Aroma tajam menguar dari panci kecil milik pedagang yang berjongkok di sudut trotoar berdebu. Lelaki dalam balutan jaket kulit itu tampak menambahkan sejumput ramuan ke dalam cairan emas berkarat di dalam panci. Hasil racikannya yang sudah jadi dituang ke dalam botol-botol kecil, lalu dijajakan di sebelah beberapa ekor kadal seukuran anak kucing.
Sehari-harinya, Muhammad Nasir mencari nafkah dengan berjualan minyak kadal gurun. Sudah lima tahun lebih dia menjajakan barang dagangannya di pasar Raja Bazar yang terletak di kota Rawalpindi, Pakistan. Lebih dikenal sebagai “sanda tael”, obat oles ini digadang-gadang sangat manjur mengatasi masalah disfungsi ereksi. Minyaknya sendiri berasal dari lemak kadal ekor duri India yang dipanggang.
“Dengan dioleskan ke penis, minyak kadal dapat mengobati impotensi dan memperbesar alat vital. Minyak ini juga mempertahankan ereksi dan mencegah ejakulasi dini,” kata Nasir memberi tahu VICE World News.
Sekelompok laki-laki berkerumun di sekitar Nasir. Beberapa menyaksikan sambil terkekeh, sedangkan lainnya melontarkan lelucon kotor. Namun, ekspresi wajah tak pernah menipu. Mereka diliputi keingintahuan yang besar.
Di masyarakat yang masih menganggap seks tabu, banyak lelaki Pakistan beralih ke minyak kadal sebagai pengobatan alternatif mengatasi disfungsi ereksi. Meski ramuan tradisional ini telah diwarisi secara turun-temurun, bisnisnya tumbuh subur pada saat negara melarang penjualan obat-obatan perangsang seperti Viagra, yang dinilai bertentangan dengan ajaran Islam.
Pemburu kadal, pedagang dan tabib di Pakistan meraup keuntungan dari para laki-laki yang telah putus asa mengembalikan kejantanannya. Selain klaim mengatasi impotensi dan memperbesar penis, minyak kadal diyakini berkhasiat mencegah kemandulan pada laki-laki dan meredakan nyeri sendi.
“Hampir 60 persen pasien saya pernah mencoba pengobatan tradisional semacam itu,” ungkap Dr. Asim Khan, ahli urologi di Islamabad, saat berbicara kepada VICE World News.
Kadal-kadal yang diolah menjadi minyak termasuk spesies “rentan” atau terancam punah menurut Daftar Merah yang dikeluarkan organisasi internasional konservasi alam IUCN. Pemburu dengan kejam mematahkan punggung kadal agar tidak bisa kabur setelah ditangkap. Hewan reptil itu lalu dibelek hidup-hidup untuk diambil lemaknya, yang kemudian diolah menjadi minyak bersama ginseng, jahe kering, kunyit, kayu manis dan tanaman rue liar. Kadang-kadang, pedagang juga menambahkan minyak kasturi yang diekstrak dari kelenjar ekor di antara pusar dan alat kelamin kijang kesturi yang terancam punah.
Di kota lain, ada Rana Fareed yang telah 18 tahun menjual “minyak ajaib” ini. Dia membuka matab atau kliniknya sendiri di Wazirabad, provinsi Punjab. Brosur pengobatannya menampilkan gambar-gambar kadal, ular dan reptil lain yang bentuk phallic-nya sangat menonjol.
“Pasien saya datang dari seluruh Pakistan. Bahkan ada juga yang dari negara lain, seperti Kanada, Amerika Serikat, Spanyol dan Inggris. Mereka mendengar produk ini dari kerabat mereka yang asal Pakistan,” Fareed mengklaim.
Hafiz sudah lima tahun menggunakan produk racikan Fareed, dan telah merasakan sendiri khasiatnya. “Dulu saya dan istri sulit dikaruniai momongan. Saya tidak dapat mempertahankan ereksi cukup lama saat berhubungan seks,” kata lelaki yang hanya menyebutkan nama depannya.
“Uang yang saya keluarkan selama bertahun-tahun sepadan dengan hasilnya. Sekarang saya dikaruniai bayi laki-laki.”
Namun, dunia kedokteran masih skeptis terhadap “obat ajaib” tersebut. Belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan kemanjuran terapi alternatif ini dan efeknya bagi kesehatan manusia.
“Sekarang eranya obat-obatan berbasis bukti. Obatnya perlu diteliti dengan benar sebelum dijual ke pasar,” terang Dr. Khan. “Masalahnya, kami belum punya cukup data untuk pengobatan semacam ini. Misalkan mereka menjual minyak ini kepada 500 orang dalam waktu tertentu: Apa yang mereka rasakan setelah sebulan pemakaian? Bagaimana fungsi ginjal mereka? Apa efeknya pada hati? Kami belum tahu jawabannya.”
Disfungsi ereksi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu secara biologis, psikologis maupun gaya hidup. Orang yang mengalami gangguan hormonal, masalah jantung dan jarang bergerak lebih berisiko terkena disfungsi ereksi.
“Sangat sulit mengatasinya secara permanen jika akar masalahnya belum ditemukan. Obat herbal dan ‘pengobatan’ alternatif mungkin bisa meredakan gejala disfungsi ereksi atau mengatasi ejakulasi dini untuk sementara. Tapi balik lagi, masalah ini baru bisa diobati setelah pasien menjalani tes darah, tes hormon dan ultrasound,” Dr. Khan melanjutkan.
Disfungsi ereksi masih jarang dilaporkan di Pakistan. Penelitian tahun 2003 menunjukkan, tingkat prevalensi disfungsi ereksi pada laki-laki Pakistan yang berobat ke pelayanan kesehatan primer mencapai 80,8 persen. Sementara itu, studi yang diterbitkan tahun lalu menemukan tingkat disfungsi ereksi 21 persen yang jauh lebih rendah di antara 450 pasien sebuah rumah sakit di kota Karachi.
Bahkan dengan statistik yang cukup beragam itu, Badan Investigasi Federal Pakistan terus memberantas peredaran obat-obatan penambah gairah yang lebih mainstream seperti Viagra. Namun, terlepas dari upaya keras pemerintah, Viagra masih tersedia secara luas di toko online dan toko obat seantero negeri.
Tapi tampaknya sanda tael atau minyak kadal berhasil mengisi kekosongan yang disebabkan oleh larangan tersebut.
Profesor antropologi Abdul Qadar di Rawalpindi berpendapat pengobatan semacam ini bisa populer karena ada semacam konstruksi seksualitas yang mengharuskan laki-laki ‘menaklukkan’ perempuan dengan keperkasaannya. “Representasi seksual pria semacam ini membuat orang-orang berpikir mereka butuh bantuan untuk meningkatkan stamina seksualnya,” tutur Qadar.
Menurut terapis seks dan psikolog klinis Tahira Rubab, banyak lelaki diliputi kekhawatiran tidak mampu memuaskan pasangan seperti yang diharapkan masyarakat. Itulah sebabnya tak sedikit orang terbuai dengan manfaat yang ditawarkan minyak kadal.
“Ada anggapan di masyarakat bahwa laki-laki tidak gagah perkasa jika tidak bisa terangsang secara seksual. Mereka akhirnya menjadi tidak percaya diri dan masuk ke dalam siklus impotensi yang dipicu oleh faktor psikologis,” Rubab menjelaskan kepada VICE World News.
Keputusasaan ini dapat dirasakan di seluruh lapisan masyarakat Pakistan, sehingga tidak mengherankan jika permintaan akan minyak kadal beberapa datang dari kalangan terdidik sekali pun. “Ini bukan soal literasi, melainkan kurangnya kesadaran masyarakat. Saya pernah menangani pegawai sipil dengan jabatan tinggi di Islamabad. Beberapa hakeem (tabib) menjual minyak seharga 45.000 Rupee Pakistan (Rp3,6 juta) kepadanya,” ujar Dr. Khan.
Terlepas dari upaya Badan Pengawas Obat Pakistan untuk memantau pengobatan alternatif dan tradisional, penjualan minyak kadal sebagian besar tidak diatur di sana. Otoritas perlindungan satwa liar tampak menjadi satu-satunya yang turun tangan mengendalikan perburuan kadal berekor duri.
Kadal ini sebagian besar ditemukan di daerah gurun Pakistan. Meskipun pihak berwenang semakin gencar menangkap pemburu selama beberapa tahun terakhir, hewan reptil ini masih terus dijual ke tabib dan pedagang kaki lima untuk memenuhi permintaan akan minyak “penambah maskulinitas” yang sangat tinggi.
“Polisi tidak pernah mengganggu kami. Biasanya kami kejar-kejaran dengan petugas margasatwa saat menangkap kadal,” kata Nasir, yang juga berburu kadal gurun bersama saudaranya di sela-sela berjualan minyak ajaib. “Meski sudah didenda berulang kali, saya tidak bisa berhenti karena ini satu-satunya mata pencaharian saya.” Nasir lalu mengeluarkan bukti denda senilai 10.000 Rupee Pakistan (Rp816 ribu) dari dompetnya. Sanksi tersebut dikeluarkan oleh Departemen Satwa Liar Punjab.
Kadal buruan yang dipasok ke seluruh negeri biasanya berasal dari provinsi Punjab, yang disebut-sebut oleh pejabat satwa liar sebagai “pusat” perdagangan sanda tael. Dalam lima penggerebekan yang berlangsung sepanjang Oktober lalu, petugas satwa liar berhasil menyita 978 ekor kadal gurun dari pemburu di provinsi Sindh. Pada 2020, sekitar 2.500 ekor kadal yang diselundupkan berhasil diselamatkan di pinggiran kota Karachi dan Thatta di Sindh. Namun, peluang kadal-kadal tersebut untuk bertahan hidup setelah diburu sangat kecil, mengingat punggungnya yang telah patah.
“Perburuan kadal akan terus berlanjut selama permintaan akan minyak kadal tak menurun,” konservator Departemen Margasatwa Sindh Javed Ahmed Maher memberi tahu VICE World News.
“Sebagian besar pemburu berasal dari kelompok nomaden yang sangat miskin. Menangkapi makhluk yang tak berdaya menjadi satu-satunya cara mereka menyambung hidup.”
Follow Rimal Farrukh di Twitter.