Sekilas tidak ada yang spesial dari mantel loreng ini. Hanya luaran biasa yang cocok untuk penampilan sehari-hari. Namun, mantel tersebut sebenarnya memiliki suatu keunikan, yang baru akan ketahuan jika pemakainya berdiri di depan kamera pengintai (CCTV) berteknologi AI dan disokong inframerah. Keberadaan mereka mendadak tidak dapat terdeteksi kamera.
Motif kamuflase sengaja didesain agar orang yang memakai mantel dapat menghindari deteksi kamera cahaya tampak (visible light) pada siang hari. Juga terpasang perangkat termal pada mantelnya, yang mampu memancarkan suhu tertentu. Dengan demikian, kita bisa lolos dari kamera inframerah yang mendeteksi gerakan manusia di malam hari.
Diberi nama InvisDefense, mantel ini merupakan kreasi empat mahasiswa pascasarjana di Wuhan University, Tiongkok, yang memenangkan hadiah utama “Huawei Cup” berkat inovasinya yang luar biasa.
“Kami bekerja keras mempersiapkan mantel ini, dari desain hingga pembuatannya,” terang Wei Hui, mahasiswa pascasarjana ilmu komputer yang merancang algoritme inti mantel. Kepada VICE World News, ia menyebut baru kali ini ada benda seperti InvisDefense yang dapat menyamarkan keberadaan kita saat tersorot kamera pengintai canggih.
Tim Wei Hui menguji coba kemampuan mantelnya di kampus, dan terbukti dapat mengurangi deteksi hingga 57 persen. Mereka mengungkapkan sulit sekali mencari cara supaya produk ciptaannya dapat mengelabui kamera dan juga mata manusia.
“Kami menggunakan algoritme untuk menciptakan desain yang tidak mencolok, yang dapat menjadikan penglihatan kamera tidak efektif,” Wei menjelaskan.
Tiongkok terkenal memiliki sistem pengawasan yang luar biasa canggih, namun sudah tergolong melanggar privasi warganya. Pada 2019, Tiongkok dinobatkan sebagai negara yang delapan dari 10 kotanya memiliki pengawasan terketat di seluruh dunia. Bahkan pemerintah telah memanfaatkan teknologi pengenalan wajah untuk memantau aktivitas rakyatnya, seperti mengidentifikasi warga Muslim “mencurigakan” di Xinjiang dan memastikan anak-anak tidak main game hingga larut malam.
Upaya pengawasan negara telah mendapat penolakan. Contohnya seperti pada 2020, ketika profesor hukum memenangkan perkara atas gugatan yang dilayangkan terhadap kebun binatang di Hangzhou. Pihak manajemen kebun binatang mengambil data biometrik wajah pengunjung tanpa persetujuan mereka.
Kekhawatiran ini jugalah yang tampaknya mendorong para mahasiswa untuk menciptakan mantel InvisDefense. “Kamera pengintai berteknologi AI ada di mana-mana dan telah merasuki kehidupan kita,” tutur Wei. “Mesin ini mengekspos privasi kita.”
“Produk ini tercipta supaya kita bisa melawan deteksi jahat, dan dapat melindungi privasi dan keselamatan orang dalam kondisi tertentu,” lanjutnya.
Wei dan rekan-rekan berharap selanjutnya mereka bisa menciptakan sesuatu yang dapat membuat objek selain manusia “tembus pandang” — seperti benda mati atau mobil yang bergerak. Mereka juga mencari cara supaya manusia bisa menghindari jenis kamera lain, baik yang menggunakan sensor jarak jauh, satelit maupun pesawat. Untuk sementara ini, InvisDefense akan dijual seharga 500 yuan, setara Rp1,1 juta.
Follow Koh Ewe di Twitter dan Instagram.