Bekasi | Infakta.com – Maraknya dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah merupakan permasalahan yang telah lama terjadi di Indonesia.
Pungli di sekolah dapat didefinisikan sebagai tindakan meminta uang atau barang kepada siswa dan orang tua siswa secara tidak sah dan tanpa dasar hukum.
Pungli di sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari pungutan uang untuk kegiatan yang tidak jelas, pungutan uang untuk keperluan pribadi, hingga pungutan uang untuk keperluan yang sebenarnya sudah ditanggung oleh pemerintah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan maraknya dugaan pungutan liar di sekolah, antara lain yakni, kurang transparannya pengelolaan keuangan sekolah, kurangnya pengawasan pemerintah dan mentalitas oknum-oknum yang masih korup untuk keuntungan pribadi.
Menanggapi hal itu, I Made Supriatna selaku Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Jawa Barat pun memberikan beberapa pemaparan serta penjelasannya terhadap fenomena pungutan yang semakin marak terjadi di wilayahnya.
“Regulasi itu sudah dilakukan oleh seluruh satuan pendidikan dan komite, dimana sekolah terutama para kepala sekolah, hanya menyampaikan program kepada orang tua siswa. Sementara untuk anggaran (sumbangan) dalam bentuk dari komite, itu mengacu kepada Pergub nomor 97 Tahun 2022. Artinya tidak ada patokan kepada orang tua siswa untuk ditetapkan jumlah bantuannya,” jelas I Made Supriatna, Kamis (5/10/2023) siang.
“Sementara itu kami juga sampaikan kepada para komite bahwa siswa afirmasi/ orang tua siswa yang tidak mampu, mohon tidak dipaksa untuk memberikan sumbangan. Itu regulasi yang sudah kita lakukan,” ucapnya.
Dan apa yang tadi telah disampaikan, lanjut I Made, itu bahan masukan kami di cabang dinas pendidikan wilayah III.
“Ini akan menjadi tindak lanjut untuk pengendalian dan pengawasan di satuan-satuan pendidikan,” ujar I Made.
Terkait apakah sumbangan-sumbangan yang sudah dilakukan telah sesuai aturan dan mekanismenya, I Made Supriatna pun menyampaikan pihaknya sudah melakukannya sesuai aturan, salah satunya, adalah memasukkan dalam RKAS.
“Tentu masuk, karena begini. Sebelum melakukan rapat komite, kepala sekolah dan komite menyusun anggaran yang bersumber dari komite. Karena kita tahu bahwa 2 sumber anggaran BOS dan BOPD itu, terus terang, tidak mencukupi kebutuhan untuk peningkatan mutu kualitas pendidikan yang ada di masing-masing satuan pendidikan. Dan RKAS pun, itu sudah dicek semua oleh pengawas dan termasuk Cabang Dinas, kita sudah cek juga,” ungkapnya.
“Setelah itu, mereka, untuk khususnya para komite ini, mengajukan permohonan usulan kepada kami agar melakukan rapat komite itu sesuai dengan rekomendasi yang dibuat oleh Cabang Dinas. Artinya, adanya rapat komite itu harus seizin dan sepengetahuan dari Cabang Dinas,” terangnya.
“Jadi sekolah yang tidak mengikuti tahapan itu (izin, rekomendasi dan sepengetahuan cabang dinas), kami tak akan mengizinkan,” tegasnya.
Selain itu, I Made juga memberikan penjelasannya terkait data yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat mengenai 4.791 calon siswa saat PPDB Jabar 2023 kemarin.
“Oh jadi gini. Itu bukan bermasalah. Bahwa ketika PPDB bermasalah, kami, dari para operator dan kepala sekolah, contoh, ketika dia tidak lengkap dan ketika ada manipulasi data, maka kami melakukan verifikasi bahwa data itu tidak sesuai dan kita tolak. Itu yang sudah kami lakukan di Cabang Dinas Wilayah III dan seluruh Cabang Dinas yang ada di Jabar,” tuturnya.
“Jadi 13 Cabang Dinas itu, data yang disampaikan oleh Pak Gubernur itu, sebetulnya adalah data verifikasi yang tidak lolos dan tidak sesuai dengan juknis atau SOP yang ada di PPDB. Semua sudah tereksekusi dan tidak diterima di SMA/SMK negeri. Ada kurang lebih 300 siswa untuk di wilayah III dan sisanya dari cabang dinas lain. Yang banyak kalau gak salah dari Bandung,” tambah I Made.
Yang kedua, lebih lanjut dikatakan bahwa mengacu kejadian PPDB kemarin, I Made kedepan berharap pemerintah, baik pusat maupun provinsi Jawa Barat, bagaimanapun animo masyarakat menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri itu sangat tinggi.
“Sementara keterbatasan kami ada di infrastruktur terutama di sekolah yang kuotanya terbatas,” sebut I Made.
“Kami juga berharap sekali dari Pemda/ Pemkot itu bisa memberi lahan tanah fasos/ fasum bagi wilayah yang padat penduduk yang notabene zonanya blank spot, sehingga apa yang jadi harapan pemerintah terutama masyarakat, bisa dilakukan dan dilaksanakan,” tukasnya.
“Dan ketiga, mengenai edukasi kepada masyarakat, saya harapkan dapat bantuan dari para media dan masyarakat bahwa PPDB adalah bagian daripada yang harus dipenuhi oleh masyarakat sehingga jadi tanggung jawab bersama,” pungkasnya. ( erdeas / RJN )