Berita  

Kalian Kini Berusia 25 dan Merasa Gelisah? Jangan Takut, Ini Panduan Menghadapinya

kalian-kini-berusia-25-dan-merasa-gelisah?-jangan-takut,-ini-panduan-menghadapinya

Begitu memasuki usia 20-an, rasanya tak ada krisis yang menyita perhatian kita sebesar quarter-life crisis. Banyak orang yang menganggapnya masa persimpangan jalan paling berpengaruh dalam hidup manusia. 

Kebanyakan dari kita menjalani fase awal hidup secara seragam: lahir, sekolah, lanjut sekolah, lanjut sekolah, dan lanjut sekolah lagi. Semuanya terasa lebih ringan karena ada orang lain yang mengarahkan dan kita punya banyak teman senasib. Menjelang umur 25, mayoritas sudah terlepas dari institusi pendidikan, kegelisahan mendadak hadir. Tiba-tiba saja, kita sendirian terempas di wilayah asing yang punya banyak cabang jalan, lalu dituntut untuk sesegera mungkin memilih jalan hidup dari pilihan yang tidak sepenuhnya kita pahami. 


Kerja cari uang atau kerja yang kita suka? Mau jadi apa? Apa tujuan hidup kita? Pertanyaan-pertanyaan itu memberondong.

Enggak cuma transisi cara berpikir, banyak perubahan sosial yang juga menandai krisis ini. Lelucon tentang jomblo terasa tak selucu dulu. Obrolan finansial mendadak hadir di tongkrongan, membanding-bandingkan gaji fresh graduate di beberapa perusahaan impian. Pikiran tentang menjalani hidup ideal bertabrakan dengan realitas bahwa apa-apa butuh modal. Teman satu per satu pergi. Ada yang sibuk sendiri, ada yang sudah tak cocok lagi. 

Tekanan dari dalam dan luar diri gini jelas bikin stres, menguji benar kekuatan mental kita. Oleh karenanya, VICE coba bikin panduan hidup buat pembaca yang usianya kini menjelang usia 25 dan udah mulai merasakan dampak-dampak krisis. Saran-saran ini mungkin bukan jadi solusi kesulitanmu, tapi setidaknya bisa bikin kamu lebih namaste selama di persimpangan jalan.

Panduan ini bakal berfokus ke kebiasaan yang sebaiknya tidak kamu lakukan lagi begitu memasuki usia 25. Semata-mata biar kamu enggak perlu dengerin “Rehat” tiap hari.

1. Berhenti konsumsi konten bertema kesuksesan di usia muda

Kamu merasa umurmu tua, tapi hidupmu masih gitu-gitu aja? Mungkin itu tandanya kamu udah kebanyakan melahap konten dari orang ngaku-ngaku sukses di usia muda. Udah deh, segera ganti tontonanmu dengan video bebek atau kumpulan meme terbaik dari lagu “Rehan Baik”.

Percayalah, problematika hidupmu sudah banyak, jangan ditambah lagi dengan menekan diri untuk cepat-cepat punya jet tempur pribadi. Apa yang kamu lakukan saat ini untuk bertahan hidup tidak lebih buruk dari “kesuksesan di usia muda” yang overrated itu. Terdengar klise, tapi semua orang itu punya waktunya sendiri-sendiri. 

Ingat, umur cuma angka, kesuksesan cuma perspektif. 

2. Enggak perlu hapus opini jelek yang kamu tulis di medsos beberapa tahun lalu

Hidup berinternet dari kecil, kita telanjur nyaman memanfaatkan media sosial buat ngomongin hal enggak penting dan ngomentarin sesuatu yang enggak perlu. Menjelang usia seperempat abad, krisis identitas biasanya membuat kita membuka lagi arsip kelakuan-kelakuan kita di dunia maya. Sejarah opini jelek yang kita ungkapkan di medsos biasanya langsung bikin kita cringe ke diri sendiri.

Melihat apa yang terjadi dengan penyanyi Ardhito Pramono ketika twit problematisnya jaman dulu ke-blow up, enggak heran kita langsung insecure dan lanjut menghapus konten milik kita. Bahkan ada yang sampai menggunakan jasa hapus akun.

Saran kami: berhenti lakukan ini. Ingat pepatah bahwa opini akan menjadi jelek pada waktunya. Manusia berubah, pemikiran berkembang. Selama kontenmu bukan ujaran kebencian atau ajakan diskriminasi, rayakan aja twit-twit tololmu dulu sebagai bagian dari character development sebuah serial televisi.

Bukankah kalau kamu merasa cringe, itu tandanya kamu udah berubah jadi manusia yang lebih baik?

3. Pas ketemu temen lama, jangan buka obrolan dengan kalimat “Sombong ya sekarang!”

Ada banyak alasan yang bikin kita berpisah dengan kawan. Pemikiran yang enggak lagi sama, prioritas yang berubah, atau intensitas pertemuan yang berkurang sehingga membuat hubungan secara alamiah renggang. Makanya, hanya karena seorang kawan menolak ajakan nongkrong, jangan semena-mena kamu bilang sombong pas tiba-tiba ketemu. Beneran deh, mau kamu bercanda pun, rasanya tuh enggak enak banget!

Mari menerima kenyataan bahwa semua orang punya hidupnya sendiri. Keputusannya untuk tidak melibatkanmu di dalamnya harus bisa kamu terima. Orang mulai sibuk menata hidup dan enggak punya cukup waktu lagi buat ngurusin drama-drama pertemanan secara full-time kayak jaman kuliah dulu.

Satu saran lagi, jangan terus malah buka obrolan pakai kalimat “gendutan ya sekarang!” Selain berpotensi menyinggung, kalian tuh belum berpisah selama itu!

4. Berhenti keseringan mager, coba mulai olahraga rutin biar enggak jompo muda

Pilihanmu beragam: ada bulu tangkis bareng kolega, lari dan jalan kaki keliling kompleks pagi-pagi buta, atau workout bareng Mbak Chloe Ting di YouTube. Intinya, kamu udah enggak punya alasan buat malas olahraga. Pilih setidaknya satu kegiatan yang bisa bikin kamu berkeringat biar umurmu enggak pendek-pendek banget.

Rutinitas olahraga yang dimulai sejak umur 20-an akan membuat dirimu di masa depan berterima kasih pada dirimu yang sekarang. Baik kamu kerja duduk di kantor atau keliling dunia, kebugaran yang diberikan rutinitas olahraga akan membuat hidupmu jauh lebih baik.

Ayo sekarang berdiri dan olahraga. Enggak usah banyak alasan!

5. Jangan pelit buat investasi peralatan yang menunjang kesehatan

Iya, kami tahu kamu lagi ngumpulin duit buat beli rumah di Jakarta coret. Tapi, kalau kerjaanmu tiap hari adalah duduk, enggak ada salahnya keluarin tabungan sedikit buat beli kursi kerja yang nyaman menunjang tubuhmu. Aku sendiri pernah sampai susah berdiri akibat ngotot berhemat dan tak mau mengganti kursi kerja dengan yang lebih baik. Bajet khusus untuk kesehatan ternyata penting banget lho.

Makanya buruan beli stand laptop yang udah kamu masukin keranjang di marketplace itu agar pandangan mata bisa sejajar dengan layar pas lagi kerja. Aku sendiri sampai bela-belain beli kacamata yang diiklankan sebagai kacamata anti-radiasi agar mataku enggak sakit pas kerja. Meski setelahnya aku dengar-dengar kalau dampak kacamata ini masih diperdebatkan, setidaknya aku sudah melakukan apa pun yang kubisa agar beban pekerjaan tidak bikin aku sakit-sakitan.

Akhir kata, krisis identitas di seperempat abad memang menyebalkan. Keberadaan artikel panduan ini tetap tidak akan membuat masalahmu hilang, tapi setidaknya kamu bisa menghadapinya dengan lebih tangguh. Semoga ya.