Berita  

Kazakhstan Ricuh, Aktivitas Seperlima Tambang Bitcoin Global Tumbang

kazakhstan-ricuh,-aktivitas-seperlima-tambang-bitcoin-global-tumbang

Pemadaman internet yang dilakukan pemerintah Kazakhstan selama kerusuhan untuk menggulingkan rezim telah melumpuhkan seperlima penambang Bitcoin di dunia.

Sebagian besar operasi penambangan mata uang kripto telah pindah ke negara Asia Tengah karena harga listrik yang murah dan cadangan batu bara yang besar. Banyak penambang yang bermigrasi ke Kazakhstan setelah Tiongkok melarang aktivitasnya tahun lalu.


Menurut pemberitaan media, demo kenaikan harga BBM ini telah menelan sedikitnya puluhan jiwa. Pada Jumat, presiden Kassym-Jomart Tokayev telah memerintahkan pasukan keamanan untuk melepaskan tembakan tanpa peringatan, sedangkan ribuan pasukan Rusia dikerahkan untuk melindungi sekutunya.

Para pengamat menilai pemblokiran internet telah menghentikan semua operasi penambangan Bitcoin dan mata uang kripto lainnya di negara tersebut, yang menyumbang sekitar 15-18 persen penambangan yang terhubung ke jaringan global.

Pemantau utama trafik internet mengatakan Jumat, kapasitas internet negara tersebut beroperasi kurang dari lima persen.

Pada Kamis, harga Bitcoin turun di bawah 43.000 Dolar (Rp614 juta) untuk pertama kalinya sejak September, kehilangan 8 persen dari nilainya. Namun, nilai mata uang kripto memang mengalami penurunan drastis selama beberapa pekan terakhir, dan alasannya bukan karena kerusuhan Kazakhstan.

Sulit diketahui seperti apa kondisi terkini di Almaty, kota terbesar di Kazakhstan. Media internasional tidak dapat menjangkau pusat konflik, sedangkan kantor berita milik pemerintah Rusia dan Kazakhstan nampak mendukung rezim. Namun, postingan media sosial memperlihatkan rekaman pasukan keamanan bentrok dengan pengunjuk rasa, sedangkan rumah sakit kewalahan mengurus korban tewas dan luka-luka yang melebihi jumlah yang dinyatakan pemerintah.

Gedung pemerintah Kazakhstan yang hangus terbakar
Kerusuhan Kazakhstan menumbangkan 15-18% penambangan Bitcoin dunia.

Dalam pidato agresif yang disiarkan televisi milik pemerintah, Presiden Tokayev menyebut aksi ini telah ditunggangi “teroris dan perusuh”, sehingga harus segera dihancurkan demi mengembalikan ketertiban.

“Apalagi yang bisa dinegosiasikan dengan para penjahat dan pembunuh? Kita harus berurusan dengan perusuh dan teroris bersenjata yang terlatih, baik lokal maupun asing. Karena itulah mereka perlu dihancurkan secepat mungkin,” demikian isi pidatonya, mengutip terjemahan Washington Post.

Sementara Tokayev mengklaim situasi telah aman terkendali, wartawan BBC di Almaty mengungkapkan suara tembakan dan kerusuhan sengit masih terdengar di seluruh kota.

Aksi protes mulai terjadi di bagian barat negara itu pada 2 Januari, lalu meluas ke kota-kota besar. Warga awalnya memprotes keputusan pemerintah yang mencabut subsidi minyak hingga harga naik berlipat ganda dalam semalam. Namun, demonstrasinya berubah menjadi tuntutan perubahan rezim dan mengakhiri hubungan politik yang erat dengan Rusia. Gerakan ini sontak menarik perhatian Moskow.

Menurut akun media sosial dan televisi milik pemerintah, Rusia mengirim pasukan “perdamaian” untuk membantu memadamkan kerusuhan. Juru bicara  Collective Security Treaty Organisation (CSTO) menyampaikan pasukan tersebut terdiri dari 2.500 tentara negara-negara pecahan Uni Soviet, seperti Rusia, Belarusia, Armenia dan Tajikistan, yang tergabung dalam pakta CSTO.

CSTO mengaku hanya akan melindungi gedung dan infrastruktur pemerintah, sedangkan demo anti-pemerintah akan dihentikan pasukan keamanan Kazakhstan. Kebenaran ucapan ini tidak dapat dikonfirmasi. Tak ada penerbangan komersial ke negara itu sejak Rabu lalu.

Presiden Rusia Vladimir Putin sangat mendukung rezim CSTO di Belarusia, serta Ukraina sebelum 2014. Dia memberi bantuan militer dan politik selama upaya penggulingan pemerintah. Berdasarkan sejumlah pengamat militer Rusia, meski Rusia telah mengepung Ukraina dengan sekitar 100.000 tentara dalam kebuntuan mengenai orientasi negara itu ke Eropa Barat, pasukan Angkatan Darat Rusia cukup besar untuk melakukan keduanya.