Edgardo Lam hanya mengandalkan penghasilan dari jasa parkir sebelum mulai melukis 12 tahun lalu. Lelaki 67 tahun itu mencarikan tempat kosong, lalu mengarahkan pengemudi dan menunggu mobil mereka di jalanan sibuk Manila. Dia biasanya memperoleh 20-50 Peso (Rp6-15 ribu) untuk satu kali parkir.
Sekarang dia lebih akrab dipanggil “Tatay Edgardo” (Bapak Edgardo) oleh orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan Padre Faura dan M.H. Del Pilar. Dia kini menekuni seni lukis sebagai profesi sampingan.
Tunawisma itu menjual karyanya di pinggir jalan Ermita, Manila. Lam melukis makhluk hidup dan ikon budaya pop dengan pilihan warna cerah dan gaya surreal. Dia kini menggelar pameran pribadinya.
Kisah Lam viral awal bulan ini berkat twit merek pakaian lokal Filipina, tapi popularitasnya mulai melambung pada 2019. Dia masih ingat pelanggan pertamanya beberapa tahun lalu.
“Saya sedang melukis pemandangan baywalk dengan laut, awan, perahu dan gunung ketika orang asing lewat dan menanyakan dijual atau tidak,” kenang Lam. “Mereka bertanya berapa harganya dan saya bilang seikhlasnya saja.”
Orang itu membayar 1.000 Peso (Rp299 ribu) dan tak lupa memberi saran.
“Mereka menyuruh saya untuk terus melukis dan menyiapkan lebih banyak lukisan saat mereka lewat lagi. Mereka akan membeli semuanya,” Lam melanjutkan.
Pembeli itu menepati janji mereka. Lam memperkirakan telah menjual lebih dari 200 lukisan kepada pelanggan pertamanya. Dia sudah lama tidak melihat orang itu, tapi untungnya banyak yang menyukai karya Lam sekarang. Dia memasang tarif mulai 100-500 Peso (Rp29-149 ribu) untuk setiap karyanya.
Lam awalnya cuma menggunakan dua warna, karena hanya itulah yang dia punya. Dia sudah mampu membeli alat lukisnya sendiri, sehingga pilihan warnanya jauh lebih beragam. Warna-warna cerah inilah yang menarik perhatian para pelanggan.
“Lukisannya begitu unik dan cerah,” tutur Alex Fevidal yang mengoleksi dua karya Lam. “Lukisannya warna-warni tapi cocok satu sama lain.”
Pelanggan lain, Panya Boonsirithum, menghadiahkan lukisan Lam saat Hari Ibu. Dia tergerak “membagikan cerita hidup Tatay Edgardo dan menginspirasi semua orang.” Lam bisa menggelar pameran seni berkat bantuan Boonsirithum.
Walaupun jualannya laris, Lam tak terpikir untuk berhenti menjadi juru parkir.
“Saya masih memarkirkan mobil orang. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti. Bisa saja semua ini berhenti dan saya masih harus menjalani hidup,” ujarnya. “Saya bukan seniman hebat. Saya hanya bisa bersyukur banyak orang menyukai karya saya.”
Follow Romano Santos di Instagram.