Penelitian terbaru telah menemukan Toksoplasma mampu menyerang sel-sel kekebalan hingga menyebar ke seluruh organ tubuh dengan laju infeksi yang amat mengkhawatirkan. Parasit berbahaya ini berkembang biak di dalam inang utamanya, kucing, dan diperkirakan telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Namun, bukan kucing saja yang dapat menularkan Toksoplasma. Semua hewan berdarah panas dapat terinfeksi dan membawa parasit ke manusia yang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Walau berisiko tinggi bagi ibu hamil dan janin, patogen ini tidak menimbulkan gejala berbahaya pada kebanyakan orang. Toksoplasma menjadi masalah kesehatan masyarakat karena sifatnya yang mengerikan. Misalnya, hewan pengerat yang otaknya terinfeksi parasit ini menjadi kurang waspada terhadap kehadiran kucing, sehingga peluangnya dimangsa kucing lebih besar dan dapat membuat parasit berkembang biak dalam tubuh kucing. Itulah sebabnya Toksoplasma sering disebut-sebut mampu mengubah hewan pengerat menjadi seperti “zombie”.
Hasil penelitian yang dipimpin Arne ten Hoeve dan Antonio Barragan, bioscientist molekuler di Universitas Stockholm, telah mengidentifikasi mekanisme utama yang membedakan Toksoplasma sebagai parasit yang efektif pada tubuh manusia. Dengan mengamati parasit dalam kultur sel, tim peneliti menemukan Toksoplasma menyebarkan protein GRA28 pada sel-sel kekebalan hingga sel-sel itu lupa dengan fungsi aslinya. Temuan mereka diuraikan lebih lanjut dalam studi yang diterbitkan di jurnal Cell Host & Microbe.
“Toksoplasma menginfeksi begitu banyak spesies binatang, termasuk manusia,” terang Barragan melalui email kepada rubrik teknologi VICE, Motherboard. “Parasit dengan sangat efisien menyebar pada inang yang terinfeksi, dan menjangkau bagian-bagian yang umumnya tidak dapat diakses oleh mikroba, seperti janin yang berkembang dalam kandungan atau otak.”
Hingga saat ini, efek paparan toksoplasma pada manusia masih menjadi perdebatan. Beberapa penelitian menunjukkan parasit ini dapat menyebabkan radang otak, sedangkan studi lainnya mengusulkan potensi perubahan perilaku. Namun, belum bisa dipastikan benar tidaknya efek-efek tersebut.
“Kita sudah tahu Toksoplasma bisa memanipulasi sel kekebalan, tapi masih menjadi teka-teki seperti apa mekanisme persisnya,” Barragan melanjutkan. “Toksoplasma sangat licik dalam memanipulasi sel kekebalan. Parasit itu menyebarkan protein yang membuat sel-sel kekebalan tak berdaya untuk melawannya. Sel yang dibajak kemudian berfungsi sebagai alat menyebarkan parasit ke seluruh tubuh.”
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan GRA28 dapat dimanfaatkan parasit untuk mengambil alih makrofag, jenis sel darah putih dalam sistem imun yang mampu mencerna parasit. Untuk memahami cara kerjanya, Barragan dan rekan-rekan peneliti mengamati interaksi parasit selama proses pembajakan itu menggunakan teknik pencitraan mikroskopis canggih.
Hasil pengamatan menunjukkan, GRA28 membantu parasit masuk ke dalam inti makrofag supaya bisa menekan dan mengaktifkan ekspresi gen sel. Dengan kata lain, makrofag yang tadinya tidak bergerak dalam sistem imun bertindak seolah-olah itu adalah sel dendritik yang aktif. Ibaratnya seperti parasit mampu “menghidupkan” sel-sel imun menjadi semacam kendaraan kecil untuk mengangkutnya ke seluruh organ tubuh.
Selain menjelaskan proses Toksoplasma menyerang tubuh, penelitian ini juga menambah pemahaman kita tentang proses penyebaran penyakit menular lainnya dalam tubuh manusia dan hewan. “Penelitian ini, yang menjelaskan proses terjadinya penyakit, dapat membantu menemukan penyembuhan dan pencegahannya,” Barragan menyimpulkan. “Kami berharap penelitian ini tak hanya meningkatkan pemahaman kita tentang infeksi Toksoplasma, tetapi juga bagaimana infeksi lain (seperti virus dan bakteri) menyebar di dalam tubuh hingga membuat kita sakit.”