Pada 29 Juli 2021, pemerintah Jepang mengungkapkan rencana ambisius untuk memangkas hari kerja menjadi empat hari. Usulan ini disambut meriah di seluruh dunia.
“Jepang mengusulkan sistem empat hari kerja untuk meningkatkan keseimbangan hidup pekerja,” demikian bunyi headline artikel DW yang muncul di halaman depan Reddit. Pengguna Reddit mendukung ide tersebut karena dapat mengurangi stres dan meningkatkan kualitas hidup.
Namun, di Jepang, tak sedikit yang meragukan efektivitasnya.
“Saya tak yakin sistemnya akan berhasil diterapkan kalau pemerintah tidak dengan tegas mendesak perusahaan besar untuk mengubah kebijakan mereka,” Momo Nakakita, pegawai kantoran berusia 23, berpendapat. “Orang Jepang jarang ambil cuti. Itu sulit dilakukan.”
Pemerintah mengajukan usulan ini sebagai bagian dari pedoman kebijakan ekonomi tahunan negara. Namun, perusahaan tidak diwajibkan untuk mengadopsi sistem tersebut.
Para ekonom Jepang pun ragu dengan gagasan menambah hari libur. Dilihat dari sisi perusahaan, ada kekhawatiran menurunnya produktivitas. Dari sisi pekerja, mereka takut gajinya dipotong.
Ekonom Takuya Hoshino dari perusahaan riset Dai-Ichi Life Research Institute menganggap struktur sosial perlu diubah terlebih dulu agar kebijakan ini dapat diterapkan seutuhnya.
“Kita harus mempertimbangkan bagaimana individu menerima keamanan sosial di masa depan. Semakin sedikit jam kerja mereka saat masih muda, semakin sedikit pula uang yang akan mereka terima ketika pensiun,” Hoshino memberi tahu VICE World News.
Dia melanjutkan, banyak asuransi kesehatan yang bergantung pada jumlah jam kerja seseorang. Dengan demikian, asuransinya akan semakin mahal jika waktu bekerja mereka dikurangi. Taman kanak-kanak di Jepang bahkan menyeleksi calon murid sesuai seberapa giat orang tua mereka bekerja. Karena itulah dia merasa ide empat hari kerja mustahil dilaksanakan.
Jepang terkenal akan budaya gila kerjanya, dan banyak sekali warga yang meninggal karena bekerja berlebihan. Data pemerintah menunjukkan, pada 2019, satu dari 10 kasus bunuh diri di Jepang berkaitan dengan pekerjaan.
Untuk mengatasi aturan kerja yang cenderung eksploitatif, pemerintah merevisi delapan undang-undang ketenagakerjaan pada 2018. Tujuannya agar bisa meningkatkan keseimbangan hidup pekerja. Mulai efektif setahun kemudian, undang-undang terbaru membatasi jam kerja, memberikan minimal lima hari libur tahunan, dan mendenda perusahaan mana saja yang melanggar peraturan.
Kalau pun perusahaan Jepang memberlakukan sistem kerja empat hari, bukan berarti karyawan bisa beristirahat selama tiga hari.
Dihadapkan dengan penurunan populasi dan tenaga kerja, pemerintah Jepang mendorong pekerja untuk mengambil pekerjaan sambilan supaya tetap produktif.
Hoshino berujar, “pekerja bisa mempelajari keterampilan baru dan menerapkannya dalam pekerjaan mereka” jika punya pekerjaan lain.
Pemerintah juga mengklaim pekerja dapat memanfaatkan hari libur ekstra untuk berkeluarga guna meningkatkan populasi.
Sementara sistem empat hari kerja terlalu indah untuk menjadi kenyataan bagi kebanyakan orang Jepang, sudah ada perusahaan yang memperbaiki budaya kerjanya tanpa disuruh pemerintah.
Recruit, perusahaan penyedia SDM di Jepang, memberikan 15 hari libur tambahan pada April. Juru bicara perusahaan Chu Ka mengatakan, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kreativitas karyawan.
Perusahaan lain, seperti Microsoft Japan, pernah mencoba sistem empat hari kerja. Microsoft menemukan produktivitas karyawan meningkat 40 persen setelah menambah satu hari libur di akhir pekan pada musim panas 2019. Namun, itu hanyalah “tantangan” jangka pendek bagi perusahaan. Microsoft tidak memberlakukan sistem tersebut secara permanen.
Follow Hanako Montgomery di Twitter dan Instagram.