JAKARTA- Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP-BUMD) DKI Jakarta mencatat akumulasi rugi usaha 7 BUMD Jakarta sejak tahun 2017-2021 mencapai nilai Rp. 1,86 Triliun.
Pengamat Kebijakan Publik Sugiyanto Senin (20/6), menyesalkan melempemnya kinerja BUMD yang mengakibatkan kerugian uang negara yang cukup besar. Padahal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta telah menyetujui Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada pemprov DKI Jakarta.
“Akumulasi PMD DKI Jakarta yang telah disetujui DPRD DKI Jakarta sejak tahun 2017-2021 nilainya bisa mencapai puluhan triliun rupiah. Namum hasilnya tak berbanding lurus dengan perolehan laba usaha dari 7 BUMD Jakarta itu,” kata SGY sapaan akrabnya di Jakarta, Senin (20/6).
Diketahui, bedasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah atau disingkat BUMD diketahui merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah.
BUMD sendiri terdiri dari perusahaan umum yang 100% sahamnya milik daerah dan perusahaan perseroan daerah yang berbentuk perseroan terbatas yang seluruh modal sahamnya atau paling sedikit 51% dimiliki oleh daerah.
SGY membeberkan, kerugian sejumlah BUMD DKI dengan merujuk data dari BPBUMD. Pertama, rugi usaha yang dialami oleh PD Dharma Jaya, yakni terjadi pada tahun 2020 senilai Rp. 17,59 miliar dan tahun 2021 senilai Rp. 14,73 miliar. Total kerugian usahanya menjadi Rp. 32,33 miliar.
Kemudian untuk rugi usaha BUMD kedua Perumda Sarana Jaya, terjadi pada tahun 2021, yakni senilai Rp. 338,79 miliar. Sedangkan rugi usaha BUMD ketiga PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. BUMD yang 72% sahamnya milik Pemprov DKI Jakarta ini telah mengalami kerugian pada tahun 2020, yakni senilai Rp. 392,86 miliar. Lalu pada tahun buku 2021 kerugian serupa terjadi senilai Rp. 275,03 miliar. Dengan demikian total kerugian Ancol mencapai Rp. 667,90 miliar.
Rugi usaha BUMD yang keempat terjadi pada PT. Jakarta Propertindo (Jakpro). Rugi usaha terjadi sejak tahun 2019, yakni senilai Rp. 76,22 miliar dan tahun 2018 rugi Rp. 240,8 miliar. Lalu tahun 2021 mencatat rugi senilai Rp. 110.83 miliar. Total kerugian usahanya mencapai Rp. 427,94 miliar.
Kelima, Jakarta Tourisindo mengalami kerugian terjadi sejak tahun 2017, yakni senilai Rp. 19,72. Kemudian pada tahun 2018 juga mengalami rugi usaha senilai Rp. 15,45 miliar, lalu tahun 2019 mencatat rugi senilai Rp. 21,81 miliar. Totalnya rugi usaha PT. Jakarta Tourisindo menjadi Rp. 56, 98 miliar.
Keenam adalah PT. Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta (Persero). Perusahaan daerah yang melayani angkutan massal bawah tanah ini juga mengalami hal yang sama. Rugi usaha terjadi pada tahun 2017 yakni senilai Rp. 115,13 miliar, dan tahun 2018 senilai Rp. 138,71 miliar. Lalu pada tahun 2020 kembali mengalami rugi usaha senilai Rp. 69,09. Dengna demikian total rugi usahanya menjadi Rp. 322,94 miliar.
Terakhir rugi usaha yang ketujuh yakni BUMD PT. Jamkrinda Jakarta. BUMD yang bergerak dalam bidang penjaminan kridit ini mencatat rugi usaha pada tahun 2021 yakni senilai Rp. 16,39 miliar. “Jadi akumulasi rugi usaha 7 BUMD Jakarta sejak tahun 2017-2021 mencapai nilai Rp. 1,863 triliun,” ungkap dia.
Di sisi lain, SGY menuturkan, berdasarkan data BPBUMD tercatat untuk akumulasi laba usaha dari tahun 2017-2021, untuk 7 BUMD Jakarta tersebut, jumlahnya hanya mencapai nilai Rp. 1,791 triliun. Untuk rinciannya terdiri dari laba usaha PD Dharma Jaya, laba tahun 2017-2019 ( Rp. 28,2 miliar ), lalu Perumda Pembangunan Sarana Jaya mencetak laba tahun 2017-2020 (Rp 319,06 miliar), kemudian PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, laba tahun 2017-2019 (Rp. 676,94 miliar), selanjutnya PT. Jakarta Propertindo (Jakpro), laba tahun 2017-2018 (Rp. 477,40 miliar), juga PT. Jakarta Tourisindo, laba tahun 2020 dan 2021 ( Rp. 16,46 miliar ), dan PT. Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta (Persero), laba tahun 2019 dan 2021 (Rp. 248,71 miliar ), serta PT. Jamkrinda Jakarta, laba tahun 2017-2020 ( Rp. 24,75 miliar).
“Bila jumlah akumulasi laba usaha 7 BUMD Jakarta sejak tahun 2017-2021 yang hanya Rp. 1,791 triliun dikurangi dengan akumulasi rugi usaha senilai Rp. 1,863 triliun, maka masih tetap mencatat rugi usaha senilai negatif Rp. 71,75 miliar,” terang SGY.
“Jadi intinya akumulasi laba usaha sejak tahun 2017-2021 dari 7 BUMD Jakarta tersebut terggerus akumulasi rugi usaha senilai Rp. 1,86 triliun,” lanjutnya.
Karena itu SGY menyarankan kepada Pemerintah DKI untuk mengevaluasi secara total rugi usaha BUMD tersebut. DPRD DKI Jakarta, menurut dia harus segera meminta Gubernur Anies Baswedan melakukan audit kepada 7 BUMD Jakarta ini dengan mengunakan auditor terpercaya PricewoterhouseCooper (PwC).
“Permintaan PcW sebagai auditor bukan hal yang berlebihan. Gubernur Anies juga pernah mengunakan Jasa PcW sebagai penasehat Investasi Pemerintah Daerah,” ucap dia.
Atas dasar akumulasi rugi usaha dari 7 BUMD Jakarta yang mencapai nilai Rp. 1,86 triliun, SGY menambahkan, DPRD Jakarta harus segera mengambil sikap tegas. Rugi usaha BUMD Jakarta hakikatnya merupakan kerugian bagi Pemprov DKI Jakarta. Dengan demikian maka juga menjadi kerugian bagi masyarakat Jakarta.
“DPRD Jakarta juga dapat membentuk Pansus Rugi Usaha untuk 7 BUMD Jakarta. Melalui hasil audit PriceworerhouseCooper dan hasil Pansus, nantinya Dewan bisa menentukan kebijakan yang tepat untuk menolak atau menyetujui PMD kepada Pemprov DKI Jakarta,” tutup dia.