Lagu “All is Full of Love” ciptaan Björk merupakan pesan cinta yang menghangatkan hati, sesuai dengan judulnya. Tapi jika ditilik lebih dalam, liriknya menceritakan betapa pedihnya cinta yang tak terbalas. “You’ll be given love / You have to trust it / Maybe not from the sources / You have poured yours,” lantunnya, memberi secercah harapan dalam momen patah hati.
“All is Full of Love” menjadi lagu putus cinta Britt saat dia berusia 21. “Itu satu-satunya lagu yang saya dengarkan selama kurang lebih dua bulan,” katanya. “Saat mendengarkannya sekarang, saya mengenang masa-masa itu dan berpikir, ‘Ternyata benar, ya. Saya dikelilingi cinta.’ Senang rasanya mendengarkan lagu itu sambil memikirkan apa yang terjadi dulu dan sekarang.”
Karya seni mampu mengingatkan kita pada peristiwa tertentu, khususnya saat mendengarkan musik yang diketahui memicu sistem limbik — bagian otak yang terkait dengan memori jangka panjang dan emosi. Bermodalkan pengetahuan ini, kami meminta sejumlah orang untuk menceritakan tentang lagu-lagu yang mengingatkan mereka pada mantan — baik tentang cinta monyet, patah hati maupun mengatasi trauma — dan apa yang mereka lakukan agar menyukai lagunya lagi. Harapannya kita semua bisa seperti itu juga.
Tidaklah mudah mendengarkan kembali lagu-lagu yang kita putar saat jatuh cinta dulu, karena kita membangun hubungan yang begitu kuat antara musik dan pengalaman pribadi. Inilah mengapa terapi seni identik dengan eksplorasi diri untuk menghancurkan koneksi tersebut. Dr. Mimi Savage, anggota fakultas di California Institute of Integral Studies (CIIS) yang mengetuai divisi pendidikan Asosiasi Terapi Drama Amerika Utara, menjelaskan, kekuatan seni terletak pada kemampuannya membantu seseorang menghadapi masalah hidup dengan cara yang tidak setraumatis terapi wicara. (Ini salah satu alasan utama terapi seni populer di kalangan anak-anak.)
Dia sering memotivasi orang untuk berkarya — melukis, menulis puisi, atau bermain musik — saat melalui situasi traumatis. Namun, Dr. Savage juga mencarikan karya-karya yang relevan dengan pasiennya. “Fondasi saya narasi. Ini tentang cerita, dan menulis serta mengisahkan ulang cerita,” tuturnya. “Saya ingin kalian menulis ulang cerita yang kalian miliki tentang perpisahan dan situasi kalian di dalamnya. Bukan untuk menghilangkannya, tapi agar kalian menghadapinya dengan cara yang berbeda.”
Mendefinisikan ulang hubungan dengan suatu lagu atau seniman bisa membantu kalian mengatasi trauma. Amanda* mengetahui Radiohead dari mantannya yang abusif, dan musik mereka sangat berarti baginya. Begitu hubungannya kandas, dia tetap mendengarkan diskografi mereka untuk mendapatkan kembali jati dirinya.
“Saya tidak mau kehilangan lebih banyak gara-gara dia, jadi saya mulai mengubur kenangan-kenangan yang sangat kuat dan mengembangkan ketertarikan yang lebih dalam pada seniman yang spesial buat saya,” ujar Amanda. “Musik yang saya tahu darinya cukup banyak membantu saya mengatasi trauma yang berhubungan dengan dia. Kadang-kadang dari subjeknya, tapi lebih sering dengan menunjukkan bahwa hanya saya yang berhak memegang kendali atas diri sendiri.”
Sekarang Amanda bisa mendengarkan sebagian besar lagu yang diperkenalkan oleh mantan, dan memanfaatkan ini untuk terhubung dengan masa mudanya saat dia pertama kali terpikat dengan lagu-lagu itu. “Ada begitu banyak hal di masa lalu yang terhalang dari memori saya, dan saya bisa kembali ke masa remaja [Amanda] yang masih membutuhkan perhatian dan simpati ketika mendengarkan lagu ini, sekaligus mengingatkan saya sudah seberapa jauh saya melangkah.”
Lagu Hozier “Like Real People Do” mengisi hari-hari So ketika cintanya sedang mekar. Dia memacari sahabatnya selama beberapa tahun, dan merasa lirik lagunya cocok dengan situasi yang berkembang. Mereka bahkan nonton konser Hozier berdua. Setelah putus dari pacar, So mulai mendengarkannya saat “melakukan hal-hal membosankan seperti belanja” agar tak lagi teringat kenangan bersama mantan setiap lagu ini muncul. Perasaan So sekarang biasa-biasa saja, dan lagu itu lebih terkait dengan hal-hal yang bersifat pribadi.
Tidak dapat dipungkiri setiap orang punya caranya masing-masing untuk mengubah hubungan mereka dengan karya seni. Tapi dua kesamaan dari semua cerita ini adalah kesediaan seseorang untuk melakukannya sesuai kesanggupan mereka — baik itu melalui terapi, paparan langsung maupun menjaga jarak dari rangsangan yang dimaksud.
“Yang kami maksud bukan memanfaatkan bentuk seni ini tanpa memproses [trauma]. Kalian harus tetap berusaha memahaminya, membicarakan dan benar-benar memperhatikannya, seperti saat kalian mengamati karya seni di museum,” terang Dr. Savage. “Itulah keindahan menghadapi sesuatu dengan cara ini, setidaknya itulah yang saya pikirkan.”
Jika dipikirkan lagi, lagu-lagu yang membantu kalian melewati masa penuh tantangan mungkin takkan tercipta tanpa karya seni yang membekas di benak sang pencipta. Bahkan untuk musisi sekelas Björk, dia terinspirasi oleh kehancuran dan kebangkitan dalam mitologi Islandia saat menciptakan “All is Full of Love”.
*Nama telah diubah atau disingkat sesuai permintaan narasumber.