Majelis hakim PN Medan resmi menjatuhkan vonis 2,5 tahun kepada Rafeles Simanjuntak, terdakwa pencuri dan penjagal kucing persia bernama Tayo milik Sonia Rizkika yang kasusnya mengemuka Januari tahun ini. Di muka pengadilan, Rafeles mengakui dan menyesali perbuatannya membunuh kucing peliharaan Sonia untuk kepentingan bisnis daging kucing seharga Rp20 ribu per kg. Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septian Napitupulu yang meminta tiga tahun penjara.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Rafeles Simanjuntak alias Neno dengan pidana penjara dua tahun enam bulan, dikurangi masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar Ketua Majelis Hakim Hendra Utama Sutardodo dalam sidang putusan virtual, Selasa (31/8) kemarin.
Rafael dijerat KUHP Pasal 363 ayat 1 tentang pencurian hewan peliharaan atau ternak dan Pasal 406 ayat 2 tentang pembunuhan hewan peliharan orang lain. Sidang dihaidir pendiri Animal Defenders Indonesia Doni Herdaru Tona yang mendampingi Sonia sejak kasus ini dilaporkan.
“Vonis ini menjadi langkah maju penegakan hukum, sekaligus perlindungan terhadap kesejahteraan hewan peliharaan,” kata Doni kepada Harian Kompas. Dalam postingan di Instagramnya, Doni mengapresiasi aparat yang menangani kasus tersebut. Sebelumnya, Sonia mengaku ditertawakan oleh petugas Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, saat melaporkan penjagalan kucingnya. Semua berubah setelah curhatan Sonia di media sosial viral.
Sidang ini mengungkap cara kerja si penjagal kucing. Menurut pengakuan Rafeles, ia bersama kawannya berkeliling naik becak menangkapi kucing-kucing liar maupun peliharaan yang mereka temui. Hewan malang itu langsung dimasukkan ke karung goni dan dipukul menggunakan kayu sampai mati untuk diambil dagingnya. Penjagalan dilakukan di rumah pelaku di Jalan Tangguk Bongkar VII, Tegal Sari Mandala II, Medan Denai. Saat ditanya media, tetangga pelaku membenarkan bahwa pelaku memang memotong kucing di rumah itu setiap hari.
Aktivis satwa Indira Nurul Qomariah turut mengapresiasi putusan pengadilan serta pihak yang membawa dan mengawal kasus ini ke ranah hukum. “Vonis 2,5 tahun cukup membuat jera, jika kita bandingkan dengan vonis pelaku yang membunuh orangutan dengan 130 peluru, tapi pelaku hanya mendapat kurungan tujuh bulan penjara,” kata Indira saat dihubungi VICE.
“Harapan saya, pelaku dan penjagalan hewan peliharaan bisa diberi hukuman penjara agar jera, tidak disepelekan. Tindakan pelaku sangat meresahkan bagi para pemilik anjing dan kucing,” tambahnya.
Vonis penjara untuk pelaku penyiksaan binatang memang angin segar yang memperlihatkan keberpihakan hukum pada kasus kekerasan hewan, mengingat pelaku di kasus ini kerap lolos dari jerat bui.
Pada Februari 2020, misalnya, pelaku penganiayaan kucing hingga mati di Bekasi, Jawa Barat, berinisial RH tidak ditahan karena tidak memenuhi syarat. “Tidak bisa kami tahan karena ancaman hukumannya sembilan bulan penjara, tindak pidana ringan,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota Arman dilansir Detik. Saat itu RH dijerat KUHP Pasal 302 tentang penganiayaan hewan.
Penyiksa hewan yang lolos dari hukuman penjara juga terjadi di Tulungagung. Ahmad Azzam, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, dikejar polisi karena videonya mencekoki kucing dengan air kelapa sampai mati tersebar. Namun, Kapolres Tulungagung menyatakan tidak menahan tersangka karena ancaman hukumannya “hanya” dua tahun penjara.
Vonis penjagal kucing Tayo menjadi kabar baik terbaru yang bikin kita optimistis bahwa Indonesia yang lebih baik untuk hewan bisa diwujudkan. Kabar baik sebelumnya datang dari Kulonprogo, Yogyakarta. Agustus lalu, aparat setempat menyatakan sudah siap menyidangkan kasus perdagangan anjing jagal, yang akan menjadi sidang perdagangan anjing jagal pertama di Indonesia.