Liputan4.com – Lombok Timur – Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminuddin menjeaskan untuk tahun 2021 ini Provinsi Nusa Tenggara Barat mendapat alokasi dana DBCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau) sebesar Rp.318 Miiar yang akan dibagikan kepada 10 Kabupaten dan Kota yang ada di NTB ini,namun ia masih menyayangkan pembagian DBHCT itu belum proporsional .
“Pembagian dana DBCHT ini belum proporsional karena sesuai dengan aturan dana itu dibagi untuk Provinsi 30 persen, Kabupaten Penghasi tembakau 40 persen dan 30 persen untuk Kabupaten lainnya, meskipun daerah itu bukan penghasil tembakau. Yang saya maksudkan tidak proporsional masak kota mataram dapat 62 miiar,Lombok Timur 64 miiar, Lombok Tengah 61 miiar,”ungkap Ketua APTI NTB. Senin (22/03/2021).
Pembagian jatah dana DBHCT dari Pusat ini, dianggap tidak berkeadilan, karena sudah tidak menjadi rahasia umum bahwa Lombok Timur dan Lombok Tengah merupakan sentra penghasil tembakau di NTB dan jumlah penduduknya jauh lebih besar dari Kota Mataram. Sehingga semestinya Lotim dan Loteng seharusnya lebih besar dana DBHCT yang ia terima dari Kota Mataram.
Ketua APTI NTB juga berharap Kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten agar dana DBHCT ini dialokasikan sesuai dengan forsinya karena dana DBHCT ini termaktub dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan) No.77 tahun 2020 yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM) dan dalam aturannya sudah jelas, dana DBHCT ini peruntukannya 50% untuk Kesehatan, 25% tembakau dan 25% untuk menanggulangi rokok illegal.
Melihat ketimpangan persentasi antara bagian untuk Kesehatan, Tembakau dan Rokok illegal, menurut Sahminuddin, APTI NTB memberikan masukan kepada Komisi XI DPR RI agar porsi atau persentasi dalam pembagian DBCHT itu agar dapat dirubah.
“APTI NTB memberikan masukan kepada Komisi XI DPR RI, dan alhamdullillah dalam acara dengar pendapat dengan Menteri Keuangan pada tanggal 27-28 Desember 2020. Akhirnya persentase itu dapat dirubah dengan rincian 50 persen untuk petani tembakau, 25% untuk Kesehatan dan 25% untuk penanganan rokok illegal,”katanya.
Ketua APTI NTB menganggap Pemerintah Provinsi NTB kurang respon terhadapa DBCHT ini, karena kalau mengacu Kepada UU Bea Cukai NTB sebenarnya harus mendapatkan DBCHT itu Rp.800 Miliar, karena di UU Cukai itu pada pasal 66 ayat “a” itu bahwa DBCHT itu tolak ukurnya adalah daerah penghasil tembakau, secara nasional NTB menempati urutan kedua setelah Jawa Timur.
“DBCHT untuk NTB kita mulai dapat tahun 2010 yang pada saat itu produksi tembakau kita 45.000 ton dan dapat DBHCT 190,3 Miliar, sementara Jawa Tengah pada saat itu punya produksi 25.000 ton dapat Rp.265 M, yang lebih menyakitkan tahun 2016 kita berada pada urutan ke 4 setelah Jawa Barat, sebenarnya inilah tugas 11 anggota DPR RI dan 4 Anggota DPD asal NTB untuk mendorong Pemerintah Pusat bersama Gubernur untuk minta DBCHT itu ditambah,” tegas Sahminuddin.
Sedangkan terkait anggaran yang digunakan APTI NTB sebagai dana operasioal sebagai lembaga yang mengadvokasi petani tembakau, menurut Sahminuddin selama ini belum ada anggaran baik dari APBD maupun bagian dari DBHCT, untuk operasional lembaganya (APTI). Sehingga dalam kegiatannya beum pernah menggunakan uang APBD atau DBCHT.
Ia juga sangat menyayangkan Pemerintah yang hanya mencatat produksi tembakau petani yang masuk melalui Gudang-Gudang resmi, sementara produksi tembakau petani yang diluar dari gudang tidak tercatat, Ketua APTI NTB mencontohkan dari tembakau KL (Kering Lapangan) saja menurut catatan APTI NTB setiap musim panen tidak kurang dari 3.000 ton,yang dihasilkan oleh petani .(Bul)
Berita dengan Judul: Ketua APTI NTB : Sayangkan Pembagian DBCHT Untuk NTB Tahun 2021 Rp.318 Miliar, Belum Proporsional. Terbit juga di: LIPUTAN4.COM. Reporter: Makbul