Jalan Wijayakusuma, Pacet, Cianjur, Jawa Barat, pada suatu siang yang sejuk. Tiga pemuda asyik berdiskusi dan bekerja mendesain radio dari kayu. Suara radio terdengar jernih mengalunkan sebuah tembang Sunda.
Produk radio-radio yang sudah jadi itu terpajang rapi dalam sebuah ruang yang tak begitu luas. Dipajang untuk dijual. Kualitasnya tak diragukan, apalagi pernah meraih penghargaan tingkat nasional.
Lahir dari “garasi” anak muda Jaman Wijayakusuma. Sehabis menyelenggarakan kegiatan 17 Agustusan setiap tahun, Hilmi selalu berpikir apa yang dia bisa lakukan untuk lingkungannya. Setelah bertemu Andi dan Ridwan, rasa gelisah itu bertransformasi menjadi radio kayu.
Hilmi pernah bekerja di pabrik kayu terkenal, Andi dan Ridwan punya pengetahuan elektro yang memadai. Begitu digabung, lahir radio kayu.
Kata Hilmi, ide radio kayu itu datang dari dirinya melihat banyak kayu di Cianjur. Kadang, kayu hanya dibuang. Lebih dalam lagi, Hilmi menyukai kayu.
“Sebenarnya, saya ini pencinta kayu. Setiap melihat kayu, muncul pertanyaan, ini bisa dibuat apa. Saya punya perasaan dan visi terhadap kayu. Sebenarnya, semua kayu memiliki naturalisme, jiwanya masing-masing,” jelas Hilmi.
Mengapa dirinya membuat radio dari kayu karena ia menyukai musik. Sehingga, dalam produk radio kayu ini sesungguhnya ia sedang melakukan eksplorasi musik.
Sementara tema-tema alam diangkat dalam produk radio kayu ini karena ingin mengembalikan nuansa masa lalu Cianjur yang sudah hilang. Menurut Hilmi, ada beberapa local wisdom Cianjur yang sudah lenyap. Sekarang dilahirkan kembali dalam format radio kayu.
Dengan radio, kata Hilmi, ia hendak mengangkat seni kerajinan Desa Pacet dan Cianjur. Pertama, Hilmi membuat desain bentuk radio, lalu Andi dan Ridwan mengisinya dengan elektronika hingga menjadi radio yang pas. Butuh ketekunan dalam mengerjakannya.
Lahirlah “faber wooden radio vintage” dengan beberapa model, seperti model Wijayakusuma, model gunung Padang, model Cipanas, model cipendawa, dan sebagainya. Tiap model punya sejarah dan filosofinya seputar alam Cianjur.
Ada radio bersuara mono dan stereo, dengan fitur bluetooth dan USB. Suaranya terdengar jernih. Produk RKC-Media pernah mendapat penghargaan pada “100 Top Natsonal Enterpreneur, The Big Star Indonesia”.
Hilmi kemudian merekrut tenaga kerja, yang tidak lain anak Jalan Wijayakusuma. Usahanya telah ikut membuka lapangan kerja baru.
Berkat Forum AJWI (Anak Jalan Wijayakusuma) yang dibentuk Hilmi, teman-teman lain membuka usaha distro, dan merekrut tenaga kerja sesama teman mereka.
Menurut Hilmi, produk radio kayu AJWI sudah dipasarkan di luar Cianjur, bahkan sudah dikirim ke Jepang dan Malaysia. Hilmi juga sering diundang ikut pameran, baik domestik maupun mancanegara.
Radio kayu ini dipasarkan secara online dan offline. Secara online, produk ini sudah masuk di galeri Indonesia, Tokopedia, Bukalapak.
“Secara offline, kami lakukan konsinyasi dengan beberapa pihak, misalnya Toserba Cipanas selain pada ajang pameran. Penjualan kami sudah sampai Jepang dan Malaysia karena dipesan orang. Harga sekitaran Rp 800 ribu ke atas untuk yang mono dan Rp 1,3 juta untuk stereo,” Hilmi menjelaskan.
Ada 13 model radio yang mereka produksikan. Radio kayu ini menjadi “duta” untuk mengenal potensi alam. Hilmi ingin wisata di Indonesia lebih dikenal lagi lewat yang ia buat.
Sebagai pelaku UMKM, Hilmi berharap pada pemerintah dan stakeholder lain untuk membantu usahanya berupa modal dan pemasaran, agar ia dan tim lebih fokus ke produk ketimbang digelisahkan dengan marketing.
“Kemarin, Presiden Joko Widodo juga memesan produk desain saya, jam tangan, untuk dijadikan oleh-oleh. Itu sangat membanggakan. Ini memberi semangat baru untuk terus berkreasi,” pungkas Hilmi. * (Rika)
Berita dengan Judul: HILMI FABER BANGUN KAMPUNG SENTRA RADIO KAYU CIANJUR pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com. oleh Reporter : Willy Dozan Alexander