Pengguna medsos di Asia Selatan (mencakup India, Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh), akhir pekan lalu menyoroti desain kain yang dilansir Gucci. Soalnya garmen rancangan rumah mode ternama itu sama persis dengan kameez, kaftan, atau kurta, busana tunik yang sering dipakai orang-orang dari kawasan itu.
“Sejak pertama kali diperkenalkan lewat koleksi Gucci 1996, kaftan terus menjadi bagian dari estetika kami, dan kini menawarkan material anyar dengan detail lebih modern,” demikian keterangan Gucci soal produk kaftan organik terbarunya.
Masalahnya, bagi netizen asal Asia Selatan, Gucci menjual kaftan itu US$3.500 (setara Rp49 juta). Harga grosirnya di pasar saja ga ada 1 persen dari yang dipatok Gucci.
Harus diakui, tren fashion cepat sekali berganti. Kadang, desainer dari negara-negara Barat akan berusaha mencari inspirasi karakter busana dari budaya berbeda untuk disesuaikan dengan pasar mereka. Menariknya, yang sering terjadi, para desainer itu tampaknya terinspirasi busana atau barang rumah tangga di Asia, yang sebetulnya masih kategori produk sehari-hari, yang bahkan dianggap biasa saja, untuk selanjutnya dikemas ulang menjadi terasa lebih ‘estetik’.
Sekilas, ketika jadi materi shitpost, kita sih paling ketawa melihat absurditas produk-produk fashion tersebut. Tapi mengingat ada calon pembeli yang bersedia mengeluarkan uang banyak demi menebus barang mahal tadi, wajar bila sebagian orang (Asia) mengurut dada.
Berikut rangkuman redaksi VICE soal produk-produk Asia sejenis yang dikemas oleh rumah mode, desainer, atau perusahaan desain interior Barat menjadi lebih mahal.
Kaftan termasuk yang sering ‘dimahalkan’
Gucci merupakan salah satu tertuduh utama yang diolok-olok netizen Asia, karena desain kaftannya tidak jauh berbeda dari yang dijual di pasar-pasar Pakistan atau India. Bedanya, harga yang mereka patok tidak masuk akal bagi pengguna kaftan tersebut yang biasa membelinya grosiran.
Menariknya, Gucci bukan satu-satunya merek/rumah mode yang pernah menjual busana tradisional dari negara tertentu menjadi produk mewah.
Jaringan retail fast fashion asal Spanyol, Zara, pernah menjual busana katun yang sangat mirip kameez. Sebagian kameez itu kemudian dioplos pula dengan motif batik.
Harga kain terusan macam ini di Pasar Asia Selatan: Rp30 ribu, kalau kainnya bagus banget, paling banter Rp600 ribu.
Tampah Bambu Bisa Jadi Hiasan Kamar?
“Percantik dinding rumahmu dengan hiasan indah dari bahan bambu ini,” demikian keterangan dari situs Pottery Barn, perusahaan retail produk-produk furnitur high end asal Amerika Serikat. “Hiasan” tersebut dipatok US$299 (setara Rp4,2 juta).
Netizen dari Indonesia hingga Filipina sontak ketawa melihat postingan tersebut di medsos. Sebab, tampah bambu dimiliki oleh mayoritas keluarga yang hidup di pedesaan sebagai tempat multifungsi, untuk mengolah bumbu sampai menyimpan sayuran.
Tampah bambu juga bukan sekali ini saja diklaim oleh perusahaan Barat sebagai material dekorasi rumah yang eksotis. Pada 2017, netizen di Facebook pernah menemukan iklan serupa di situs Etsy, yang menawarkan tampah bambu dengan harga US$38 (setara Rp541 ribu)
Berapa harga tampah ini yang wajar di pasaran Asia Tenggara: Rp25 ribu hingga Rp30 ribu.
Tas belanja murah meriah jadi dibikin lebih ‘chic’
Tas plastik yang sering jadi sarana belanja pengunjung pasar-pasar tradisional di Asia, ternyata bisa juga dibikin jadi terasa lebih chic oleh desainer rumah mode ternama. Koleksi Fall/Winter 2016 dari Balenciaga menampilkan tas yang bikin kening warga Thailand berkerut. “Lha itu kan tas yang biasa dipakai emak gue belanja?”
Desain tas Balenciaga itu terdiri dari tiga garis warna-warni, bahan utamanya plastik, dan ga beda jauh dari tas belanja yang dikenal warga Thailand. Bedanya jelas lagi-lagi di harga. Balenciaga membanderol tas eksotis mereka hingga US$2.000
Tentu saja, netizen Thailand segera mengolok-olok tas rumah mode tersebut karena kemahalan.
Kejadian serupa, yang bikin miris sekaligus ngakak, dialami pula oleh tas belanja khas pengunjung pasar tradisional di India hingga Hong Kong. Tas-tas macam itu niatnya agar orang lebih gampang belanja grosiran. Tapi, bagi beberapa rumah mode, termasuk Louis Vuitton, tampaknya mereka sukses menemukan penggemar fashion yang akan menganggapnya unik.
Harga normal tas-tas belanja tersebut: Rp15 ribu
Kursi rotan biasa dijual buat kaum sultan
Pelakunya masih sama dengan tampah bambu, lagi-lagi situs Pottery Barn. Kursi rotan kadang memang bisa lebih mahal dibanding kursi kayu, apalagi kalau kualitas rotannya bagus banget. Tapi, semahal-mahalnya kursi rotan, ga dijual seharga US$600 (setara Rp8,7 juta) juga kali.
Harga yang wajar kursi rotan di Asia: Rp600 ribu-Rp2 juta, tergantung ukurannya.
Ada juga nih tas desainer yang mirip makanan Asia
Tas bikinan Bottega Veneta dulu pernah diolok-olok netizen Malaysia dan Indonesia, karena desainnya jelas-jelas terinspirasi ketupat. Sayang ketupat yang ini udah ga bisa dimakan, harganya pun lebih dari Rp10 juta.
Desain absurd serupa pernah diliris Jean Paul Gaultier untuk koleksi Spring/Summer 2010. Bentuknya mirip banget bungkus pepes, makanan kesukaan orang Indonesia.
Harga normal ketupat atau pepes: Rp15 ribu – Rp30 ribu, dan bisa mengenyangkan perut lho.
Follow Koh Ewe di Instagram.