JAYAPURA | Kasus Korupsi Sentra Pendidikan Mimika yang menyeret kepala dinas pendidikan kabupaten Mimika hingga hari ini belum juga menemui titik terang.
Menyikapi hal itu, Sekjen Komunitas Masyarakat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) Papua Johan Rumkorem menilai ada kejanggalan dalam pengungkapan kasus tersebut yang sengaja ditutupi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua.
“ Masyarakat sudah muak dengan prilaku oknum Aparat Penegak Hukum di kejaksan tinggi papua yang seolah-olah menutupi dugaan tindak pidana korupsi sentral pendidikan di mimika, ” ungkap Johan melalui rilis yang diterima redaksi torangbisa.com, Kamis malam (6/10/2022).
Johan menyebutkan Lsm kampak papua sudah mendatangi kedua institusi itu pada Kamis kemarin guna mempertanyakan sejauh mana penanganan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp 1.6 milyar.
“ Pada tanggal 5 oktober 2022, saya mendatangi Diretkrimsus polda papua mempertanyakan kasus tersebut, namun jawaban dari Kasubit Tipidkor Polda, bahwa kasus tersebut sudah ada gelar perkaranya bersama Mabes polri, dan tersangkanya adalah JU. Jadi pihak polda sudah melengkapi berkas-berkas yang diminta oleh kejaksaan tinggi papua, yaitu P19nya, sekali lagi, Tersangkanya sudah jelas-Jelas Jenny O usmani, yang menetapkan tersangka adalah Polda papua, ” tandas Johan.
Johan mengatakan, Kampak sudah kordinasi dengan Polda Papua terkait korupsi dana otsus di sentral pendidikan, menurut pihak penyidik di polda, mereka sudah lengkapi berkas-berkas (P19) yang diminta oleh pihak kejaksaan, jadi saya langsung mendatangi Kejaksaan tinggi papua tanggal 6 oktober 2022.
” Saya menanyakan langsung soal tersangka korupsi dana otsus sentral pendidikan Mimika, sudah digelar perkara bersama-sama dengan Polda papua dan kejaksaan memberikan arahan kepada Polda supaya melengkapi berkas-berkas P19 tersebut, ” jelas Johan.
Pria yang getol mengawal Kasus Korupsi itu menambahkan bahwa pihaknya datang ke dua instansi tersebut untuk memastikan sejauh mana berkas perkara yang diserahkan ke kejaksaan. Tetapi jawaban dari kejaksaan, mereka belum menerima berkas P-19nya, saya mendengar hal tersebut, saya merasa tidak puas dan ada sesuatu yang tidak beres dalam intitusi lembaga hukum ini, makanya saya langsung telepon Kasubit Tipidkor di polda, saya sengaja telpon biar kami semua dengar, tetapi seolah-olah ada sesuatu yang ditutupi oleh kejaksaan tinggi papua.
Dengan kesal lanjutnya, Ia langsung menuju kembali ke polda pada pukul 15:10 untuk mendapatkan jawaban, saya tanyakan langsung, tapi jawaban dari polda, apa yang mereka kerjakan berdasarkan arahan kejaksaan sudah lengkap, dan polda hanya tunggu berkas yang diserahkan tadi, apakah sudah lengkap dan dinyatakan P21, kalau berkasnya sudah dinyatakan P21, langsung mereka eksekusi, ternyata, apa yang dijelaskan oleh pihak reskrimsus polda sudah sangat jelas, maka kami menduga Kajati papua ini yang biang keroknya kasus korupsi ini, ” tegas Johan.
Dengan demikian kata Johan, sungguh Dia merasa geram ketika mendengar keterangan Kejaksaan tinggi yang ragu-ragu mengeluarkan P21 terhadap tersangka korupsi dana otsus sentral pendidikan Mimika, johan menyatakan, baru pertama kali terjadi di indonesia kalau pihak kejaksaan tinggi Papua berpatokan pada perhitungan kerugian negara yang dihitung oleh Inspektorat, padahal perhitungan kerugian negara ini bukan permintaan dari Penyidik Polda papua, tetapi itu permintahan dari Tersangka, masa tersangka yang minta inspektorat menghitung kerugian negara lalu kejaksaan berpatokan pada perhitungan itu? Memangnya tersangka dan inspektorat itu Penyidik?, ” tegasnya lagi.
“ Ini bahaya jika kejaksaan bekerja sama dengan inspektorat dan tersangka, Kajati papua jangan lindungi koruptor, ” tukas Johan.
Johan melanjutkan, Ia sependapat dengan penyidik dari polda, pihak penyidik di polda berpatokan pada perhitungan kerugian negara dari BPKP, karena Penyidik di polda yang meminta sendiri perhitungan kerugian negara itu harus BPKP, dan memang itu benar, karena yang punya kewenangan perhitungan kerugian negara itu hanya BPK/BPKP, mereka yang berkompeten dalam perhitungan kerugian negaranya, bukan inspektorat dan tersangkanya.
Jadi apa yang diminta oleh Penyidik tipikor, kejaksaan harus diikuti karena mereka yang menangani kasus itu, bukan inspektorat. Saya kira dalam UU Tipikor sudah sangat jelas, pada Bab V, pasal 41, UU nomor 31 tahun 1999, apabila masyarakat mencari, memperoleh, menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi maka melaporkan ke pihak penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, bukan ke inspektorat.
“ Jadi sudah sangat jelas, kami minta supaya Kajati papua harus dicopot saja, karena sudah banyak kasus-kasus korupsi yang belum diselesaikan, jadi apa yang disampaikan oleh pihak kejaksaan terkait perhitungan perhitungan kerugian negara dari kedua instansi itu yaitu BPKP dan inspektorat adalah MODUS, ” pintah Johan.
Johan menduga modus yang dimainkan supaya tutupi kasus korupsinya, barangkali sudah ada dil-dilan dari tersangka dan oknum-oknum di kejaksaan, makanya kami menduga oknum-oknum tersebut kemasukan angin, jadi stop baku tipu sudah, kami tegaskan bahwa siapa yang bekerja jujur diatas tanah papua, dia akan hidup, tapi siapa yang bekerja dengan tidak jujur, dia akan mati, dan tetap akan terbukti, nada kesal dengan ketidak jujuran APH di tanah papua, ” tutup johan.
Berita dengan Judul: Kasus Korupsi Dana Otsus Sentral Pendidikan Mimika Berkasnya sudah P19, Kampak Papua: Kajati Papua Jangan Tutupi P-21 Nya pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com. oleh Reporter : Redaksi