Berita  

KUHP Nasional Bentuk Reformasi Hukum Pidana Indonesia

JAKARTA-Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Semarang pada (1/2/2023).

Adapun narasumber dalam sosialisasi tersebut diataranya, sejumlah Guru Besar Bidang Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), yaitu Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Guru Besar Fakultas Hukum UI, Prof Dr. Topo Santoso, dan Guru Besar Universitas Krisnadwipayana Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji.


Dalam paparannya, Prof. Topo, menyampaikan salah satu perbedaan antara KUHP baru atau nasional dengan KUHP yang lama atau Wetboek van Strafrecht (WvS) adalah sudah munculnya pembahasan beserta naskah akademiknya dalam bab atau buku tindak pidana, pertanggung jawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan.

“Dalam KUHP nasional sebagian mirip dengan KUHP lama, tetapi salah satu yang baru adalah munculnya pembahasan tindak pidana dengan perantara alat yang sebelumnya tidak ada,” ujarnya dalam Sosialisasi.

Ia menambahkan bahwa perkembangan zaman yang memungkinkan terjadinya tindak pidana melalui perantara alat yang canggih atau artificial intelligence sudah diatur dalam KUHP nasional ini.

“Selain itu, pidana mati tidak lagi menjadi pidana pokok tetapi menjadi pidana khusus dengan masa uji coba 10 tahun untuk selanjutnya dapat dirubah menjadi pidana seumur hidup dengan catatan persetujuan Presiden,” kata Prof. Topo.

Senada, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, menyampaikan bahwa dalam KUHP baru ini terdapat lima misi, yaitu rekodifikasi terbuka dan terbatas, demokratisasi, aktualisasi, modernisasi, dan harmonisasi.

Ia menjelaskan, rekodifikasi terbuka dilakukan karena masih ada kemungkinan ketentuan-ketentuan lain untuk dimasukkan.

“Pada prinsip kodifikasi terbuka dan terbatas, pasal 187 KUHP Baru dinyatakan bahwa Buku Kesatu KUHP berlaku juga bagi perbuatan yang dipidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di luar KUHP, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang (UU),” katanya.

Narasumber lainnya yang hadir secara daring, Prof Indriyanto Seno Adji menjelaskan bahwa penyusunan UU KUHP diarahkan pada kebijakan rekodifikasi terbuka dan terbatas yang menghendaki dibukanya peluang perkembangan hukum pidana di luar kodifikasi dalam bentuk undang-undang yang berdiri sendiri.

”Kekhususan tindak pidana khusus terletak pada asas, rumusan norma hukum pidana dan ancaman pidana yang harus diakui menyimpangi dari standar hukum pidana dan pemidanaan umum yang ada,” kata Indriyanto.

Sementara itu, Sekjen Mahupiki, Dr. Ahmad Sofyan berharap sosialisasi ini dapat mencapai seluruh lapisan masyarakat.

“Acara ini menjadi sarana dialog substansi aspek-aspek yang menjadi perhatian agar masyarakat memahami secara utuh dan mendalam langsung dari para pakar tim penyusun”, pungkasnya.

Sejalan dengan Dr. Ahmad Sofyan, Wakil Rektor Bidang Akademik Unnes Semarang, Prof. Dr. Zaenuri Mastur mempertegas perlunya pemahaman akan urgensi pembaruan KUHP di era saat ini.

“Pembaruan KUHP sangat diperlukan sebagai pembaruan hukum sesuai yang dikatakan Bapak Wakil Menteri Hukum dan HAM, diantaranya harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, berorientasi pada hukum pidana modern, dan menjamin kepastian hukum”, imbuhnya.