Berita  

Hasil Riset: Orangutan dan Separuh Spesies Primata Indonesia Terancam Punah 2050

hasil-riset:-orangutan-dan-separuh-spesies-primata-indonesia-terancam-punah-2050

Sebagai salah satu negara dengan hutan hujan tropis terluas di dunia, Indonesia memiliki keanekaragaman primata tertinggi ketiga setelah Brasil dan Madagaskar. Ada lima famili primata yang hidup di Indonesia dengan keunikan masing-masing. Di antaranya monyet dunia lama (Cercopithecidae), kera besar (Hominidae), owa/ungka (Hylobatidae), kukang (Lorisidae), dan tarsius (Tarsidae).

Sayang, aktivitas antropogenik yang mengakibatkan perubahan lahan dan iklim turut mengancam keberadaan primata tanah air. Mayoritas jenis primata yang ditemukan di Indonesia pun dikategorikan ke dalam status rawan, terancam, dan kritis berdasarkan Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature atau IUCN).


Saya bersama tim dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, IPB University, mengeksplorasi dampak dari perubahan iklim terhadap primata di Indonesia melalui pendekatan pemodelan relung ekologi (ecological niche modeling).

Perhitungan ini disusun berdasarkan skenario mitigasi dan pesimistik (business as usual). Dalam skenario mitigasi (apabila laju emisi diredam), suhu udara rata-rata di Indonesia diperkirakan mencapai (23,6 – 29,1 ºC) pada 2050, atau meningkat sekitar 1,17 ºC dari kondisi saat ini.

Sedangkan pada skenario pesimistik, suhu rata-rata di Indonesia pada 2050 akan menyentuh (23,9 – 29,5 ºC) dengan peningkatan suhu rata-rata sekitar 1,40 ºC.

000_948H8.jpg
Lutung Jawa di kawasan konservasi. Foto oleh GUILLAUME SOUVANT / AFP

Penelitian kami mengungkapkan sekitar 30 jenis primata di Indonesia akan punah pada 2050 akibat perubahan iklim, termasuk orangutan sumatra dan kukang jawa. Angka ini setara dengan separuh dari total spesies primata yang ditemukan di tanah air.

Yang punah dan yang bertahan

Kepunahan orangutan sumatra dan kukang jawa disebabkan oleh ruang hidup yang kian menyempit. Studi kami menunjukkan sekitar 37 jenis primata akan menyusut habitatnya sekitar 90 persen dari kondisi saat ini akibat dari perubahan iklim pada 2050. Penyusutan habitat akan menambah tekanan orangutan sumatra karena spesies ini tak memiliki kecakapan beradaptasi dalam lingkungan yang baru (dispersal capabilityketimbang spesies orangutan lainnya.

Selain penyusutan lahan, kenaikan suhu udara regional juga dipercaya dapat menyebabkan penurunan metabolisme dan penurunan laju reproduksi primata-primata tersebut. Hal lainnya yang meningkatkan ancaman kepunahan adalah penurunan kelimpahan pakan.

Beberapa wilayah di Indonesia, seperti di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera; kawasan Kalimantan Barat; pesisir selatan dan pegunungan di Pulau Jawa; dan Sulawesi Utara, akan mengalami penyusutan habitat primata terparah di masa depan.

Berbeda dengan orangutan sumatra, kami memprediksi orangutan kalimantan akan beradaptasi dengan perubahan iklim. Spesies ini diprediksi ‘menang’ karena lebih sering beraktivitas di permukaan tanah karena minimnya predator. Namun, ekspansi yang terjadi pada beberapa jenis primata tersebut hanya sebesar 15 persen dari total sebarannya saat ini. Selain orangutan kalimantan, ada juga 13 jenis primata yang mampu beradaptasi dari perubahan iklim dengan memperluas distribusinya.

Mayoritas jenis primata yang mengalami ekspansi habitat merupakan jenis primata generalist, yaitu spesies yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan apa pun dan dapat memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada.

Primata jenis ini misalnya beruk siberut, kukang sunda, owa kalawat, owa kelempiau, orangutan kalimantan, dan beberapa jenis lutung.

Meski demikian, beberapa peneliti optimis bahwa konservasi primata dapat menekan terjadinya penurunan populasi primata yang masif. Namun, hal ini juga bergantung pada implementasi kebijakan dan pengelolaan kawasan konservasi yang menjadi habitat primata di Indonesia.

Jika kita tidak segera bertindak melindungi kelangsungan kawasan konservasi, maka ancaman lingkungan akan terus mengurangi populasi primata dengan cepat.


Aryo Adhi Condro adalah kandidat doktor di IPB University. Aryo menerima dana penelitian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).

Artikel ini pertama kali tayang di The Conversation Indonesia dengan lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya di sini.