Inggris akan menjadi negara pertama yang mendaftarkan vape sebagai produk medis, dan bisa menjadi alat terapi berhenti merokok.
Dengan diterbitkannya pedoman terbaru dari Badan Pengawas Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA), National Health Service (setara dengan BPJS di Indonesia) dapat meresepkan rokok elektrik, serta bisa dibeli di apotik, kepada orang-orang yang ingin berhenti menggunakan produk tembakau.
Meskipun tak sepenuhnya bebas risiko, vape yang diregulasi tidak terlalu berbahaya seperti rokok biasa. Dalam ulasan ilmiah, para ahli menyimpulkan konsumsi vape “95 persen lebih aman” daripada merokok.
“Dengan mengikuti kajian sains, Inggris menjadi pelopor global dalam mengambil respons pragmatis dan proporsional terhadap vaping sebagai manfaat kesehatan masyarakat,” ujar Harry Shapiro, direktur badan amal DrugWise dan penulis utama laporan pengurangan bahaya tembakau, ketika dihubungi VICE World News.
“Alat vape memang sudah tersedia secara luas di Inggris, tapi orang-orang dari kelas menengah ke bawah dapat diuntungkan dari resep NHS. Ini memberikan pesan yang sama pentingnya kepada para dokter dan perokok bahwa nge-vape secara signifikan jauh lebih aman daripada merokok. Perokok harus disemangati untuk beralih guna meningkatkan kesehatan dan bahkan menyelamatkan hidup mereka.”
Vape tidak mengandung tar atau karbon monoksida, zat paling membahayakan yang selalu ada di setiap rokok tembakau. Namun, produknya tetap mengandung nikotin yang adiktif.
Walaupun jumlah perokok di Inggris telah menurun — dari 27 persen menjadi 14 persen dalam 20 tahun terakhir — sekitar 64.000 orang meninggal akibat rokok setiap tahunnya. Tingkat perokok di kawasan miskin tiga kali lipat lebih tinggi daripada lingkungan terkaya.
Ada sekitar 6,1 juta perokok di negara itu dibandingkan dengan 3,6 juta pengguna rokok elektrik, yang kebanyakan mantan perokok. Vape menjadi alternatif terpopuler bagi mereka yang ingin berhenti merokok.
Sajid Javid selaku Menteri Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris menanggapi, “Memberi kesempatan untuk rokok elektrik berlisensi yang diresepkan NHS berpotensi mengatasi perbedaan tingkat konsumsi rokok yang mencolok di dalam negeri, membantu orang berhenti merokok tak peduli di mana mereka berada dan apa latar belakang mereka.”
Keputusan ini dibuat setelah vape menjadi sasaran kontroversi selama beberapa tahun terakhir.
Pada Juli 2021, kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggap vape “berbahaya”, membuat ketagihan dan dapat dijadikan alasan bagi anak-anak yang penasaran ingin merokok. Profesor John Britton, profesor emeritus epidemiologi Universitas Nottingham, kemudian menanggapi: “WHO belum memahami perbedaan antara kecanduan merokok tembakau, yang membunuh jutaan orang setiap tahun, dan ketagihan nikotin yang tidak membunuh.”
Pada 2019, kasus orang sakit dan meninggal akibat vape di AS mengakibatkan larangan penjualan produk vape beraroma di sejumlah daerah, serta larangan sebagian oleh pemerintah federal. Setelah diselidiki, wabah itu rupanya terkait dengan senyawa dalam kartrid vape THC yang dijual di pasar gelap.
Sementara itu, di sejumlah negara seperti Singapura, rokok elektrik telah dilarang peredarannya.