Berita  

Kafe Bergaya ‘Rumah Hancur Akibat Perang Suriah’ Ngetren di Tiongkok

kafe-bergaya-‘rumah-hancur-akibat-perang-suriah’-ngetren-di-tiongkok

Dewasa ini, banyak anak muda di Tiongkok yang keranjingan nongkrong dan foto-foto di restoran dan kafe “bergaya Suriah”. Bagi mereka, berpose di depan tembok bolong seolah-olah habis dibom bagus untuk dijadikan konten media sosial.

Desain interior yang menggambarkan pasca perang Suriah identik dengan dinding semen ekspos (tanpa finishing) dan struktur bergerigi. Beberapa tempat tongkrongan bahkan didekorasi dengan furnitur seperti jam dan televisi yang terlihat rusak akibat perang. 


Tak jelas awal mula munculnya tren desain kafe macam ini. Namun, influencer Tiongkok telah mempromosikan tempat makan bergaya arsitektur industrial “ala suriah” sejak 2020. Popularitas istilah ini hasil dari ketidakpekaan masyarakat Tiongkok terhadap perang saudara di Suriah, dan persaingan bisnis yang sengit di negara itu.

Wang Fei membuka restoran barbekyu di Jining, Provinsi Shandong. Dia mengiklankan tempatnya dengan embel-embel “bergaya Suriah” di Douyin, platform berbagi video mirip TikTok. Dia sadar istilah ini termasuk hinaan bagi negara Timur Tengah, tapi mampu menarik perhatian publik.

“Orang tidak tahu persis seperti apa penampilannya kalau saya menyebut restoran ‘normcore’,” tutur pengusaha 21 tahun kepada VICE World News. “Tapi jika saya menyebut ‘Suriah’, orang bisa membayangkan seperti apa penampilannya dan penasaran ingin datang.”

'Area barbekyu untuk pengungsi’ di restoran ‘bergaya Suriah’
Ada ‘area barbekyu untuk pengungsi’ di restoran ‘bergaya Suriah’ milik Wang Fei. Foto oleh Wang Fei.

Menurut Wang, video restorannya sangat populer sampai-sampai dia kebanjiran pertanyaan dari berbagai pengusaha yang tertarik mengikuti jejaknya. Dia mengaku telah membantu mendesain delapan tempat usaha, termasuk kedai, restoran hotpot dan salon.

Agar vibe-nya lebih terasa, restoran Wang memutar lagu-lagu sedih di “area barbekyu khusus pengungsi”.

“Ini yang bikin populer di internet,” ungkapnya. “Kalian takkan viral hanya dengan membicarakan kelezatan makanannya.”

Sejumlah netizen mengkritik tempat-tempat usaha yang memanfaatkan penderitaan orang lain demi profit. “Suriah telah dilanda perang. Saya tak menyangka orang-orang berprivilese menjadikannya gaya desain interior,” tulis pengguna aplikasi Xiaohongshu mirip Instagram pada Juni lalu.

“Coba bayangkan kalau tokonya pakai label ‘gaya pasca gempa Wenchuan’ atau ‘gaya pasca banjir Zhengzhou’,” komentar pengguna lain pada September, merujuk pada bencana alam yang menghantam Tiongkok. “Sebagai manusia, kalian seharusnya memiliki martabat, rasa belas kasihan dan empati.”

Spot ‘Instagramable’ telah mengubah penampilan kota Tiongkok. Pengusaha berlomba-lomba mendirikan tempat yang bagus buat selfie untuk menarik lebih banyak peminat. Tak peduli makanannya enak atau tidak, yang terpenting tempatnya cocok dipamerkan ke medsos.

Selain restoran barbekyu Wang, ada juga kedai “No Rules Rules” di kota Fuzhou, Tiongkok tenggara. Selama acara pembukaan bulan lalu, kafe itu dipasarkan sebagai tempat yang mengusung “gaya perang yang muncul di masyarakat” dengan “sentuhan kumuh yang berasal dari Suriah”. Berbagai influencer telah memposting foto mereka berpose di tembok semen dan mainan Bearbrick penyok ke Xiaohongshu.

Pelanggan berusia 33, yang memperkenalkan diri sebagai Melissa, terkagum-kagum dengan restoran—yang sesuai perkataannya—bergaya retro nan kacau ala Suriah ini. Dia berpendapat istilah itu hanya mengacu pada desain dan tidak sama sekali mendiskriminasi negara yang dilanda perang.

“Itu juga menggambarkan kekaguman dan ketakutan terhadap perang, dan membangkitkan perasaan terlahir kembali,” ujarnya. “Tapi yang paling penting, gaya ini lebih bagus buat difoto daripada kedai biasa.”

Follow Viola Zhou di Twitter.