Berita  

Ilmuwan Sukses Abadikan Jaringan Kosmik yang Menghubungkan Alam Semesta

ilmuwan-sukses-abadikan-jaringan-kosmik-yang-menghubungkan-alam-semesta

Ilmuwan antariksa berhasil menangkap gambar langsung pertama dari jaringan kosmik yang menopang seluruh alam semesta, bersembunyi di dalam gelapnya ruang hampa di antara galaksi.

Terbuat dari materi gelap dan gas hidrogen, untaian raksasa yang membentang sepanjang 15 juta tahun cahaya ini dideteksi di alam semesta awal oleh tim Roland Bacon, peneliti Centre de Recherche Astrophysique de Lyon di Prancis.


Berdasarkan studi terbaru yang terbit dalam jurnal Astronomy & Astrophysics, penemuan ini merupakan “tonggak sejarah dalam pencarian panjang jejak jaringan kosmik”.

Bacon dan rekan-rekan juga menemukan miliaran galaksi katai yang sebelumnya tidak diketahui ketika alam semesta baru berusia antara satu hingga dua miliar tahun. Walaupun terlalu kecil dan jauh untuk diamati secara langsung, cahaya yang terpancar oleh galaksi-galaksi ini menerangi gas hidrogen di filamen jaringan kosmik. Menurut tim ilmuwan, temuannya berimplikasi pada model pembentukan galaksi.

“Hal terpenting dari penemuan ini adalah untuk melihat cahaya filamen mungkin berasal dari banyaknya galaksi sangat kecil yang secara aktif membentuk bintang,” Bacon memberi tahu Motherboard melalui panggilan telepon.

Simulasi gambar yang menampilkan filamen dan galaksi pembentuk bintang.
Simulasi gambar MUSE yang menampilkan filamen dan galaksi pembentuk bintang. Gambar: © Jeremy Blaizot / Projet Sphinx

Berkat galaksi-galaksi tersebut, tim ilmuwan dapat mengamati filamen yang bersembunyi di kegelapan ruang antargalaksi. Gambar filamen memberikan bukti keberadaan populasi galaksi purba ini.

Jaringan kosmik dibangun dari struktur terbesar di alam semesta dan merupakan mekanisme sentral dari pembentukan dan distribusi galaksi. Untaian masif ini menghubungkan galaksi sepanjang miliaran tahun cahaya dan menciptakan gumpalan materi padat bernama node di tempatnya bersimpangan.

Ilmuwan lain telah menemukan ‘jalur pipa besar’ di dekat kuasar, inti galaksi yang sangat terang. Sementara pengamatan ini memberikan petunjuk penting tentang struktur alam semesta, Bacon menyebutnya sebagai contoh “streetlight effect” — sebuah anekdot tentang bias pengamatan bagaimana seseorang mencari kunci hilang hanya di bagian yang diterangi lampu jalan saat malam hari.

“Kami bisa melihatnya karena ada cahaya kuasar, petunjuk pertama keberadaan jaringan kosmik,” terangnya. “Tapi kuasar ini berada di tempat tertentu di jaringan kosmik yaitu node, tempat filamen bersilangan. Wilayah ini sangat padat dan bukan tempat terbentuknya sebagian besar galaksi.”

Walaupun pengamatan yang berdekatan dengan kuasar sangat penting, Bacon menganggap penelitian baru ini merupakan kemajuan besar karena memperlihatkan “pendeteksian jaringan kosmik pertama di wilayah normal ruang antargalaksi”.

Dengan kata lain, tim Bacon berhasil menemukan cara mengamati untaian raksasa tanpa bantuan cahaya.

Tidaklah mudah mendeteksi cahaya filamen tanpa pancaran sinar kosmik. Tim Bacon membutuhkan waktu bertahun-tahun dan perencanaan cermat untuk menggambarkan jaringan kosmik dalam bentangan ruang antargalaksi yang gelap. Mereka berulang kali mengalami kegagalan.

Mereka menghabiskan lebih dari 140 jam untuk mengamati filamen selama fase Bulan Baru yang gelap dari Agustus 2018 sampai Januari 2019. Pada saat itu, mereka menggunakan instrumen super canggih bernama Multi Unit Spectroscopic Explorer (MUSE) yang terpasang pada Teleskop Sangat Besar Observatorium Selatan Eropa di Chili.

MUSE hanya bisa menangkap filamen yang membentang sepanjang 4,5 megaparsec, sekitar 150 kali lipat lebih besar dari galaksi Bima Sakti. Padahal aslinya, jaringan kosmik ini berukuran jauh lebih besar.

Filamen hidrogen (berwarna biru) yang ditemukan MUSE di bidang ultra-dalam Hubble.
Filamen hidrogen (berwarna biru) yang ditemukan MUSE di bidang ultra-dalam Hubble. Gambar: © Roland Bacon, David Mary, ESO dan NASA.

Selain itu, penemuan galaksi katai yang berlimpah di alam semesta awal dapat menjelaskan beberapa misteri besar tentang zaman kuno ini, termasuk proses pembentukan bintang dan galaksi awal, serta bagaimana benda langit ini menerangi kosmos.

“Ini sangat menarik karena ada banyak konsekuensi dari populasi galaksi kecil yang membentuk bintang,” tutur Bacon.

Dia melanjutkan, misalkan galaksi-galaksi ini sudah melimpah satu miliar tahun setelah Big Bang, itu artinya galaksi tersebut mungkin mendorong terjadinya zaman reionisasi, yang terjadi ketika alam semesta berusia ratusan juta tahun.

Reionisasi dimulai ketika bintang dan galaksi pertama mulai bermunculan, menerangi galaksi dengan cahaya dan mengakhiri “zaman kegelapan” kosmik. Dari situlah lahirnya alam semesta, lengkap dengan galaksi indah yang penuh bintang.

“Pada zaman ini, alam semesta mulai disinari cahaya karena bintang dan galaksi telah terbentuk. Akan tetapi, tidak diketahui apa sebenarnya yang menyebabkan reionisasi alam semesta,” kata Bacon. “Meski masih harus dikonfirmasi, petunjuk ini sangat penting.”

Tim ilmuwan optimis mereka dapat menangkap gambar yang lebih luas dan detail dari jaringan kosmik suatu saat nanti. Mereka berencana menggunakan sejumlah instrumen dan observatorium generasi selanjutnya, seperti Teleskop Luar Angkasa James Webb NASA, Teleskop Sangat Besar ESO, dan versi baru MUSE bernama BlueMUSE.

“Kami harus mengamati setiap detailnya, dan itu membutuhkan waktu bertahun-tahun,” Bacon menyimpulkan. “Kami tak sabar melakukannya.”