Berita  

Korsel Pertahankan Aturan Kolot, Seniman Tato Dilarang Beroperasi Jika Bukan Dokter

korsel-pertahankan-aturan-kolot,-seniman-tato-dilarang-beroperasi-jika-bukan-dokter

Mahkamah Konstitusi Seoul telah mempertegas larangan tato untuk seluruh warga negara Korea Selatan pada Kamis 31 Maret 2022. Keputusan tersebut sontak menuai protes keras dari kalangan seniman tato dan pencinta seni rajah.

Para seniman tato Korsel mati-matian menuntut dihapusnya undang-undang yang hanya mengizinkan tenaga medis profesional menorehkan tato. Larangan itu secara tidak langsung mengkriminalisasi profesi mereka.


Namun, undang-undangnya terlanjur resmi disahkan, setelah mendapat dukungan lima suara hakim konstitusi, dan empat hakim lainnya menentang. Dengan demikian, Korea Selatan menjadi satu-satunya negara maju yang melarang beroperasinya studio tato tanpa lisensi medis. Pelaku seni rajah dinilai tidak mampu memberi perawatan yang diperlukan sebelum dan sesudah menato klien.

“Aturan ini kayak dagelan. Kami hanya bisa tertawa mendengarnya,” tandas Kim Do-yoon, seniman tato yang menjadi langganan artis K-Pop dan Hollywood macam Brad Pitt. Lelaki yang akrab dipanggil Doy memimpin serikat seniman tato yang menolak keras UU tersebut. Serikat itu memiliki 650 anggota yang tersebar di seluruh Negeri Ginseng.

“Tak ada satu pun orang di dunia ini yang berpikir membuat tato adalah pekerjaan medis,” ujarnya kepada VICE World News.

Karya cipta Doy, seniman tato terkemuka di Korea. Foto milik Doy.
Karya cipta Doy, seniman tato terkemuka di Korea. Foto milik Doy.

Survei yang dirilis serikat tato menjabarkan, terhitung sejak April lalu, sudah ada enam seniman tato yang dijebloskan ke penjara hanya karena melakukan pekerjaan mereka. Sebagian besar divonis hukuman dua tahun penjara. Doy termasuk yang tak lolos dari jeratan hukum. Dia setara Rp58,9 juta pada Desember tahun lalu, usai videonya menato aktor Korea viral di media sosial. Sejak itu, dia bertekad mengakhiri UU tersebut.

Para pencinta seni rajah di Korea sangat menyayangkan keengganan pemerintah mengikuti aspirasi anak muda. Apalagi popularitas tato semakin meningkat di Korsel. Hasil jajak pendapat Gallup Korea tahun lalu menunjukkan, empat dari lima warga Korsel berusia 20-an mendukung pencabutan larangan tato.

“Hukum yang ada tidak mencerminkan kenyataan. Semakin banyak orang yang tertarik punya tato. Mereka ingin ditato langsung oleh seniman, bukan dokter,” kata Lim Bo-lan saat dihubungi VICE World News. Perempuan yang menjabat sebagai direktur Federasi Tato Korea ini berencana menggelar aksi demo menuntut legalisasi tato bulan depan.

Mahkamah Agung di Korea Selatan mengilegalkan praktik pembuatan tato tanpa lisensi medis sejak 1992. Mahkamah Agung menguatkan larangannya pada 2016, setelah memperoleh suara dukungan 7 banding 2.

Kalangan kedokteran di negara tersebut berpendapat prosedur membuat tato sangat berbahaya, sehingga hanya bisa dilakukan oleh tenaga medis profesional. Sementara itu, MK berdalih tato dapat menyebabkan infeksi dan komplikasi lain, yang langsung dibantah oleh Doy. Menurutnya, keamanan prosedur selama membuat tato dapat ditingkatkan melalui pelatihan. Praktik tato di berbagai negara juga semakin aman seiring canggihnya teknologi.

Satu-satunya alasan logis aturan larangan tato muncul di Korsel, adalah karena masyarakat Korea, terutama dari generasi tua, memandang tato sebagai sesuatu yang negatif. Tato dulu digunakan untuk menandai penjahat dan budak di semenanjung Korea. Sejak itu, tato dikaitkan dengan orang-orang yang melakukan kejahatan, terutama setelah anggota geng memamerkan afiliasi mereka lewat tato.

Artis Korea yang memiliki tato dipaksa harus menutupinya saat tampil di televisi. Anggota BTS Jungkook, misalnya, selalu mengenakan baju lengan panjang dan perban supaya tatonya tidak kelihatan.

Terlepas dari larangan tersebut, kancah seni tato underground berkembang pesat di Korea Selatan, dengan lebih dari sejuta seniman tato yang menawarkan jasa mereka.

Lim mengungkapkan, beberapa klinik bahkan diam-diam mempekerjakan seniman tato dan menyerahkan tanggung jawab kepada mereka. “Dokter tidak paham seni dan mereka tidak mau membuat tato,” katanya.

Jepang dulu memiliki peraturan mirip yang diberlakukan di Korea Selatan, namun pengadilan tinggi telah mencabutnya pada 2020. Seniman tato di Jepang kini tak lagi wajib memiliki lisensi medis untuk membuka studio. Meskipun begitu, seni rajah tetap menjadi hal kontroversial di Jepang lantaran asosiasinya yang kuat dengan yakuza—geng kriminal yang dulu menguasai Jepang.

Follow Junhyup Kwon di Twitter.