana.
“Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh dikembalikan kepada kita, kita juga harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau, karena wilayah tersebut sejatinya Tanah Melayu,” ucap Mahathir, disambut tepuk tangan hadirin, seperti dilansir the Strait Times.
Mahathir yang kini statusnya adalah anggota parlemen mewakili negara bagian Langkawi, menilai banyak orang melayu, atau Bumiputera di Malaysia, tidak menyadari kebesaran sejarah etnisnya.
Menurutnya Tanah milik bangsa Melayu berabad-abad lalu sangat luas, membentang dari Tanah Genting Kra di selatan Thailand hingga Kepulauan Riau, serta mencakup Singapura. Tetapi sekarang, wilayah Melayu hanya terbatas di Semenanjung Malaya dan utara Borneo.
“Saya bertanya-tanya apakah Semenanjung Malaya kelak akan menjadi milik orang lain,” tandasnya.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodawardhani menilai masyarakat di Tanah Air tidak perlu buru-buru terprovokasi pernyataan politikus sepuh itu. Sebab, komentar itu belum tentu menggambarkan posisi politik pemerintah Malaysia yang kini dipimpin PM Ismail Sabri Yaakob. “Kalau tidak [menjadi posisi resmi pemerintah Malaysia], maka pernyataan tersebut hanyalah pandangan pribadi,” ujar Jaleswari saat dikonfirmasi Suara.com.
Dalam konfirmasi terpisah, Kementerian Luar Negeri turut menganggap klaim bahwa Kepulauan Riau sejatinya milik Malaysia seperti diucapkan Mahathir tidak memiliki argumen yuridis apapun sesuai hukum internasional. “Indonesia tidak melihat dasar hukum dan alasan dari pernyataan Tun Mahathir,” ungkap juru bicara Kemenlu Teuku Faizasyah melalui keterangan tertulis.
Acara yang dihadiri Mahathir bertajuk ‘Aku Melayu: Survival Bermula’, melibatkan beberapa kelompok LSM serta ormas yang fokus pada membangkitkan kejayaan Melayu. Menurut laporan Malaysia Gazzette, ucapan Mahathir sejatinya tidak untuk memprovokasi Singapura ataupun Indonesia, melainkan sindiran terhadap Sultan Johor.
Sang Sultan dan keluarganya tercatat beberapa kali berkonflik dengan Mahathir, serta pernah mengancam ingin lepas dari Federasi Malaysia. Mahathir menilai, jika memang dasar sejarah hendak dijadikan pegangan Johor merasa bisa menjadi bangsa sendiri, maka seharusnya Sultan Johor sekalian saja meminta pengembalian wilayah Singapura.
“Namun, tidak ada tuntutan apapun dari Singapura. Sebaliknya, kami menunjukkan apresiasi kami kepada kepemimpinan negara baru bernama Singapura ini,” kata Mahathir, merujuk pada kekalahan Malaysia yang harus rela menyerahkan Pulau Batu Puteh (alias Pedra Branca) sebagai wilayah sah Singapura, pada sidang 2008 di Mahkamah Internasional. Terlepas dari konflik dalam negeri kali ini, Mahathir sendiri selama menjadi politikus kenamaan Negeri Jiran dicatat BBC sering mengucapkan pernyataan kontroversial.
Indonesia dan Malaysia juga pernah berkonflik soal klaim wilayah terkait Pulau Sipadan serta Ligitan. Pada sidang yang berlangsung 2002, Mahkamah Internasional menetapkan dua pulau di perbatasan itu merupakan wilayah Malaysia.