Paket wisata vaksin adalah kegiatan melancong ke satu destinasi wisata dibarengi dengan vaksinasi di tempat tersebut. Cara ini dianggap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno berpeluang meningkatkan minat wisatawan melancong, demi menggerakkan roda ekonomi pariwisata yang macet karena pandemi. Wacana ini disampaikan Sandiaga kala menghadiri temu wartawan mingguan yang disiarkan langsung di kanal YouTube Kemenparekraf.
“Ini ada yang menarik karena dalam dua minggu terakhir berseliweran promosi-promosi pariwisata berbasis vaksin, baik di Amerika maupun destinasi-destinasi lainnya dengan harga yang menurut kami cukup terjangkau untuk kalangan menengah ke atas di sini, dan menimbulkan banyak perhatian,” ujar Sandiaga pada Rabu (2/6) lalu.
“Kami sendiri mendapatkan satu proposal dari beberapa pelaku pariwisata, mungkin enggak dibuat seperti itu di Indonesia? Sehingga potensi masyarakat kita yang ingin mendapatkan vaksin bisa diarahkan. Mungkin ke Bali, Bintan, ke Batam, atau destinasi lainnnya. Nah, ini sedang kita bicarakan secara detail juga.”
Sandiaga menekankan pemerintah ogah melewatkan potensi wisata baru ini. Doi tak pengin ada wisatawan yang sebenarnya mau berwisata di Indonesia, namun begitu melihat paket wisata vaksin di Amerika Serikat misalnya, maka ia tak jadi berlibur ke destinasi wisata dalam negeri. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan vaksin merupakan barang publik yang diberikan secara gratis, namun pariwisata bisa menjadi bungkus yang menarik perhatian warga negara untuk mendapatkan vaksin tersebut.
Dosen Pariwisata Sekolah Vokasi UGM Sarani Pitor Pakan menjelaskan konsep wisata vaksin bukan sesuatu yang baru-baru amat. Sebelum pandemi, sudah banyak kasus wisata kesehatan dan wisata medis di mana seseorang pergi ke tempat lain untuk mendapatkan layanan kesehatan dan medis yang, menurut si pasien-turis, lebih berkualitas.
“Namun seperti halnya wisata medis [lainnya], wisata vaksin ini kan menunjukkan adanya ketidaksetaraan dalam mengakses fasilitas kesehatan. Para wisatawan vaksin ini memilih jalur pariwisata karena proses vaksinasi di negara asal mereka terlalu lambat atau terlalu sedikit stok [vaksinnya], sehingga mereka berusaha mengakses sendiri common good bernama vaksin lewat wisata. Beberapa [wisatawan] yang lain mungkin karena malas menunggu jatah vaksin di negaranya,” ujar Pitor kepada VICE.
Pitor menggarisbawahi bahwa target sebenarnya dari paket wisata vaksin ini perlu dijawab, “Jika wisatawan nusantara yang disasar, pertanyaannya jadi [soal] kelas sosial. Seakan-akan kita mengulang masalah lama di ranah kesehatan: orang berduit bisa akses fasilitas kesehatan dengan gampang, orang yang enggak punya duit harap menanti dengan sabar. Perlu juga dicek kondisi stok vaksin kita, apakah ada kelebihan sehingga pantas dipromosikan ke wisatawan?” tutup Pitor.
Selain AS, Maladewa dan Rusia diberitakan lebih dulu menggelar program wisata vaksin. Responnya yang menentang kurang lebih sama: langkah berwisata vaksin dianggap salah secara moral mengingat ketidaksetaraan dalam distribusi vaksin di dunia.
Namun, Perdana Menteri Serbia Ana Brnabić mengatakan ribuan dosis vaksin di negaranya akan terbuang percuma jika tidak ia ditawarkan kepada orang asing, mengingat banyak warganya masih meragukan keamanan vaksin itu sendiri.