Selalu ada kekonyolan yang dilakukan para cowok saat mereka nongkrong bareng teman-temannya. Ada yang jejeritan hingga tertawa terpingkal-pingkal karena terlalu asyik melempar batu ke kolam, ada juga yang hobi geber-geber motor sampai memekkan telinga. Entah apa esensinya, tapi mereka tak jarang menemukan keseruan dari hal-hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Bagi segelintir laki-laki di Prancis, mereka melempar tubuh ke semak-semak bukan cuma untuk mencari sensasi. Hobi itu telah menjadi gaya hidup mereka.
Beberapa tahun silam, Arte TV memperkenalkan para penonton di Prancis dan Jerman pada hobi yang jarang diketahui orang: mushary. Dalam seri dokumenter Tracks, saluran televisi itu mengikuti kegilaan Boris dan teman nongkrongnya terjun bebas ke semak-semak. Pemuda kulit putih dalam boiler suit itu mengungkapkan, hobi yang tampak konyol ini sejujurnya merupakan bentuk protes anti-kapitalis dan anti-Amerika. Yap, seriusan.
Meski dia mengakui tindakan ini sebagian besar untuk senang-senang, istilah mushary memiliki asal-usul yang menarik. Menurut Boris, itu gabungan kata dari “menunggang semak-semak” dan “Willow Palisade” dalam bahasa Prancis. Willow Palisade adalah gorong-gorong tempat persembunyian prajurit selama perang antara Manchuria dan Mongolia. Yap, seriusan.
Terlepas dari nama dan tujuannya yang unik, mushary tak lebih dari sebatas loncat dari pagar tanaman untuk menyelami semak-semak.
Kami janjian bertemu dengan Etienne, Nico dan Thomas di Brest, sebuah kota pelabuhan di Prancis. Ketiga pemuda ini terdorong mengikuti jejak Boris usai menonton video dokumenter saat mereka masih kuliah dulu. “Mereka menjalaninya dengan serius, sedangkan kami cuma buat senang-senang saja,” tutur Etienne.
Ketertarikan Etienne pada mushary tak pernah padam, bahkan setelah dia lulus kuliah sekali pun. Dia selalu mengajak teman menerobos semak-semak sepulang dari pesta. Beberapa orang yang penasaran dengan hobi ini juga sering ikutan mencoba. Sejak itu, sekelompok laki-laki lompat ke semak-semak menjadi pemandangan lazim di kota tersebut.
Mushary cenderung tak terpisahkan dari budaya konsumsi minuman keras, tapi mengejutkannya, Etienne dkk. masih ingat semak-semak mana saja yang pernah mereka loncati. Begitu mereka menemukan tempat yang sempurna, Nico akan memakai boiler suit putih yang dia bawa khusus untuk kegiatan ini.
Mereka memanjat tiang listrik secara bergiliran, lalu melemparkan diri ke semak-semak yang berada di alun-alun sebuah perumahan. Badan dipenuhi luka baret setelah 3-4 kali melompat, tapi tak terlihat raut menyesal atau kapok di wajah para cowok itu. Mereka justru berniat mencari tempat lain yang lebih seru.
“Pergi ke jembatan biru, yuk?” Nico mengajak teman-temannya.
“Enggak, ah, kejauhan,” jawab Etienne yang baru pulang dari party. “Ke rumah Charlie saja. Di sana juga ada semak-semak.”
Mereka akhirnya sepakat untuk pergi ke jembatan biru yang agak mencolok di tengah kota. Langit mendung tak mengendurkan semangat mereka.
Saat kami menyusuri jembatan, Nico tiba-tiba melompat ke semak-semak di depan restoran pizza Domino’s. Beberapa orang melambatkan motor mereka, agak terkejut melihat lelaki muda dalam boiler suit tersungkur ke dalam semak-semak. Saat kendaraannya mengelilingi bundaran, saya bisa menangkap tatapan mereka yang khawatir sekaligus geli.
Nico tertatih-tatih setelah beberapa kali menyelami semak-semak. “Saya lupa pakai pelindung pergelangan kaki,” ungkapnya. Pergelangan kaki Nico keseleo beberapa bulan yang lalu. Penyebabnya tentu karena mushary. Namun, cedera ini tak menghentikan aksinya, tak peduli dokter telah menyuruhnya berhenti.
Etienne juga pernah mengalami cedera. “Tulang rusuk saya patah, dan tulang dada memar. Tapi saya sudah mengetahui risikonya,” tutur Etienne. “Kita melakukan mushary sesuai insting. Kamu lompat tanpa pikir panjang atau mengkhawatirkan bahayanya.”
Setelah puas bermain di jembatan, kami menuju Swansea Square yang menjadi destinasi terakhir hari itu. Ketiganya sepakat semak-semak dan pagar tanaman di sana sangat luar biasa. Kami nongkrong di tempat itu sampai malam karena mereka keasyikan jungkir balik di semak-semak.
Pada Juli 2018, teman kuliah Etienne, Gourmiche, membuat grup Facebook privat untuk komunitas lokal mushary. Di sana, para anggota bisa berbagi video mereka lompat ke semak-semak. Jumlah anggotanya ada sekitar 350 orang, tapi mereka sudah jarang update. Walaupun begitu, geng mushary asal Brest ini yakin hobi mereka akan terus menjadi identitas kota di masa mendatang. Akan ada generasi muda baru yang siap melompat dan jatuh tersungkur di semak-semak.
Berikut foto-foto Etienne dkk. menyelami semak-semak:
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Prancis.