Aksi penyanderaan yang menggegerkan sebuah bank di Beirut pekan lalu berakhir setelah pihak bank sepakat mencairkan uang milik pelaku.
Insiden ini bermula ketika Bassam al-Sheikh Hussein (42) menerobos masuk Kantor Cabang Bank Federal membawa senjata dan tabung bensin pada Kamis 11 Agustus 2022, waktu setempat. Ia mengancam akan membakar dirinya sendiri apabila bank tidak mencairkan uang sebesar $200.000 (Rp2,9 miliar) dari rekening pribadinya.
Petugas bank menolak permintaannya lantaran tidak dapat mencairkan dana dalam jumlah besar, sehingga Hussein menutup pintu dan menyekap enam orang di dalam gedung. Lima di antaranya adalah pegawai bank, sedangkan satunya lagi nasabah yang tak sempat melarikan diri.
Hussein menghardik petugas bank dan mengatakan butuh uangnya untuk membiayai pengobatan sang ayah. Ia lalu berteriak “mereka semua pembohong” sambil mondar-mandir di lobi.
Sejumlah laporan media lokal Lebanon menyebut dua tembakan dilepaskan selama penyanderaan yang berlangsung enam jam, tapi tak ada satu pun yang terluka.
Ayah Hussein dikabarkan tengah dirawat di rumah sakit, dan mereka harus segera membayar $50.000 (Rp736 juta) untuk biaya pengobatan. Hussein katanya juga butuh uang untuk pengobatan putranya.
Pihak bank awalnya hanya menyanggupi penarikan dana sebesar $10.000 (Rp147 juta), tapi ditolak pelaku. Keenam sandera baru berhasil dibebaskan menjelang malam hari, setelah Hussein sepakat menerima $30.000 (Rp441 juta). Pelaku keluar dari gedung bank dan menyerahkan diri ke polisi. Belum diketahui hukuman apa yang akan menimpanya.
Aksinya terekam kamera dan tersebar luas di media sosial. Dalam video tersebut, kerumunan warga terdengar meneriakkan “Hentikan aturan bank!” sebagai bentuk dukungan kepada pelaku.
Sejak krisis ekonomi melumpuhkan Lebanon pada 2019, banyak bank hanya mengizinkan penarikan uang dalam jumlah kecil. Tak sedikit pula nasabah yang tidak dapat mengakses rekening tabungannya sendiri. Alhasil, warga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena kekurangan uang.
Saat ini, hampir 80 persen populasi Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan, yang menurut Bank Dunia “disebabkan secara sengaja oleh elit negara”. Krisis yang melanda Lebanon diyakini merupakan salah satu krisis terparah di dunia sejak 1850.
Walau telah menciptakan ketegangan, tindakan Hussein justru dianggap sebagai pahlawan. Pujian demi pujian membanjiri lelaki itu, khususnya dari Lebanese Depositors Union.
“Kami mendukung setiap orang yang mendepositokan uang untuk mendapatkan hak mereka,” terang Hady Jaafar, anggota Lebanese Depositors Union, saat dihubungi VICE World News. “Kami mendorong mereka untuk membawanya ke pengadilan. Namun, ketika pengadilan tak mampu menegakkan keadilan dan peraturan telah melanggar hukum, maka kita perlu menanamkan prinsip: pemenuhan hak diri sendiri.”