Berita  

Ikut Pesta Rave di Metaverse Seru Gak Sih? Beginilah Pengalamanku

ikut-pesta-rave-di-metaverse-seru-gak-sih?-beginilah-pengalamanku

Pekan lalu, Alex Moss, pemilik NFT Mutant Ape Yacht Club yang cukup eksis di Twitter, memposting video pesta rave di akun pribadinya. Menurut twitnya, acara itu digelar di dunia virtual Decentraland.

“Ini baru namanya metaverse,” tukas Alex. Video tersebut memperlihatkan beberapa avatar berdiri bergeming menghadap panggung. Pertunjukan musik sudah dimulai, suaranya pun menggelegar. Tapi cuma satu dua avatar yang asyik loncat-loncat. Suram abis lah pokoknya.


Netizen memang sedang ramai membicarakan metaverse dan sejenisnya. Ruang virtual ini diciptakan semirip mungkin dengan dunia asli, dan diprediksi menjadi masa depan peradaban manusia. Namun, meski disembah-sembah oleh para pegiat kripto, konsep ini tak luput dari pandangan skeptis.

Saat videonya viral di Twitter, banyak yang bertanya-tanya apa bedanya metaverse dengan dunia milik VRChat, Second Life, Fortnite, atau video game lain. Jika dilihat dari video, “metaverse” tak lebih bagus dari dunia-dunia virtual yang sudah ada sebelumnya.

Aku jadi penasaran ingin merasakan langsung keseruan berpesta di metaverse. Bertajuk “THE LIGHTBULB MAN HATEFUCK METARAVE”, pesta rave ini digelar untuk mempromosikan NFT The Lightbulb Man ciptaan seniman Norwegia Bjarne Melgaard. Semua koleksi Lightbulb Man dikabarkan “sangat langka, seperti karya [Leonardo] da Vinci, [Andy] Warhol dan [Edvard] Munch.”

Proses masuk ke Decentraland relatif gampang. Kalian bisa membukanya dari browser di PC, dan enggak harus punya dompet kripto untuk menikmati pesta. Tapi tentunya, menurut deskripsi acara, pengalaman akan “jauh lebih memuaskan” jika menautkan dompet kripto. Oke lah, gapapa. Mumpung aku punya MetaMask Ethereum, aku mencoba pakai dompet itu. Lumayan daripada enggak terpakai sama sekali sejak dibuat demi keperluan artikel lain. (Aku juga mendaftar sebagai tamu tanpa dompet kripto, tapi pengalamannya sama saja seperti saat pakai dompet.)

Avatar ciptaanku dibawa ke suatu tempat di Decentraland. Enggak ada siapa-siapa di sana, selain menu untuk melihat daftar acara yang sedang berlangsung. Beberapa pilihan yang tersedia di antaranya “LifeOfMuskNFT Art Exhibit”, “Second Free NFT Golf Club Design! Only 100 Supply!” dan “THE LIGHTBULB MAN – HATE FCK METARAVE”, yang diberi subtitle “F** everything, we are going full on metaverse!” Disebutkan dalam keterangan, ada 61 orang yang sedang menikmati pertunjukan.

Loading screen muncul beberapa saat setelah aku mengklik “Jump In”. Dari situ, aku pindah ke lanskap bersalju yang dikelilingi pepohonan berbentuk kubus. Ada panggung besar di sana, kurang lebih seperti yang terlihat dalam video Alex. Tapi anehnya, tempat itu sepi banget. Cuma ada aku seorang.

Kamu bisa menggerakkan avatar pakai keyboard, dan melihat keadaan sekeliling pakai mouse. Tombol spasi berfungsi untuk melompat. Aku naik ke atas panggung saat musik drum dan bass menggelegar, tapi tetap saja… Enggak ada yang nonton sama sekali. Aku cuma melihat logo Instagram, Discord dan tautan lain.

Patung batu raksasa menjulang di atas panggung. Aku lalu melompati tangga batu yang melingkar di sebelahnya. Lantai panggung hilang beberapa kali; pemandangan gunung hilang muncul di kejauhan. Panggung tiba-tiba berkedip, kecepatan frame mulai melambat, dan karakterku nge-glitch. Aku menunggu, tapi tak satu pun orang datang.

Aku akhirnya mengunjungi “The Ocean Meta Gallery” dengan harapan ada orang. Sayangnya, museum digital itu juga kosong melompong. Aku menaiki tangga spiral, menembus tembok tak kasat mata dan jatuh lagi ke tanah.

Bingung kenapa sepi, aku pun mengecek server Discord Lightbulb Man. Mungkin pestanya sudah selesai, batinku. Akan tetapi, saat aku bertanya di server, mereka memberi tahu pesta rave masih berlangsung. Seseorang menyarankan untuk menyegarkan laman Decentraland dan mencoba masuk lagi.

Ternyata benar! Orang mulai bermunculan. Aku melihat beberapa avatar melayang di atas tanah. Mereka pergi ke sana-kemari tanpa menggerakkan kaki. Deretan angka, teks atau garis terbang ke atas langit biru, yang sayangnya gagal di-render. Seseorang mengapung di udara, tapi enggak bergerak sama sekali.

Pertunjukan musiknya kira-kira seperti ini:

Aku kembali naik ke atas panggung dan mengklik avatar yang berdiri bak patung. Salah satu profil menyebut dia “bermain musik dan menjelajah”. Orang lain siap kasih diskon buat penonton yang tertarik membeli pakaian metaverse. Aku lalu menemukan platform tersembunyi yang mencantumkan kode QR bertuliskan “POAP”.

Aku mengambil ponsel dan mengarahkannya ke layar. Kode itu membawaku ke Google Form yang akan menghadiahkan collectible kalau memasukkan alamat email. Aku mengirim chat “apa ada orang di sini”, tapi enggak ada yang membalas. Seseorang mengirim n-word pakai huruf kapital tak lama kemudian, yang langsung disahut “berhenti plis”.

Aku meninggalkan konser dan mengecek server Discord lagi untuk melihat siapa saja yang masih asyik nge-rave. Beberapa orang mengunggah tangkapan layar pestanya. Seseorang bertanya, “Ada yang menyiarkan pestanya gak? Gambar dan musik di layarku hilang, dan enggak muncul lagi. Aku sudah mengutak-atik pengaturan, memuat ulang dsb, tapi sejauh ini tak berhasil juga.” Ada juga yang mengeluh, “Aku membukanya di desktop dengan 980 gtx, tapi enggak bisa memindahkan frame setiap 10-20 detik sekali. Chrome. CPU berjalan 100%.”

Orang lain mengirim chat, “good shit rave lol”. Sedangkan yang lain, “Pada pergi ke mana, sih? Oh, orang bermunculan setelah aku mengatakan itu.”

Kehadiran “metaverse” blockchain semacam Decentraland akhirnya membuat kita bertanya-tanya, apa sebenarnya “metaverse” itu? Jika metaverse bertujuan mewujudkan pengalaman nyata di dunia virtual, maka Decentraland menjadi alternatif terburuk dari dunia-dunia virtual yang sudah ada sebelumnya. Jika metaverse hanyalah cerminan NFT di blockchain, pantas saja isinya jelek sekali.

Tolong beri tahu aku, di mana letak serunya jika kerjaanku sepanjang “pesta rave” cuma bolak-balik mencari keramaian tapi enggak menemukan orang sama sekali? Bisakah ini dianggap nge-rave?