Esmeralda Aravel Flores Acosta menepikan mobil di depan kantor pencatatan sipil Santa Ana, kota kecil berjarak satu jam dari Ibu Kota San Salvador.
“Itu suamimu,” katanya sambil menunjuk ke arah lelaki yang berdiri di depan gedung. Dia berbicara kepada Monica di kursi belakang, yang raut wajahnya nampak khawatir.
Dia lalu memerintahkan Monica untuk segera turun dari mobil dan menemui suaminya. Monica, yang nama aslinya dirahasiakan dalam dokumen pengadilan untuk melindungi identitasnya, hanya bisa menurut. Dia buru-buru menghampiri lelaki itu dan menggenggam tangannya. Mereka berdua tidak mengucapkan satu patah kata pun. Ini pertama kalinya dalam hidup Monica, menyentuh tangan laki-laki dewasa yang belum pernah dia temui sebelumnya.
Calon suami Monica bernama Melvin Ostmaro Reyes Rosa. Lelaki 31 tahun itu telah membuat kesepakatan bersama Flores Acosta untuk menikahi Monica. Dia diberi iming-iming bisa merantau dan mengadu nasib secara legal di Amerika Serikat, mimpi yang didambakan banyak orang miskin di Salvador.
Ketika menandatangani akta nikah pada September 2016, Reyes Rosa belum menyadari itu semua hanya kebohongan. Dia telah ditipu. Monica tidak punya paspor AS seperti yang dijanjikan. Selang sebulan, dia ditembak mati saat menunggu di halte bus. Pelakunya tergabung dalam geng Mara Salvatrucha (MS-13).
Hasil otopsi menyebutkan Reyes Rosa ditembak di wajah, bagian belakang kepala, perut, bahu kiri, paha dan lutut. Wajahnya rusak sampai-sampai Monica—yang baru tiga kali menghabiskan waktu bersamanya—tak mengenali jenazah suami. Menurut pengakuannya, dia hanya mengetahui pakaian yang menempel di tubuh jasad.
Pelaku mengambil ponsel dan dompet korban untuk mengelabui polisi, agar mereka menganggapnya sebagai insiden perampokan. Padahal, pembunuhan ini telah terencana.
Kejahatan terorganisir yang dijalankan perempuan
Pernikahan ini merupakan bagian dari skema rumit yang diatur oleh sindikat perdagangan orang. Flores Acosta memimpin jaringan tersebut bersama dua saudara perempuannya dan beberapa perempuan lain, dibeking geng kriminal MS-13. Mereka memaksa perempuan menikahi laki-laki yang menjadi target pembunuhan, lalu memeras uang asuransi jiwa yang diperoleh sang janda setelah suaminya meninggal.
Sepak terjang “Black Widow” yang mengerikan di El Salvador menjadi contoh unik peran perempuan dalam dunia kriminal yang dipicu oleh geng brutal yang mendominasi sebagian besar Amerika Tengah.
Geng MS-13 dan Barrio 18 telah tersebar ke seluruh negara Segitiga Utara Amerika Tengah, Honduras, Guatemala dan El Salvador, selama beberapa dekade terakhir. Pertama kali dibentuk di jalan-jalan Amerika Serikat, ribuan anggota geng yang dideportasi ke Amerika Tengah pada pertengahan 1990-an membentuk sel-sel baru.
Perempuan hadir dalam jumlah besar dalam MS-13, tapi jarang memegang posisi kepemimpinan. Menurut studi Interpeace yang mempelajari struktur geng, mereka cenderung bertugas memindahkan narkoba dan senjata, serta melancarkan skema pemerasan. Polisi tak terlalu mencurigai perempuan.
Namun, Black Widow Flores Acosta membuktikan perempuan juga bisa memainkan peran yang signifikan.
“Esmeralda tak hanya organisasi kriminal, tetapi juga menjalin hubungan kerja sama dengan salah satu kelompok kriminal paling misoginis dan berkuasa di wilayah tersebut [MS-13]. Baru kali ini saya menemukan perempuan seperti itu di El Salvador,” tutur Juan José Martínez d’Aubuisson, antropolog yang mendalami geng kriminal.
“Itu biasanya bukan tugas perempuan dalam geng,” lanjutnya. “Mereka jarang menjadi protagonis dan menduduki kursi kekuasaan, yang menjadikannya kisah istimewa dalam masyarakat yang sangat macho dan agresif terhadap perempuan, terlebih lagi dalam dunia kriminal yang umumnya melecehkan dan merendahkan perempuan.”
Tak banyak yang diketahui terkait hubungan Flores Acosta dengan MS-13; dokumen pengadilan hanya berisi informasi kiprahnya sebagai Black Widow. Sonja Wolf, asisten profesor yang berafiliasi dengan program kebijakan narkoba di Universitas CIDE Meksiko, memperingatkan agar tidak menganggap Flores Acosta sebagai pemimpin kelompok kuat yang bertindak secara independen, mengingat rekam jejaknya di geng Mara.
“Kalau pun perempuan bertindak seolah-olah mereka korban, mereka sendiri mungkin telah menjadi korban. Pengalaman ini mungkin penting untuk menjelaskan mengapa mereka mengorbankan orang lain,” terang Wolf. “Jika Flores menjalin hubungan dengan pemimpin kelompok, maka sampai sejauh mana dia bisa dianggap korban dalam skema Black Widow, alih-alih sebagai biang keladi?”
Teman Monica memperkenalkannya ke Flores Acosta pada Juli 2016. Berhubung belum punya pekerjaan, dia langsung menerima tawaran Black Widow untuk menjadi asisten rumah tangganya. Kepada jaksa, Monica mengaku dijanjikan gaji bulanan sebesar $250 (Rp3,6 juta), yang lebih rendah dari upah minimum di negara tersebut pada saat itu.
Dia tinggal bersama Flores Acosta dan anak-anaknya yang masih kecil. Teman mereka yang bernama Magdalena Patricia Lucha Lopez juga menetap di sana. Namun, suatu hari, Monica tak sengaja melihat punggung Lopez yang penuh luka saat dia sedang mandi—memunculkan dugaan adanya penyiksaan dari majikan.
Monica ketakutan melihatnya, sehingga dia mulai mengarang cerita agar bisa kabur. Dia beralasan ada anggota keluarganya yang sakit dan dia harus pulang untuk merawatnya. Majikan hanya menjawab, “Oke.”
MS-13 sebagai sumber kekuatan
Keesokan harinya, Flores Acosta menyuruh Monica mengantar makanan ke sebuah rumah di gang sebelah. Ketika mereka melewati jendela depan rumah tersebut, Monica melihat lelaki berperawakan tinggi, berotot dan tatoan di sekujur tubuhnya, menyisakan telapak tangan putih yang tak tersentuh tinta. Bola mata orang itu terlihat kuning di wajahnya yang tertutup tato gelap. Monica tahu tato-tato tersebut menandakan keterlibatannya dalam MS-13.
Begitu kaki mereka melangkah memasuki pintu, lelaki tersebut menerkam Monica dan menodongkan pistol ke kepalanya.
“Kamu harus mematuhi perintah Esmeralda. Kalau tidak, nyawa seluruh anggota keluargamu akan melayang—ibumu, saudaramu dan juga putramu; kami punya foto mereka semua,” ancamnya dengan rahang terkatup.
Monica menjatuhkan piring yang sedang dipegangnya, pecah menghantam lantai keramik. “Kenapa kalian memperlakukanku seperti ini?” tanyanya.
Flores Acosta lalu memberi tahu Monica, dia baru bisa bebas dan pulang setelah menyelesaikan tugasnya. Dia akan menginstruksikan apa saja yang harus dilakukan. “Kamu tidak bisa menolaknya,” tegas sang majikan, lalu mendaratkan bogem mentah ke wajah Monica.
Flores Acosta baru berusia 37 kala itu, dan pernah bekerja sebagai penata rambut. Foto-foto dari persidangan menampilkan perempuan berambut hitam legam dan berkulit gelap. Dia lebih tinggi dari Monica, dan tubuhnya dihiasi tato. (Tato-tatonya tidak berkaitan dengan MS-13 karena geng tidak mengakui perempuan sebagai anggota sah.)
Lelaki itu bernama Wilbur Javier Caceres Benitez, biasa dipanggil “El Guay” (Whitey). Berdasarkan dokumen pengadilan, dia menjalin hubungan atas dasar seksual dengan Flores Acosta, yang mengalihkan taktik terornya kepada El Guay.
Monica sadar telah terjebak perangkap Flores Acosta. Dia menikahi Reyes Rosa, lalu melapor polisi kalau suaminya hilang begitu dibunuh. Dia berperan sebagai janda yang berduka, sesuai arahan majikan. Setelah itu, Monica mengidentifikasi jasad dan menarik uang asuransi jiwa milik suami, yang akan diserahkan seluruhnya ke Flores Acosta.
Menurut dokumen pengadilan, Flores Acosta dan rekan-rekannya meraup lebih dari $60.000 (Rp860 juta sesuai kurs sekarang) hanya dari pernikahan Monica. Itu jumlah yang cukup besar di El Salvador, yang hampir seperempat keluarga hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam dugaan kasus pernikahan lain yang melibatkan korban bernama “Mateo”, para Black Widow membunuh suami dan memaksa Mateo menarik uang asuransi jiwa, yang berupa uang pensiun sebesar $150 (Rp2,1 juta) per bulan.
Monica mengaku tidak pernah dibayar sepeser pun oleh Flores Acosta, dan sering dipukul pakai tongkat kayu berat seperti perempuan-perempuan lain di rumahnya. Baru setelah Monica mencairkan uang asuransi jiwa mendiang suami, dia tersadar Flores Acosta tak pernah berniat membebaskannya. Bank menawari polis asuransi jiwa gratis pada saat mencairkan uang. Flores lalu bertanya apakah dia sudah mendaftarkan diri, dan jawaban Monica membuatnya marah besar. Monica tidak membawa berkas-berkas yang diperlukan.
Dari situlah Monica merasa akan menjadi korban selanjutnya. Black Widow akan memaksa ibunya mencairkan uang asuransi dari kematiannya.
Suatu hari di akhir Januari 2017, Flores Acosta menyuruh Monica menemui keluarga untuk terakhir kalinya. Namun, dia tidak menurut dan justru melaporkannya ke kantor polisi. Dia membawa bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama setahun terakhir, seperti salinan akta kematian Reyes Rosa, surat nikah, pembayaran asuransi, serta foto tubuhnya yang penuh memar karena dianiaya Flores Acosta, menurut pengakuannya. Dia juga menyerahkan pesan-pesan bernada ancaman yang dikirim Flores Acosta begitu menyadari Monica hilang.
Untungnya, polisi bertindak cepat. Keluarga Monica segera diberi perlindungan agar Flores Acosta tidak bisa macam-macam. Dia sempat bersembunyi dan meninggalkan rumahnya sebelum digerebek polisi. Tawanan perempuan lainnya berhasil diselamatkan, dan tiga di antaranya memberikan kesaksian serupa. Seseorang mengaku sudah tiga tahun menjadi tawanan Flores Acosta.
Flores Acosta akhirnya ditahan 10 bulan kemudian, dan dijatuhi hukuman 30 tahun penjara pada Mei 2019. Kasusnya menjadi contoh pernikahan paksa pertama yang tercatat di Salvador.
Bryan Avelar berkontribusi dalam laporan ini.